Imam Syafi’i berkata: Apabila seseorang menggadaikan budak kepada orang lain dan telah diserahkan kepada penerima gadai, lalu penerima gadai mengklaim bahwa si budak melakukan kejahatan kepadanya atau kepada seseorang dimana penerima gadai sebagai wali orang itu, dan kejahatan ini dilakukan oleh si budak secara sengaja dan berlaku padanya hukum qishash, lalu budak yang digadaikan mengakui dakwaan namun penggadai mengingkarinya, atau si budak tidak mengakui dan penggadai tidak mengingkari, maka pengakuan budak mengikat baginya.
Pengakuan ini sama halnya dengan bukti yang memberatkannya. Sikap penerima gadai yang menerima budak itu sebagai gadai (sementara si budak telah melakukan kejahatan kepadanya) tidaklah membatalkan dakwaan si penerima gadai atas kejahatan si budak; baik sebelum gadai maupun sesudahnya, atau pada saat bersamaan dengan transaksi.
Pada kasus di atas, penerima gadai berhak memilih antara menuntut qishash atau memberi maaftanpa syarat, atau memberi maaf disertai bayaran. Jika penerima gadai memilih melakukan qishash, maka itu adalah haknya.
Apabila ia memilih memaafkan tanpa syarat, maka budak tetap berstatus gadai sebagaimana adanya, dan bila ia memilih memaafkan dengan bayaran, maka si budak dapat dijual karena kejahatannya, dan apa yang tersisa dari harganya setelah pembayaran denda kejahatannya dijadikan sebagai gadai.
Apabila budak yang sedang digadaikan melakukan kejahatan secara atau kepada siapa pun yang gadai berada padanya. Jika majikan meninggalkan pelaksanaan qishash dan memilih mengambil harga budaknya. kemudian ia ingin membebaskan peiaku kejahatan tanpa tuntutan apapun, maka tidak ada hak baginya melakukan hal itu. Harga budaknya tetap diambil dari peiaku kejahatan lalu dijadikan sebagai gadai.
Apabila pelaku kejahatan terhadap budakyang digadaikan adalah tiga budak lainnya, maka hakim dapat memberi pilihan kepada majikan budak yang terbunuh antara melaksanakan qishash, mengabil harga budaknya atau memberi maaf. Jika majikan memilih melaksanakan qishash atas mereka, maka hal itu adalah haknya menurut perkataan mereka yang memperbolehkan membunuh lebih dari satu orang karena membunuh satu orang.
Bila majikan memilih melakukan qishash terhadap salah seorang mereka, dan mengambil harga budaknya dari dua budak lainnya sesuai prosentase tanggungan mereka, maka ia berhak atas hal itu. Kedua budak tadi dapat dijual untuk membayar denda kejahatan mereka lalu harganya dijadikan sebagai gadai. Apabila seseorang menggadaikan budak, lalu si budak mengaku telah melakukan kejahatan secara sengaja dan berlaku qishash padanya, akan tetapi pengakuannya didustakan oleh penggadai dan penerima gadai, maka yang dijadikan pedoman adalah perkataan si budak. Adapun korban berhak memilih antara menuntut atau mengambil harta.
Adapun bila kejahatan tersebut disengaja namun tidak berlaku padanya hukum qishash atau kejahatan tidak disengaja, maka pengakuan budak tidak diterima pada saat masih berstatus budak. Apabila majikan budak yang digadaikan atau selain yang digadaikan mengaku bahwa budaknya telah melakukan kejahatan, dan apabila kejahatan itu berlaku qishash padanya, maka pengakuannya tidak diterima jika diingkari oleh si budak. Tapi bila kejahatan tidak berlaku qishash padanya, maka pengakuan majikan mengikat bagi budaknya, sebab ia adalah harta dan si majikan hanya mengakui sesuatu yang bersangkutan dengan hartanya.