Perbedaan Tingkat Keumatan Sesuai dengan Tingkat Perbedaan Waktu, Tempat dan Keadaan

Di sini masalah yang perlu dijelaskan,  yaitu prioritas berbagai perkara yang berkaitan dengan perbedaan waktu, tempat, pribadi, dan keadaan.

Kebanyakan, hal itu berkaitan dengan perbedaan yang dipengaruhi oleh waktu, lingkungan, dan pribadi seseorang. Dan banyak sekali contoh untuk ini.

AMALAN DUNIAWI YANG PALING AFDAL

Ulama kita berbeda pendapat mengenai jenis pekerjaan mana yang paling  utama dan paling banyak pahalanya di sisi Allah SWT, apakah pertanian, perindustrian, ataukah perdagangan?

Penyebab perbedaan pendapat ini  ialah  hadits-hadits yang menjelaskan keutamaan masing-masing jenis pekerjaan tersebut.

Keutamaan Pertanian dijelaskan oleh hadits berikut ini.

“Tidak ada seorang Muslimpun yang bercocok tanam kemudian dimakan oleh burung, manusia, atau binatang lainnya kecuali hal itu dianggap sebagai shadaqah yang dikeluarkan olehnya.” 43

Tentang keutamaan perindustrian diterangkan oleh hadits,

“Tidak seorangpun yang memakan makanan yang lebih balk dibandingkan dengan makanan yang berasal dari pekerjaan tangannya sendiri.” 44

Tentang keutamaan berniaga dijelaskan oleh hadits,

“Seorang pedagang yang jujur akan dibangkitkan bersama para nabi dan orang-orang jujur serta para syahid.” 45

Karena adanya hadits-hadits tersebut, maka para ulama ada yang lebih mengutamakan satu profesi atas yang lainnya. Akan tetapi para ulama yang  mengecek  kebenaran  ketiga  hadits  tersebut berkata, “Kami tidak melebihkan sama sekali satu profesi atas yang lainnya, tetapi  keutamaannya terletak pada keperluan masyarakat terhadap ketiga profesi tersebut.”

Kalau sedang terjadi masa kekurangan pangan, dan masyarakat sangat  memerlukan  bahan  makanan sehari-hari  mereka, maka pertanian adalah paling  utama dibandingkan dua profesi yang lainnya, karena dapat menjaga umat  dari kelaparan,  sebab kelaparan merupakan bencana yang sangat membahayakan. Sehingga dalam hal ini pertanian dianggap dapat menyiapkan bahan-bahan makanan. Kalau pertanian merupakan  sesuatu  yang  sulit diusahakan,  maka kesabaran untuk tetap bertani  merupakan pekerjaan yang paling utama.

Kalau  bahan makanan melimpah, pertanian mudah diusahakan, dan orang-orang  memerlukan pelbagai  industri,   sehingga   kaum Muslimin  tidak  perlu  lagi  mengimpor barang-barang industri tersebut; perindustrian dapat membuka lapangan kerja bagi para penganggur;  serta  dapat  melindungi keamanan negara –karena adanya perindustrian senjata;  dan  dapat  menutup  kekurangan produksi  umat,  maka  perindustrian  merupakan pekerjaan yang paling utama.

Ketika dunia pertanian dan perindustrian  tercukupi, kemudian masyarakat  memerlukan  orang  yang  memasarkan  kedua  produk tersebut ke negara lain,  sehingga  orang  tersebut  merupakan perantara yang baik antara produsen dan konsumen; dan ketika dunia  perniagaan  dikuasai  oleh  orang-orang  yang  tamak, penimbun harta benda dan keperluan  orang banyak, sehingga mereka dapat memainkan harga di pasaran, maka pekerjaan  yang paling utama  pada saat itu ialah perdagangan. Khususnya bila perdagangan  ini  dilakukan oleh orang-orang   yang  tidak melalaikan  Allah  SWT,  shalat  dan  zakat  karena  melakukan perniagaan tersebut.

Satu hal yang sangat diperlukan oleh umat kita pada  abad  ini ialah teknologi canggih, sehingga umat dapat memasuki abad ini dengan senjata  ilmu  pengetahuannya,  dan  tidak  ketinggalan zaman. Umat tidak akan dapat membangkitkan misi Islamnya yang sangat dihormati oleh Allah SWT  dan  diberi  kenikmatan  yang sempurna   sehingga   mereka   dapat  mengajak  seluruh  dunia kepadanya, kalau umat ini  kalah  dengan  yang  lainnya  dalam peralatan dan senjata yang canggih.

Oleh  sebab itu, metodologi dan  sistem  pendidikan  harus ditingkatkan untuk mencapai tujuan tersebut dan  mengembalikan lagi  kedudukan Islam yang terhormat di mata dunia. Ketika itu Islam mempunyai peradaban yang sangat maju, dengan  akar  yang mendalam, cabang yang sangat luas, serta siap menyongsong masa depan. Metodologi dan  sistem  pendidikan itu  harus  melihat kepada  hal-hal  yang  sangat  diperlukan oleh Islam dan umat Islam,  serta  perkembangan  dunia  ilmu  pengetahuan yang dipadukan dengan akidah, sistem dan peradaban Islam.

Sesungguhnya  penguasaan  teknologi canggih dan ilmu-ilmu yang menjadi  perantara  ke arah  itu merupakan  satu kewajiban sekaligus  kepentingan. Kewajiban yang diwajibkan oleh agama, dan  kepentingan yang didesak  oleh  kehidupan  nyata kaum Muslimin. Itulah  prioritas  yang harus didahulukan oleh umat kita sekarang ini.

IBADAH YANG PALING UTAMA

 Masalah ibadah juga serupa dengan hal di atas, dalam kaitannya dengan  individu.  Para ulama berselisih pendapat mengenai hal ini, sehingga banyak sekali pendapat yang mereka kemukakan.

Pendapat yang paling mendekati kebenaran  menurut  saya  ialah pendapat   Imam  Ibn  al-Qayyim,  walaupun  dia  juga  berbeda pendapat dengan orang lain, dari  satu  waktu  ke  waktu  yang lain,  dan dari satu tempat ke tempat yang lain, dan dari satu keadaan kepada keadaan yang lain.

Dalam  buku  al-Madarij,  imam Ibn  al-Qayyim   mengatakan, “Kemudian  orang  yang termasuk kelompok ‘Hanya kepada-Mu kami menyembah’ mempunyai hak untuk  memiliki  ibadah  yang  paling utama,  paling  bermanfaat, dan paling berhak untuk melebihkan ibadatnya daripada yang lain. Ada empat golongan yang termasuk dalam kelompok ini:

Pertama, adalah kelompok  yang  memandang  bahwa ibadah yang
paling bermanfaat dan paling afdal adalah ibadah  yang  paling
sukar dan sulit untuk dilaksanakan.

Mereka berkata, “Karena sesungguhnya hal itu merupakan sesuatu yang paling jauh dari hawa nafsu, sekaligus merupakan  hakikat penghambaan.”

Mereka berkata,  “Pahala yang kita  terima  akan tergantung kepada  tingkat kesulitan yang kita lakukan.”  Mereka meriwayatkan hadits yang tidak ada dasarnya: “Amal ibadah yang paling afdal ialah yang paling sulit dan sukar dilakukan.” 46

Mereka memang orang perfeksionis dan penyiksa jiwa mereka.

Mereka berkata, “Hanya dengan cara seperti itu jiwa kami  bisa lurus,  karena  jiwa ini memiliki sifat malas dan lemah, serta hendak menyatu dengan bumi. Jiwa itu tidak akan  baik  kecuali dengan memberikan beban berat dan kesulitan padanya.
Kedua,  mereka  yang mengatakan bahwa ibadah yang paling utama ialah  melepaskan  diri  dan  menjauhi  dunia,   mempersedikit kepentingan  kita terhadap nya, dan tidak memberikan perhatian kepadanya. Kelompok ini terbagi menjadi dua:

1) Kelompok awam yang menduga bahwa perkara ini merupakan tujuan akhir, sehingga mereka berusaha keras untuk mencapainya. Mereka mengajak orang untuk melakukannya. Mereka berkata, “Perbuatan ini lebih utama daripada ilmu dan ibadah.” Sehingga mereka memandang bahwa zuhud di dunia merupakan tujuan dan inti ibadah.

2) Kelompok khusus yang melihat bahwa perkara ini merupakan tujuan antara, untuk mencapai tujuan yang lebih jauh yaitu ketenangan hati terhadap Allah SWT. Menumpukan segala perhatian dan mengosongkan hati untuk mencintai dan menyerahkan diri kepada Allah, bertawakkal kepada-Nya dan menyibukkan diri untuk mencari keridhaan-Nya. Mereka memandang bahwa ibadah yang paling utama ialah dalam kelompok yang cinta kepada Allah, terus berzikir dengan hati dan lisan, serta menyibukkan diri untuk selalu mengingat-Nya tanpa mempedulikan perbedaan yang terdapat dalam hati. Kelompok inipun terbagi menjadi dua:

a) Kelompok ‘arifun, yang apabila datang perintah dan larangan mereka segera melakukannya walaupun mereka harus berpisah dan melepaskan kelompoknya

b) Kelompok yang menyimpang, yaitu orang-orang yang berkata, “Tujuan ibadah ialah menyatukan hati kepada Allah. Jika ada sesuatu yang dapat memisahkan diri mereka dari Allah maka mereka tidak berpaling kepadanya. Barangkali salah seorang di antara mereka berkata, “Yang harus diminta untuk berwirid adalah orang yang lalai. Mengapa hati yang semua waktunya dipenuhi dengan wirid juga diminta untuk itu?”

Kelompok  ini  terbagi  lagi  menjadi dua, yaitu kelompok yang meninggalkan kewajiban dan fardhu  untuk  perkumpulannya;  dan kelompok  yang mengerjakan kewajiban tetapi meninggalkan semua amalan sunat. Sebagian pengikut kelompok ini  pernah  bertanya kepada seorang syaikh yang arif: “Jika muadzin mengumandangkan adzan dan aku sedang berada di perkumpulanku  terhadap  Allah, lalu jika aku berdiri dan ke luar, maka aku akan terpisah dari mereka. Tetapi jika aku tetap di tempat itu,  maka  aku  tetap berada  di  perkumpulanku.  Manakah  kedua  hal ini yang lebih utama bagiku?”

Syaikh  yang  arif  menjawab,  “Jika  muadzin  mengumandangkan adzan,  dan  engkau  berada di bawah Arsy, maka berdirilah dan jawablah orang yang mengajak kepada Allah, kemudian kembalilah ke  tempatmu. Hal ini karena sesungguhnya perkumpulan terhadap Allah merupakan bagian daripada ruh  dan  hati,  dan  menjawab ajakan   muadzin  adalah  hak  Tuhan.  Maka  barangsiapa  yang mendahulukan  kepentingan  ruhnya  atas  hak  Tuhannya,  tidak termasuk kelompok “hanya kepada-Mu kami menyembah”.”

Ketiga,  adalah kelompok yang melihat bahwa ibadah yang paling bermanfaat ialah ibadah yang sangat banyak manfaatnya.  Mereka memandang  bahwa  ibadah  ini lebih utama daripada ibadah yang sedikit manfaatnya. Mereka melihat bahwa  berkhidmat  terhadap fakir  miskin, menyibukkan diri untuk kemaslahatan manusia dan memenuhi hajat  keperluan  mereka,  memberikan  bantuan  harta benda  dan  tenaga  merupakan ibadah yang paling utama. Mereka berusaha keras untuk melakukan ibadah ini,  berdasarkan  sabda Nabi saw,

“Semua makhluk ini adalah (berada dalam) asuhan Allah; dan mereka yang paling dicintai-Nya ialah (mereka) yang paling bermanfaat bagi asuhan-Nya.” (Diriwayatkan oleh Abu Ya’la)47

Mereka berhujjah  bahwa  amalan  orang  yang  beribadah  hanya kembali  kepada  dirinya  sendiri, sedangkan amalan orang yang bermanfaat menjalar kepada orang  lain.  Manakah  kedua  jenis orang ini yang lebih utama?

Mereka  berkata,  “Oleh  karena  itulah orang alim lebih utama daripada orang yang ahli ibadah, sebagaimana  kelebihan  bulan purnama atas bintang gemintang yang lain.”48

Mereka  berkata  bahwa  Rasulullah saw bersabda kepada Ali bin Abu Thalib r.a.

“Sungguh bila engkau dapat memberikan petunjuk Allah kepada satu orang, maka hal itu lebih baik daripada melimpahnya berbagai nikmat kepada dirimu.” 49

Pemberian keutamaan seperti ini ialah  karena  adanya  manfaat yang  dapat  dirasakan  oleh  orang  lain. Di samping itu, ada argumentasi lain, berupa sabda Rasulullah saw,

“Barangsiapa mengajak orang kepada suatu petunjuk, maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengikat, petunjuknya, tanpa mengurangi sedikitpun pahala orang yang melakukannya.” 50

Mereka juga berargumentasi dengan sabda Rasulullah saw,

“Sesungguhnya Allah dan para malaikat bershalawat kepada orang-orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia.” 51

“Sesungguhnya orang yang berilmu akan dimintakan ampunan kepada Allah oleh semua penghuni langit dan bumi, sampai ikan hiu yang ada di lautan dan semut yang berada di lubangnya.” 52

Mereka juga mengemukakan argumentasi  bahwa  sesungguhnya  para nabi  diutus  ke  dunia ini untuk menyampaikan kebaikan kepada makhluk-Nya dan memberikan petunjuk Allah kepada mereka,  agar kehidupan  dunia  dan  akhirat  mereka betul-betul bermanfaat. Para nabi itu tidak diutus  untuk  menyampaikan  agar  manusia berkhalwat  (menyendiri)  dan  memisahkan  diri dari keramaian manusia, agar mereka hidup seperti pendeta.  Oleh  karena  itu Nabi  saw tidak begitu suka terhadap orang yang memperuntukkan seluruh waktunya untuk beribadah  dan  meninggalkan  pergaulan dengan   manusia.   Mereka   melihat   bahwa   berpisah  untuk melaksanakan urusan Allah, dan memberikan perkhidmatan  kepada hamba-Nya  dan  melakukan  kebajikan untuk mereka adalah lebih utama daripada perkumpulan mereka.

Keempat, ialah kelompok  yang  mengatakan  bahwa  ibadah  yang paling  utama  ialah  bekerja untuk memperoleh keridhaan Tuhan setiap waktu, dengan  melihat  keperluan  yang  mendesak  pada waktu itu. Oleh sebab itu, ibadah yang paling utama pada waktu perjuangan adalah berjuang, walaupun  dia  harus  meninggalkan wirid, shalat malam dan puasa sunat; dan bahkan menunda shalat fardhu, kalau keadaan tidak aman.

Yang paling  utama,  menurut  mereka,  kalau  kita  kedatangan seorang  tamu, maka kita harus menghormatinya, dan menyibukkan diri dalam menyambutnya walaupun kita harus meninggalkan wirid yang  sunat.  Begitu  pula  dalam  memberikan layanan terhadap istri dan keluarga.

Ibadah yang paling utama pada waktu  sahur  ialah  shalat  dan membaca al-Qur’an, berdo,a, berdzikir, dan beristighfar.

Ibadah  yang paling utama ketika kita mengajar murid-murid dan mengajar orang  yang  bodoh  ialah  betul-betul  mengajar  dan memusatkan pikiran kepada tugas yang kita emban itu.

Ibadah  yang  paling utama pada waktu adzan ialah meninggalkan wirid, dan segera menyambut seruan muadzin.

Ibadah yang paling utama pada waktu shalat  fardhu  yang  lima ialah  bersungguh-sungguh  melaksanakannya sesempurna mungkin, dan segera melaksanakannya pada awal waktunya.  Keluar  menuju masjid, dan semakin jauh tempatnya maka semakin utama.

Kalau  pada suatu waktu tenaga kita sangat diperlukan dan juga harta benda kita,  maka  kita  harus  mempersiapkan  pemberian bantuan  itu,  dan  lebih  mendahulukan pekerjaan ini daripada membaca wirid dan berkhalwat.

Amalan yang  paling  utama  ketika  kita  mendengarkan  bacaan al-Qur’an   ialah  memusatkan  hati  dan  pikiran  kita  untuk menghayati  dan  memahaminya  seakan-akan  Allah  SWT   sedang berbicara  kepada  kita.  Kalau  seluruh  perhatian  hati kita terpusat pada apa yang  difirmankan  oleh-Nya,  maka  kehendak hati  kita untuk melaksanakan segala perintah-Nya adalah lebih utama daripada memusatkan hati kita kepada surat  yang  datang dari penguasa.

Amalan yang paling utama ketika kita sedang berwukuf di Arafah ialah  bersungguh-sungguh  merendahkan  hati,   berdo’a,   dan berzikir  kepada  Allah,  tanpa  harus melaksanakan puasa yang dapat melemahkan tubuh kita ketika itu.

Amalan yang paling utama  pada  tanggal  sepuluh  Dzul  Hijjah ialah  memperbanyak  ibadah, khususnya membaca takbir, tahlil, dan tahmid. Hal ini lebih  utama  daripada  jihad  yang  bukan fardhu ‘ain.

Amalan  yang paling utama pada sepuluh terakhir bulan Ramadhan ialah pergi ke masjid, berkhalwat, beri’tikaf dan meninggalkan pergaulan dengan manusia. Sehingga banyak ulama yang memandang bahwa hal ini lebih utama  daripada  mengajarkan  ilmu  kepada mereka, dan mengajar mereka membaca al-Qur’an .

Amalan   yang  paling  utama  ketika  teman  kita  sakit  atau meninggal   dunia   ialah   menjenguknya,   dan   mengantarkan jenazahnya, serta mengutamakan hal ini daripada berkhalwat dan menghadiri perkumpulan kita.

Amalan yang paling utama ketika turun bencana  ialah  bersabar terhadap  orang  yang  ada  di sekitarmu tanpa harus melarikan diri  dari  mereka.  Karena  sesungguhnya  orang  mu’min  yang bergaul  dengan  manusia  harus bersabar terhadap bencana yang menimpa mereka. Bersabar terhadap mereka adalah  lebii,  utama daripada  tidak  bergaul  dengan  mereka  yang  menyakiti hati mereka. Yang paling utama  ialah  tetap  bergaul  baik  dengan mereka.  Hal  ini  lebih  baik  daripada mengucilkan diri dari mereka ketika mereka mendapatkan bencana. Kalau  kita  melihat bahwa bila kita bergaul dengan mereka akan dapat menghilangkan atau mengurangi kesedihan mereka maka  bergau1  dengan  mereka dipandang lebih utama daripada mengucilkan diri dari mereka.

Amalan  yang  paling  utama  setiap  waktu  ialah mengutamakan pencapaian keridhaan Allah SWT pada setiap waktu dan  keadaan, memusatkan perhatian terhadap kewajiban, dan tugas kita setiap waktu.

Orang-orang seperti ini adalah orang yang  memang  benar-benar ahli  ibadah.  Sedangkan  tiga  kelompok  sebelum kelompok iniadalah ahli ibadah yang tidak mutlak.  Apabila  salah  seorang dari  tiga  kelompok ini ke luar dari kelompoknya dan berpisah dari mereka, maka dia melihat dirinya kurang dan  meninggalkan ibadahnya. Mereka menyembah Allah SWT dengan satu bentuk saja. Sedangkan orang yang disebut sebagai ahli ibadah  yang  mutlak ialah  yang  tidak  mempunyai  tujuan dalam ibadahnya, kecuali hanya mencari keridhaan  Allah  SWT  di  manapun  dia  berada, walaupun  dia  harus  mendahulukan urusan  yang  lainnya. Dia senantiasa berpindah-pindah dalam tingkatan ibadahnya,  setiap kali  ada kesempatan baginya untuk  meningkatkan  taraf peribadatannya. Dia akan memusatkan perhatiannya kepada amalan yang  sedang  dihadapinya  di manapun dia berada sampai tampak ada tingkatan lain yang  lebih  tinggi.  Dia  terus  meningkat sehingga berakhir perjalanan hidupnya.

Ketika Anda melihat ulama, dia berada di tengah-tengah mereka; jika  Anda  melihat  para  hamba,  maka  kamu  melihatnya di tengah-tengah  mereka;  jika  Anda  melihat para pejuang, maka kamu melihatnya berada  di  tengah-tengah  mereka;  jika  Anda melihat  orang  yang  berdzikir,  maka Anda akan melihatnya di tengah tengah  mereka;  jika  Anda  melihat  orang-orang  yang bershadaqah  dan  melakukan  kebajikan,  maka  Anda melihatnya bersama mereka; jika Anda melihat orang-orang yang  memusatkan perhatiannya  kepada  Allah SWT, maka Anda menemukannya berada di tengah-tengah mereka. Dia adalah hamba  yang  mutlak,  yang tidak  memiliki  bentuk,  tidak terikat, dan amal perbuatannya tidak ditujukan untuk  dirinya  sendiri,  walaupun  dia  tidak merasakan  kelezatan  dan  kenikmatan  beribadah.

Tetapi semua perbuatannya  hanya ditujukan untuk Tuhannya, walaupun kelezatan  dan  kenikmatan  beribadah itu ada pada orang lain. Orang seperti inilah  yang  dianggap  telah  dapat  mewujudkan “hanya  kepada-Mu  kami  menyembah  dan  hanya  kepada-Mu kami memohon pertolongan.” Dia melaksanakan ayat ini dengan  benar, mengenakan  pakaian yang  telah tersedia, memakan yang paling mudah, dan memusatkan perhatian terhadap perintah Allah setiap waktu,  menempati  tempat  duduk  yang  kosong  baginya, tidak melakukan ibadah yang mempunyai  keterkaitan,  tidak  memiliki bentuk  luar,  benar-benar bebas, dia terus berputar mengikuti arus persoalan yang dia hadapi,  beragama  dengan  agama  yang memerintahkan  dirinya,  merasa  senang  dengan kebenaran, dan merasa asing dengan kebathilan.

Dia  bagaikan  air  hujan,  di manapun  ia  diturunkan  selalu  membawa manfaat. Dia bagaikan pohon kurma yang pohonnya  tidak  gugur,  dan  semua  pohonnya bermanfaat   sampaipun kepada   durinya.  Dia  marah  kepada orang-orang yang menyimpang dari  jalan  Allah  dan  melanggar batas  haram  yang telah ditetapkan oleh-Nya. Dia milik Allah, dengan Allah dan bersama Allah. Dia  telah  bersahabat  dengan Allah dengan  khusyu’,  dan  bersahabat dengan manusia dengan penuh  keramahan.Bahkan,  ketika  dia   bersama   Allah,   dia mengucilkan  diri  dari  makhluk-Nya, dan menyepikan diri dari mereka. Ketika dia bersama makhluk-Nya, dia betul-betul berada di  tengah-tengah  mereka.  Betapa  unik dan langkanya manusia seperti ini! Betapa agung dan gembiranya  ketika  dia  bersama Allah  SWT,  karena  dia merasa tenang, dan damai di sisi-Nya. Hanya Allah ‘Azza wa Jalla tempat  kita  memohon  pertolongan, tempat kita bergantung, dan tempat kita kembali. 53

Catatan kaki:

43 Muttafaq ‘Alaih dari Anas, (al-Lu’lu’ wa al-Marjan, 1001) ^
44 Diriwayatkan oleh Ahmad dan Bukhari dari Miqdam (Shahih al-Jami’ as-Shaghir. 5546).^

45 Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Sa’id dalam al-Buyu’ (1209), dan di-hasan-kan olehnya dalam beberapa naskah; diriwayatkan oleh Ibn Majah dari Ibn Umar dalam at-Tijarat (2139) tetapi di dalam isnad-nya ada seorang rawi yang dha’if.^

46 Dalam al-Durar, al-Zarkasyi berkata: “Hadits ini tidak dikenal. Al-Mazi berkata: “Ini termasuk salah satu hadits gharib, yang tidak kita temukan di dalam salah satu kitab yang enam (al-Kutub al-Sittah). Dalam al-Mawdhu’ at al-Kubra. al-Qari berkata: “Maknanya benar.” Kemudian dia menguatkan pendapatnya dengan riwayat dari ‘Aisyah r.a. “Sesungguhnya pahalamu tergantung kepada usahamu.” (Lihat Kasyf al-Khafa’, 1: 155)^

47 Diriwayatkan oleh Thabrani dalam al-Kabir dan al-Awsath dari Ibn Mas’ud; diriwayatkan oleh Abu Ya’la dan al-Bazzar dari Anas. Di dalam kedua sanad ini terdapat sesuatu yang tertinggal sebagaimana dikatakan oleh al-Haitsami (8:191); diriwayatkan oleh Thabrani dalam tiga bentuk dari Ibn Umar: “Manusia yang paling dicintai oleh Allah adalah mereka yang paling bermanfaat untuk manusia…” Hadits ini dianggap hasan dalam Shahih al-Jami’ as-Shaghir (176)^

48 Sebagaimana diriwayatkan dalam hadits Abu Darda, yang diriwayatkan oleh Ahmad dan para penulis kitab Sunan, dan Ibn Hibban, sebagai yang tertulis dalam Shahih al-Jami’ as-Shaghir (6297) ^
49 Diriwayatkan oleh Bukhari dari Ali bin Abu Thalib.^
50 Diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim. dan para penyusun kitab sunan dari Abu Hurairah r.a. (Shahih al-Jami’ as-Shaghir, 6234)^
51 Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Umamah secara marfu’: “Sesungguhnya Allah, malaikat-Nya, dan penghuni langit dan bumi, sampaipun semut yang berada di dalam lubangnya, dan ikan hiu yang ada di lautan memanjatkan shalawat kepada orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia.” Dia berkata bahwa hadits ini adalah hasan shahih gharib (2686); dan diriwayatkan oleh Thabrani sebagaimana disebutkan dalam al-Majma’, (1:124).^

52 Merupakan bagian dari hadits Abu Darda, di atas, dengan sedikit perbedaan dalam redaksinya.^

53 Madarij al-Salikin, 1:85-90; cetakan Al-sunnah al-Muhammadiyyah.^

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *