Perempuan Haid tidak Wajib Melakukan Thawaf Wada’

Diriwayatkan dari Aisyah, dia berkata. “Shafiyah haid setelah ia melakukan thawaf Ifadhah, lalu saya menceritakan hal itu kepada Rasulullah SAW. Kemudian beliau bersabda, Apakah dia akan membuat kita terlambatpulang (karena harus menvnggu dia bersih dari haid)? ’ Saya menjawab, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya ia haid setelah melakukan thawaf Ifadhah’. Lalu Rasulullah SAW bersabda, ‘Kalau begitu, tidak apa-apa (dia tidak usah melakukan thawaf Wada )’. ” ‘Apakah engkau memberi fatwa bahwa perempuan haid boleh meninggalkan Makkah sebelum dia thawaf di’Baitullah (thawaf Wada’)?’ Ibnu Abbas menjawab, ‘Ya’ Zaid bin Tsabit berkata, ‘Jangan engkau berfatwa sepertiitu’. Ibnu Abbas menjawab, ‘Kalau begitu, coba kamu tanyakan kepada fulanah perempuan Anshar, betulkah Rasulullah SAW pernah memerintahkan hal itu kepadanya’. Tidak selang berapa lama kemudian Zaid bin Tsabit kembali menemui Ibnu Abbas sambil tertawa dan berkata, ‘Aku melihat bahwa fatwamu memang benar’.”

Imam Syafi’i berkata: Dari Ibnu Sihab, ia menyatakan bahwa, Aisyah menerangkan tiga hal yang menyangkut tentang perempuan, yaitu:
1. Apabila seorang perempuan telah melaksanakan thawaf Ifadhah yang dilakukan setelah wukuf di Arafah kemudian dia haid, maka dia belum boleh meninggalkan Makkah.
2. Apabila seorang perempuan telah melakukan thawaf Jiyarah dimana thawaf tersebut menyebabkan suaminya boleh bersetubuh dengannya, kemudian setelah itu dia haid, maka dia boleh meninggalkan Makkah tanpa melakukan thawaf Wada’ dan dia juga tidak terkena fidyah. Tapi apabila dia suci sebelum meninggalkan Makkah, maka diawajib melakukan thawaf Wada’, 32 HR. Muslim, pembahasan tentang haji, bab “Wajibnya Thawaf Wada’ dan Tidak Wajib Bagi Perempuan Haid”, hadits no. 381. 662 sama seperti perempuan yang tidak haid.
3. Apabila dia sudah keluar dari rumah-rumah yang ada di Makkah (sudah berada diluar kotaMakkah) sebelum suci, kemudian setelah itu ia suci (haidnya selesai), maka dalam hal ini dia tidak wajib melaksanakan thawafWada’. Tapi apabila ia suci dalam keadaan masihberada dirumah-rumah kotaMakkah (masihberada di dalam kota), maka dia wajib melakukan thawafWada’. Demikianjuga apabila dia telah bersih dari haidnya tapi tidak mendapatkan air (untuk mandijunub), maka dalam hal ini diawajib melaksanakan thawaf Wada’, sebagaimana pada saat itu dia juga wajib melaksanakan shalat. Apabila perempuan tersebut biasa ber-istihadhah (sering mengeluarkan darah yang bukan darah haid), maka hendaklah ia thawaf di hari-hari dimana ia shalat. Kemudian apabila keluar darah, maka hendaklah ia berhenti dari thawafnya sampai diabetul-betul yakin bahwa darah tersebut adalah darah istihadhah, bukan darah haid. Apabila perempuan tersebut meninggalkan Makkah pada hari-hari dimana ia suci, maka ia harus membayar dam apabila dia belum melaksanakan thawaf Wada’. Namun apabila ia meninggalkan Makkah pada hari-hari dimana ia haid, maka ia tidak wajib membayar dam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *