Allah SWT berfirman:
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗ
Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal- mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. (QS. Al-Hujarat [49]: 13)
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
يَّامًا مَّعْدُوْدٰتٍۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَر
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka Barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. (QS. Al-Baqarah [2]: 183-184)
اِنَّ الصَّلٰوةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ كِتٰبًا مَّوْقُوْتًا
Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. (QS. An-Nisa’ [4]: 103)
Jelas bahwa di dalam ayat-ayat ini terdapat aspek umum dan khusus. Aspek umum ada dalam firman Allah SWT: “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.” Setiap diri manusia diajak bicara dengan ayat ini pada zaman Rasulullah SAW, sebelum dan sesudahnya itu diciptakan dari laki-laki dan perempuan, dan seluruhnya berbangsa-bangsa dan bersuku-suku.
Sedangkan aspek khususnya terdapat dalam firman Allah SWT: “Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.” Taqwa hanya wajib bagi orang yang mampu menalarnya, yaitu anak Adam yang telah baligh, bukan makhluk melata selain mereka, dan bukan pula orang-orang yang akalnya lemah serta anak-anak yang belum baligh dan tidak bernalar bahwa mereka bertakwa. Jadi sifat takwa atau kebalikannnya hanya dialamatkan kepada orang yang telah menalarnya.
Al Qur’an menunjukkan apa yang telah saya jelaskan, dan di dalam Sunnah juga terdapat dalil tentangnya. Rasulullah SAW bersabda:
“pena diangkat dari tiga orang (yaitu) orang yang tidur sampai ia bangun, anak kecil sampai ia baligh, dan orang gila sampai ia waras.”
Demikian juga nash tentang puasa dan shalat, berlaku bagi orang-orang yang telah baligh dan berakal, bukan yang belum baligh, Orang yang sudah baligh tetapi akalnya lemah, dan wanita yang haid pada masa-masa haidnya.