Pernikahan Orang Sakit

Imam Syafi’i berkata: Orang sakit boleh menikah dengan siapapun dihalalkan Menikah, keempat orang atau kurang dari itu,sebagaimana ia boleh untuk membeli. Apabila ia memberi maskawin yang layak untuk masing-masing istri, maka istri berhak mendapat semua harta itu. Jika di antara istri-istri itu ada yang maskawinnya lebih dari layak, maka kelebihan itu merupakan kecenderungan hati kepadanya. Jika suami dalam keadaan sehat sebelum ia meninggal dunia, maka istri berhak mendapat semua harta. Jika ia meninggal dunia sebelum sehat, maka kelebihan dari maskawin yang layak adalah batal bagi istri. Pernikahannya tetap sah dan istrinya berhak mendapat warisan.

Imam Syafi’i berkata: Maskawin itu adalah pemberian berupa sesuatu yang layak bagi para istri. Apabila ada yang mendapatkan maskawin lebih dari layak, maka nikahnya sah sementara kelebihan maskawin itu batal jika ia (suami) meninggal dunia ketika masih sakit, karena hal itu masuk dalam hukum wasiat dan tidak ada wasiat bagi ahli waris.

Imam Syafi’i berkata: Jika orang sakit menikah, dan ia menambahkan maskawin yang layak kepada wanita yang dinikahinya, lalu ia kembali sehat kemudian meninggal dunia, maka si wanita berhak mendapatkan kelebihan itu, karena laki-laki itu sudah sehat terlebih dahulu sebelum akhirnya ia meninggal dunia, dan juga karena dia itu seperti orang yang baru menikah dan dia sehat.

Imam Syafi’i berkata: Apabila pernikahan itu dilangsungkan dengan wanita yang tidak menerima warisan karena ia seorang wanita dzimmi (kafir dzimmi), kemudian ia meninggal dunia, maka wanita itu boleh mendapatkan semua maskawin berupa harta apapun yang layak. Tambahan dari maskawin yang layak adalah dari sepertiga harta, karena ia bukan ahli waris. Apabila wanita itu masuk Islam dan menjadi ahli waris, maka batallah tambahan dari maskawin yang layak.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *