Imam Syafi’i berkata: Sebagian manusia berbeda pendapat dalam masalah ini. Mereka berkata, “Kami sependapat dengan Anda bahwa seseorang yang berniat melaksanakan haji sunah atau berhaji dengan tanpa niat, maka haji tersebut dianggap sebagai haji wajib dalam Islam. Halitu berdasarkan beberapa atsar dan qiyas. Tapi kami tidak sependapat dengan Anda yang mengatakan bahwa orang yang berniat melaksanakan haji nadzar, hajinya dianggap sebagai haji wajib apabila ia belum melaksanakan haji wajibnya. Dengan alasan apa Anda menyamakan haji wajib dengan haji sunah?” Saya menjawab: Apabila seseorang sudah mampu melaksanakan ibadah haji, maka sejak ia baligh sampai meninggal dunia ia selalu berada dalam keadaan harus menunaikan haji wajib tersebut ketika melewati bulan-bulan haji, dan ia tidak bias mengganti kewajiban tersebut dengan kewajiban lain. Maka, ia tidak boleh melaksanakan haji nadzar sebelum melaksanakan haji wajib tersebut. Ini mengandung makna bahwa barangsiapa melaksanakan haji sunah padahal belum melaksanakan haji wajib, maka yang lebih didahulukan adalah haji yang wajib.
Imam Syafi’i berkata: Orang yang mempunyai dua kewajiban sekaligus, maka ia tidak boleh meninggalkan salah satu dari kewajiban tersebut. Yang boleh dilakukan adalah mendahulukan salah satu di antara dua kewajiban tersebut setelah itu melaksanakan kewajiban yang kedua. Orang yang belum melaksanakan kewajiban hajinya dan belum melaksanakan haji nadzarnya jika ia melaksanakan haji wajibnya, maka haji nadzarnya juga harus dilaksanakan dikemudian hari. Seseorang tidak boleh melakukan haji sunah ketika belum melaksanakan haji wajib. Apabila ada yang berpendapat bahwa seseorang boleh melakukan haji sunah padahal ia belum melaksanakan haji wajib, maka menurut kami hal itu sah dilakukan tapi ibadah haji sunah tersebut dianggap sebagai ibadah haji wajib bagi dirinya. Begitu juga yang terjadi terhadap haji sunah apabila seseorang belum melaksanakan haji nadzarnya yang hukumnya wajib.