Imam Syafi’i berkata: Sembelihan itu ada dua macam:
Pertama, sembelihan yang mampu dilakukan oleh seseorang dengan menggunakan senjata di tangannya atau dengan melemparkan sesuatu (panah, tombak, dan lain-lain) atau dengan hewan pemburu (terlatih) yang dilepaskan oleh seseorang sebagaimana dia melepaskan anak panahnya. Misalnya seseorang yang menegakkan pedang atau tombak, kemudian seekor binatang buruan tertancap di tombak tersebut dan mati, maka binatang tersebut tidak halal dimakan, karena ia mati bukan dengan disembelih atau dibunuh oleh seseorang. Begitu juga apabila ada seekor kambing atau binatang buruan lain yang terkena sebuah pedang (dan pedang tersebut tidak sedang dikuasai oleh seseorang) dan tepat mengenai lehernya, maka kambing tersebut tidak halal dimakan, karena kambing tersebut mati oleh dirinya sendiri bukan oleh seseorang yang halal sembelihan atau buruannya.
Kedua, penyembelihan binatang jinak atau binatang liar yang sudah dikuasai oleh manusia. Penyembelihan hewan seperti ini harus dilakukan di leher dan kerongkongannya. Apabila binatang tersebut lari, maka boleh dibunuh dengan senjata, walaupun tidak mengenai bagian lehernya, dengan syarat binatang tersebut langsung mati. Misalnya ada seekor unta atau binatang lain yang terjatuh di sebuah sumur yang cukup dalam dan sulit untuk dilakukan penyembelihan di lehernya, maka dalam keadaan seperti ini unta tersebut boleh dibunuh dengan pisau di bagian tubuh yang mana saja dengan mengucapkan basmallah ketika melukainya. Hal ini dianggap sebagai penyembelihan hewan yang sah.