Perbedaan harta yang digadaikan dan hak yang diperbolehkan untuk digadai

Imam Syafl’i berkata: Apabila pada seseorang terdapat tempat tinggal,
budak atau barang, Jalu ia berkata “Si fulan telah menggadaikannya kepadaku
karena hakku yang ada padanya”, namun orang yang dimaksud berkata “Aku
tidak menggadaikannya kepadamu, tapi aku hanya menitipkannya”, atau “aku
mewakilkannya kepadamu untuk mengurusnya”, atau “Engkau telah
merampasnya dariku”, maka yang dijadikan pedoman adalah perkataan pemilik
tempat tinggal, barang atau budak tersebut, sebab orang yang sedang menguasai harta-harta tersebut mengaku bahwa semua itu adalah milik orang lain. Hanya
saja ia mengklaim memiliki hak atasnya, maka klaimnya ini tidak menetapkan haknya pada harta-harta itu kecuali berdasarkan bukti.

Demikian pula apabila yang menguasai harta-harta tadi berkata, “Engkau telah menggadaikan kepadaku dengan tebusan 1000 Dirham”, namun pihak
yang satunya berkata “Engkau memiliki piutang padaku sebanyak 1000 Dirham, akan tetapi aku tidak menjadikan harta-harta ini sebagai gadai (jaminan) atas utang tersebut seperti yang engkau katakan”, maka yang dijadikan pedoman adalah perkataannya, dan ia menanggung utang 1000 Dirham tanpa gadai seperti pengakuannya. Gadai tidak sah hingga harta yang digadaikan sesuai dengan apa yang disebutkan.

Apabila pada seseorang terdapat tempat tinggal, lalu ia berkata “Fulan telah menggadaikannya kepadaku dengan tebusan 1000 Dirham, dan ia telah menyerahkannya kepadaku”, namun orang yang dimaksud berkata “Aku telah menggadaikan tempat tinggal itu kepadanya, namun aku tidak menyerahkannya, bahkan ia telah merampasnya dariku, atau tempat itu disewa oleh seseorang lalu si penyewa menempatkan penggadai di tempat itu, atau ia sendiri yang menyewanya dariku lalu ia tinggal padanya, namun aku tidak menyerahkan kepadanya sebagai gadai”, maka yang dijadikan pedoman adalah perkataan pemilik tempat tinggal. Sesuatu tidak dianggap sebagai gadai selama pemiliknya mengatakan, “Ia bukan gadai”. Selama pemilik harta mengatakan demikian, maka yang dijadikan pedoman adalah perkataannya. Begitu pula apabila pemilik harta mengaku menggadaikan hartanya namun penerima gadai belum menerimanya, maka harta tersebut tidak dianggap sebagai gadai.

Jika pada seseorang terdapat 1000 Dinar, lalu ia berkata “Si fulan menggadaikan 1000 Dinar ini dengan tebusan 100 Dinar atau 1000 Dirham”, sementara penggadai berkata “Aku menggadaikannya kepadamu dengan tebusan 1 Dinar atau 100 Dirham”, maka yang dijadikan pedoman adalah perkataan penggadai, sebab penerima gadai mengakui bahwa harta itu milik si penggadai, namun ia mengklaim memiliki hak atas penggadai. Jika perkataan penggadai tetap dijadikan pedoman pada saat ia mengaku menggadaikan hartanya tanpa tebusan apapun, maka tentu perkataannya lebih patut dijadikan pedoman pada saat ia mengaku menggadaikan hartanya dengan tebusan tertentu.

Apabila penggadai dan penerima gadai berselisih, dimana penerima gadai berkata “Engkau telah menggadaikan seorang budak bernama Salim dengan tebusan 100 Dirham kepadaku”, sementara penggadai berkata “Bahkan aku menggadaikan budakku kepadamu yang bernama Muwaffiq dengan tebusan 10 Dirham”, maka dalam kasus ini penggadai disuruh bersumpah dan Salim tidak dianggap sebagai gadai. Lalu penerima gadai memiliki hak atas penggadai sebanyak 10 Dirham. Apabila penerima gadai membenarkan bahwa Muwaffiq adalah budak yang digadaikan kepadanya.

Maka Muwaffiq dianggap sebagai gadai. Adapun bila penerima gadai tidak membenarkannya dan tetap bersikukuh bahwayang digadaikan adalah budak yang bemama Salim, maka baik Muwaffiq maupun Salim tidak dianggap sebagai gadai, karena penerima gadai menolak Muwaffiq sebagai budak yang digadaikan.
Jika seseorang berkata, “Aku telah menggadaikan tempat tinggalku kepadamu dengan tebusan 1000 Dinar”, namun pihak yang satunya berkata “Bahkan aku membelinya darimu dengan harga 1000 Dinar”, lalu masing- masing keduanya membenarkan telah melakukan serah-terima terhadap 1000 Dinar tersebut, maka dalam kasus ini kedua belah pihak disuruh bersumpah, dan 1000 Dinar itu menjadi tanggungan pihak yang mengambilnya tanpa ada gadai maupun jual-beli.

Serupa dengannya apabila seseorang berkata “Aku menggadaikan tempat tinggalku kepadamu dengan tebusan 1000 Dinar yang aku ambil darimu”, lalu pihak yang satunya berkata “Bahkan aku membeli dengan 1000 Dinar ini seorang budak darimu”, pada kasus ini kedua belah pihak disuruh bersumpah dan tempat tinggal tidak dianggap sebagai gadai, begitu pula budak tidak dianggap telah dijual. Pihak pertama menanggung 1000 Dirham tanpa gadai maupun jual-beli.

Sekiranya seseorang berkata “Aku telah menggadaikan kepadamu tempat tinggalku sebagai jaminan 1000 Dirham yang akan engkau berikan kepadaku. Namun engkau telah menerima tempat tinggal dan aku belum menerima 1000 Dirham tersebut”, tapi pihak yang satunya (yakni penerima gadai) berkata, “Bahkan engkau telah menerima 1000 Dirham”, pada kasus ini yang dijadikan pedoman adalah perkataan penggadai bahwa ia belum menerima 1000 Dirham. Hanya saja ia disuruh bersumpah untuk mengukuhkan perkataannya, lalu tempat tinggal keluar dari status gadai, sebab penerima gadai belum menyerahkan harta yang karenanya terjadi transaksi gadai.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *