Seluk Beluk Zakat Gandum

Imam Syafi’i berkata: Apabila biji gandum yang termasuk jenis wajib zakat telah mencapai 5 wasak, maka biji gandum tersebut wajib dizakati. Dalam penghitungannya, yang benar adalah pendapat yang mengatakan bahwa biji-bijian tersebut dicampur antara yang bagus dan yang jelek, kemudian semuanya dihitung dalam penghitungan zakat, sebagaimana penghitungan dalam tamar (kurma kering). Sedangkan biji gandum dibagi menjadi dua jenis; pertama, yaitu gandum yang sudah digiling dan mengelupas kulitnya (baik kulit luar maupun kulit dalam). Apabila biji-biji gandum ini telah mencapai 5 wasak, maka sudah wajib dizakati. Kedua, jenis gandum yang disebut ‘alas, yaitu jenis gandum yang apabila sudah digiling, maka akan tinggal dua buah biji yang diselubungi oleh kulit tipis dimana jika kulit tipis ini ikut dibuang, maka kedua biji tersebut bisa rusak (busuk). Kulit tipis ini tidak dibuang kecuali sesaat ketika biji-biji gandum ini akan dikonsumsi. Perlu diketahui bahwa tidak ada jenis biji gandum yang lain selain kedua jenis gandum tersebut.

Imam Syafi’i berkata: Keadaan jenis biji gandum yang kedua ini (jenis ‘alas) tidak sama dengan kadaan jenis biji gandum lainnya. Orang-orang yang sudah berpengalaman dalam hal ini mengatakan bahwa jenis gandum ‘alas ini apabila kulit yang menyelubunginya dibuang, maka timbangannya menj adi setengah dari biji ‘alas yang kulitnya belum dibuang. Dalam hal ini pemilik biji-bijian gandum jenis ‘alas boleh memilih di antara dua pilihan;pertama, yaitu biji-biji tersebut dihilangkan kulitnya kemudian ditakar. Apabila mencapai jumlah 5 wasak, maka wajib dikeluarkan zakatnya. Kedua, kulit dari biji-biji ‘alas ini tidak dibuang tapi langsung ditakar, dan akan dikenai zakat apabila jumlahnya sudah mencapai 10 wasak. Mana di antara dua pilihan ini yang akan dipilih, terserah kepada pemiliknya, dengan harapan tidak menyusahkan dirinya.

Imam Syafi’i berkata: Apabila seseorang memiliki gandum yang bukan dari jenis ‘alas, kemudian ia meminta (kepada petugas) agar gandumnya ditakar bersama tangkainya, maka hal ini tidak boleh dilakukan; tidak seperti jenis ‘alas yang boleh ditakar bersama kulitnya, karena kalau kulitnya, dibuang akan menyebabkan biji ‘Alas tersebut menjadi cepat rusak.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *