Imam Syafi’i berkata: Semua yang halal untuk diambil oleh seseorang dari orang Islam itu ada tiga: Pertama, yang diwajibkan atas harta manusia dan mereka tidak dapat menolaknya karena jinayah (penganiayaan) mereka dan jinayah-jinayah orang lain yang mengambil darinya. Kedua, apa yang wajib pada harta mereka dari zakat, nadzar, kafarat dan yang semisal dengan itu. Ketiga, apa yang mereka wajibkan pada diri mereka sendiri, yang mereka ambil sebagai ganti dari penjualan, sewa-menyewa dan hibah untuk mengharap pahala dan yang semakna dengan itu. Apa yang mereka berikan dengan suka rela dari harta mereka, itu karena mencari satu dari dua sisi; yaitu pahala dari Allah, dan mengharap pujian dari orang.
Imam Syafi’i berkata: Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Tidak ada perlombaan selain pada anak panah, kuku kuda (hafir) dan kuku unta (khuj).
Imam Syafi’i berkata: Sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam
“Tidak ada perlombaan selain pada khuf, atau hafir atau anak panah. ” Hadits di atas menunjukkan dua makna; yaitu bahwa setiap anak panah itu dilemparkan dari busurnya, atau apa yang dapat membunuh musuh karena bencana senjata tadi. Setiap kuku (hafir) dari kuda, keledai, bighal dan setiap khuf dari unta bakht dan unta ‘ irab (namajenis unta) itu masuk dalam makna ini, halal padanya perlombaan. Makna kedua adalah, bahwa haram adanya perlombaan selain pada yang ini.
Imam Syafi’i berkata: Perlombaan itu ada tiga macam: pertama. perlombaan yang diberikan oleh wali negeri atau oleh Qrang lain yang bukan wali negeri, dari hartanya dengan cara suka rela. Yang demikian, seperti perlombaan pacuan kuda yang berlari dari suatu tempat ke tempat lain, dan perserta lomba diberi tanda khusus. Jika dikehendaki, maka diberikan juga nomor sampai nomor dua, tiga, empat dan seterusnya menurut jumlah yang ditentukan. Maka, apa yang ditetapkan untuk mereka itu adalah menurut yang ditetapkan, dan orang itu mendapatkan upah karena mengerjakan yang demikian itu. Orang itu pun boleh untuk mengambilnya. Ini adalah sisi atau segi yang tidak ada alasan untuk tidak membolehkan. Kedua, yang mengumpulkan dua segi. Yaitu dua orang yang bermaksud untuk berlomba, masing-masing tidak ingin mendahului yang lainnya, keduanya ingin kemenangan itu ada pada diri mereka. Tentu hal ini tidak boleh, kecuali ada seorang muhallil (yang menghalalkan).
Muhallil ini adalah seseorang yang berkuda atau lebih. Muhallil itu tidak boleh sebanding dengan kedua orang yang berlomba itu, keduanya tidak percaya bahwa mereka dapat didahului oleh muhallil itu. Apabila di antara keduanya ada muhallil, satu orang atau lebih, maka tidaklah mengapa keduanya mengeluarkan uang seratus, baik lebih atau kurang. Keduanya dapat meletakkan uang itu pada tangan seseorang yang dipercaya oleh keduanya atau ditanggung oleh keduanya akan jumlah tersebut. Keduanya berlari di antara muhallil. Jika keduanya didahului oleh muhallil, maka apa yang telah dikeluarkan keduanya adalah untuk muhallil. Jika salah seorang dari dua orang itu mendahului muhallil, maka ia yang mendapatkan uang itu dan uang temannya. Jika keduanya sampai secara bersamaan, keduanya tidak mengambil dari yang lainnya walaupun sedikit. Yang disebut dengan “mendahului” adalah, sekurang-kurangnya bahwa salah seorang dari keduanya melewati Al Hadi temannya atau sebagiannya atau dengan Al Katid atau sebagiannya. Rabi’ berkata: Al Hadi adalah leher kuda dan Al Katid adalah bahu kuda. Yang mengiringi adalah yang kedua dan muhallil adalah yang melempar bersamaku danAnda, dia sebanding (kehebatannya) dengan kedua penunggang kuda itu.
Imam Syafi’i berkata: Ketiga, bahwa yang didahului oleh salah seorang dari penunggang kuda, maka perlombaan ini untuknya bukan untuk temannya. Jika ia didahului temannya, maka perlombaan itu untuk temannya. Jika ia mendahului temannya, maka ia tidak dibayar oleh temannya dan ia dapat menyimpan kembali hartanya.