Sudah banyak ulama yang kami temui. Sudah tak terhitung jumlah ulama yang kami salami, namun kami belum pernah menemui ulama seperti Syekh Awad ini. Susah menggambarkannya, hanya tetesan air mata haru yang mengawali hingga dituliskannya kisah ini. Berat rasanya mengucapkan “Sholawat”, seolah Rasulullah SAW berada di depan mata. Bahkan, kami tak sanggup menatap lama wajah Syekh Awad, karena pancaran Pewaris Nabi yang sangat kuat.
Kesederhanaannya tercermin dalam langkah, pakaian, bahkan perkataan. Tak banyak bicara, hanya untaian mutiara yang keluar dari bibirnya. Bahkan sandal terbaik yang kami siapkan, tak dipakainya, hanya sandal japit lusuh, yang beliau pilih. Memang, beliau bukan keturunan langsung Rasulullah SAW, namun beliau banyak meriwayatkan hadist (bukan membaca kitab, tapi langsung dari ulama yang memiliki jalur periwayatan dan lulus semua syaratnya). Mengetahui detail kehidupan Rasulullah SAW, mulai dari perkataan, berpakaian, hingga pengambilan keputusan.
Syekh Awad merupakan ulama besar dari Sudan. Seorang ahli Hadist, Fiqh, Sirah Nabawi dan Mantiq. Beliau merupakan keturunan dari sahabat Abu Yazid Aqil bin Abu Thalib, kakak tertua dari Ali bin Abi Thalib. Dan masih satu kakek dengan Rasulullah, yakni Abdul Muthallib. Membaca al-Qur’an dengan Qiraat Imam Ad Duri dan Imam Abu Amr Al-Bashri. Beliau adalah Guru Besar masjid Jami Omdurman, Sudan. Dosen di Amman, Jordan dan menyampaikan riwayat Hadist di berbagai Negara Islam, termasuk di Mesir, Kenya, Maroko, Yordania, dll. Beliau sangat menyukai penelitian dan penelusuran Sanad dan Riwayat Hadist hingga ke beberapa Negara Arab. Hingga dijuluki sebagai Musnid (seseorang yang meriwayatkan Hadis) oleh Ulama Internasional.
Terdapat beberapa pesan yang beliau sampaikan di hadapan jamaah Pengajian Rutin Ahad Wage, Pesantren Alam Bumi Al-Qur’an, Wonosalam, Jombang. Pertama, bersyukurlah karena diberikan nikmat Iman dan Islam serta menjadi ummat Rasulullah SAW. Ummat Islam wajib mengimani kitab Zabur, Taurat, Injil dan syariat-syariat yang dibawa oleh para Nabi terdahulu. Namun, hadirnya Islam, menghapus seluruh syariat-syariat para nabi terdahulu. Jikalau Musa AS, masih hidup, tentunya akan menjadi pengikut Rasulullah SAW.
Kedua, orang tua memiliki amanah besar dalam pendidikan putra-putrinya. Mereka harus dibekali pengetahuan agama Islam yang luas, dan bisa dimulai dengan Pendidikan Al-Qur’an. Pendidikan umum, harusnya dipelajari saat seseorang memiliki dasar-dasar pengetahuan Agama Islam yang cukup kuat. Sehingga, mereka tidak dibutakan oleh urusan Dunia. Hingga menomorduakan atau melupakan urusan Akhirat. Ketiga, dalam berdakwah, harus mampu mengayomi semua manusia. Baik itu orang fasik, orang munafiq, hingga orang kafir. Mereka harus diterima dengan baik, tidak dicaci atau dimaki, diajari tanpa dipaksa, hingga Allah SWT menurunkan hidayah untuk mereka.
Setelah sholat Dzuhur usai, sambil duduk-duduk di aula/mushollah, beliau berpesan agar ruangan ini ditutup rapat tanpa mengurangi pemandangannya. Bisa dengan jendela-jendela besar. Untuk apa ya syekh? “Agar air hujan tidak masuk,” jawabnya. Seolah beliau paham, air hujan sering kali masuk, padahal langit cerah sejak pagi, hingga kepulangan beliau sore harinya, kembali diguyur hujan hingga tengah malam. Ini membuktikan bahwa beliau bukan meninggalkan kehidupan dunia secara mutlak, namun beberapa fasilitas harus diperbaiki untuk kekusyukan dalam beribadah kepada Allah SWT.
Di akhir, setelah makan siang usai, kami memberikan 2 kitab. Pertama, metode Burhany, cara cepat membaca al-Qur’an sistem 9 jam. Kedua, Peta Surat Al-Qur’an berbahasa Arab. Kumpulan peta yang menjelaskan tentang isi al-Qur’an secara jelas, ringkas, dan menyeluruh. Senyuman sumringah bersama muridnya, Ali, cukup menandakan, beliau mengapresiasi dan menyukainya. Semoga Allah SWT selalu bersama beliau, dan kunjungan beliau bersama para murid dan mahasiswa Indonesia di Sudan dapat menguatkan perjuangan kami di Bumi Al-Qur’an, bersama para santri, masyarakat, dan para wakif.
Ditulis oleh:
Ahmad Ghozali Fadli
Pelayan Pesantren Alam Bumi Al-Qur’an, Wonosalam, Jombang