Imam Syafi’i berkata: Saya menghalalkan apa-apa yang telah dihalalkan untuk dimakan dari binatang ternak, binatang buruan dan burung. Di antara binatang-binatang tersebut ada yang haram berdasarkan nash dari Sunnah Rasulullah dan ada yang berdasarkan Kitabullah (Al Qur’an). Hal-hal yang diharamkan itu berarti sesuatu yang tidak baik dan berada di luar golongan binatang ternak. Allah berfirman, “Dihalalkan bagimu binatang ternak. ” (Qs. Al Maa’idah (5): 1) Allah juga berfirman, “Dihalalkan bagi kalian makanan yang baik-baik.” (Qs. Al Maa’idah (5): 4)
Imam Syafi’i berkata: Rasulullah SAW menyuruh kita untuk membunuh gagak, elang, kalajengking, tikus, dan anjing hutan. Hal ini menunjukkan bahwa binatang yang disuruh untuk dibunuh itu berarti haram untuk dimakan. Binatang-binatang tersebut boleh dibunuh walaupun oleh orang yang sedang ihram. Apabila binatang tersebut termasuk jenis burung dan binatang buruan (bukan binatang temak), maka untuk mengetahui apakah binatang-binatang tersebut halal atau haram, caranya adalah dengan melihat apakah orang-orang Arab biasa memakannya atau tidak. Apabila binatang tersebut biasa dimakan oleh orang Arab, maka binatang tersebut adalah halal. Namun jika binatang tersebut tidak biasa dimakan oleh orang Arab, maka binatang tersebut hukumnya haram.
Orang Arab tidak pernah memakan anjing, serigala, singa dan harimau, namun orang Arab biasa memakan dhaba’ (hewan liar yang bentuk dan besarnya mirip kambing), maka dhaba’ halal dimakan. Apabila orang yang sedang ihram membunuh dhaba maka ia harus membayar denda.
Diriwayatkan dari Nabi SAW bahwasanya dhaba’ itu biasa diburu dan dimakan. Dari sini kita bisa mengetahui bahwa Sunnah sejalan dengan Al Qur’an, yaitu mengharamkan binatang-binatang yang diharamkan oleh orang Arab dan menghalalkan apa yang mereka halalkan.
Binatang-binatang yang boleh dibunuh oleh orang yang sedang ihram berarti binatang tersebut tidak halal dimakan. Oleh karena itu, kita tidak boleh memakan rakhm (burung buas yang badannya sangat besar), bughats (burung yang badannya lebih kecil dari rakham), elang, syahin (burung sejenis elang), bazi (mirip elang), bawasyiq (burung- burung kecil), kumbang,a ‘lan (binatang kecil yang berada di tanah dan di kotoran), bengkarung, luhaka ’ (hewan kecil yang suka berada di pasir), laba-laba, tawon, dan segala binatang yang tidak biasa dimakan oleh orang Arab. Kita boleh memakan binatang yang biasa dimakan oleh orang Arab, seperti: biawak, kelinci, burung unta, keledai liar, dhaba’, pelanduk dan lain-lain.
Imam Syafl’i berkata: Demikian juga kita boleh memakanya arbu’ (hewan human yang bentuknya dan besamya seperti tikus) dan landak.
Imam Syafl’i berkata: Adapun unta dan binatang yang biasa memakan kotoran (tahi) yang sudah kering (termasuk burung), maka dagingnya haram dimakan sebelum membah kebiasaan makannya (tidak makan tahi lagi) sehingga keringat dan kotorannya berubah. Apabila keringat dan kotorannya sudah berubah (dengan membah kebiasaannya), maka binatang-binatang tersebut halal dimakan.
Menurut sebagian Atsar, perubahan pola makan pada unta membutuhkan waktu selama 40 hari, dan pembahan pada kambing lebih cepat daripada unta. Sementara perubahan yang terjadi pada ayam membutuhkan waktu selama 7 hari.