Puasa Sunah

Imam Syafi’i berkata: Orang yang berpuasa sunah berbeda dengan orang yang berpuasa wajib (puasa Ramadhan, kifarat, qadha, dan lain-lain). Orang yang berniat melakukan puasa wajib harus berniat sebelum fajar, sedangkan puasa sunah boleh diniatkan di pagi hari dengan syarat ia belum makan dan minum. Jika seseorang membatalkan puasa sunahnya tanpa udzur (alasan/halangan), maka menurut pendapat saya hal ini adalah makruh, tapi ia tidak wajib mengqadha puasa tersebut.

Imam Syafi’i berkata: Dari Aisyah, ia berkata, “Pada suatu hari Rasulullah SAW pulang ke rumah saya, lalu saya katakan kepada beliau bahwa saya menyimpan hais (kurma yang dicampur dengan minyak samin lalu diaduk sampai halus setelah biji kurmanya dibuang) untuk beliau. LaluRasulullah SAW bersabda,‘Sesungguhnya bagi aku berniat untuk puasa sunah, tapi bawalah kemari hais itu (beliau membatalkan puasanya) ”

Imam Syafi’i berkata: Seluruh ibadah sunah seperti i’tikaf, shalat sunah dan puasa sunah yang sudah diniatkan boleh dibatalkan lagi sebelum ia melaksanakannya atau menyempurnakannya. Tapi menurut pendapat saya, lebih baik ia menyempurnakan ibadah sunah tersebut sampai selesai. Tidak ada kifarat (denda) bagi orang yang membatalkan niatnya untuk melakukan i’tikaf, shalat sunah atau puasa sunah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *