Imam Syafi’i berkata: Zakat wajib dikeluarkan oleh siapa saja yang memiliki harta dengan kepemilikan penuh, yaitu orang-orang merdeka (bukan budak) walaupun ia seorang anak kecil, orang yang kurang waras atau seorang perempuan. Dalam hal ini tidak ada bedanya (semuanya wajib mengeluarkan zakat hartanya). Begitu juga zakat dari harta temuan (tambang) dan harta warisan serta harta yang merupakan nafkah (pemberian) kedua orang tuanya, semua wajib dikeluarkan.
Imam Syafi’i berkata: Apabila seorang budak mempunyai sejumlah ternak (yang sudah wajib zakat), maka ternak-ternak tersebut wajib dizakati, karena budak tersebut memiliki sesuatu yang dimiliki juga oleh tuannya; sebab apapun yang dimiliki oleh budak adalah milik tuannya, demikian juga dengan dirinya.
Imam Syafi’i berkata: Apabila seseorang mempunyai harta yang sudah wajib dizakati, kemudian orang tersebut murtad dari Islam, melarikan diri, gila, kurang waras atau dipenjara untuk diberi waktu agar bertaubat atau menunggu keputusan untuk dibunuh dan harta tersebut sudah mencapai haul (yang dihitung dari hari pertama ia memiliki harta tersebut), maka dalam hal ini ada dua pendapat;
Pertama, harta tersebut wajib dizakati, karena apabila orang tersebut mati dalam keadaan murtad, maka harta tersebut tidak akan ke mana-mana tapi akan dimiliki oleh kaurn muslimin, sedangkan harta yang dimiliki oleh kaum muslimin wajib dikenai zakat. Seandainya ia kembali lagi masuk Islam, maka ia tetap wajib mengeluarkan zakat. Jadi, kemurtadannya tidak menggugurkan kewajiban untuk membayar zakat.
Kedua, harta tersebut tidak dikenai zakat hingga ia kembali lagi masuk Islam. Seandainya ia kembali masuk Islam, maka hartanya diserahkan kepadanya dan ia wajib mengeluarkan zakat, Tapi apabila ia dibunuh karena tidak mau bertaubat (dalam kemurtadannya), maka hartanya menjadi harta yang tidak dizakati, karena harta tersebut merupakan harta orang musyrik yang disebut dengan harta ghanimah (rampasan perang).