Pembahasan tentang Jual-Beli

Imam Syafi’i berkata: Allah Subhanahu wa Ta ’ala telah berfirman dalam Al Qur’an, “Hai orang-orangy ang beriman,janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali denganjalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. ” (Qs. An-Nisaa'(4): 29) Pada ayat yang lain disebutkan, “Padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. ” (Qs. A1 Baqarah(2): 275)

Imam Syafi’i berkata: Allah telah menyebutkan katajual-beli dalam kitab suci-Nya, Al Qur’an, bukan hanya pada satu tempat yang menunjukkan diperbolehkannya jual-beli. Penghalalan Allah terhadap jual-beli itu mengandung dua makna; salah satunya adalah bahwa Allah menghalalkan setiap jual-beli yang dilakukan oleh dua orang pada barang yang diperbolehkan untuk diperjual-belikan atas dasar suka sama suka. Inilah yang lebih nyata maknanya. Makna yang kedua adalah, Allah Azza wa Jalla menghalalkan praktik jual-beli apabila barang tersebut tidak dilarang oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sebagai individu yang memiliki otoritas untuk menjelaskan apa-apa yang datang dari Allah akan arti yang dikehendaki-Nya. Oleh karena itu, Rasulullah mampu menjelaskan dengan baik segala sesuatu yang dihalalkan ataupun yang diharamkan-Nya.

Imam Syafi’i berkata: Pada prinsipnya, semua praktik jual-beli itu diperbolehkan apabila dilandasi dengan keridhaan (kerelaan) dua orang yang diperbolehkan mengadakan jual-beli barang yang diperbolehkan kecuali jual-beli yang dilarang oleh Rasulullah. Dengan demikian, apa yang dilarang Rasulullah secara otomatis diharamkan dan masuk dalam makna yang dilarang.

Imam Syafi’i berkata: Pokok jual-beli itu ada dua macam. Pertama, jual-beli menurut sifat barang yang menjadi tanggungan penjual. Apabila telah ada sifat tersebut, maka si pembeli tidak diperbolehkan untuk melakukan khiyar pada barang yang ada dan yang telah sesuai sifatnya. Kedua, jual-beli suatu benda yang menjadi tanggungan penjual benda itu, yang akan diserahkan oleh penjual kepada pembeli.

Apabila benda tersebut rusak, maka penjual tidak dapat menanggung selain benda yang telah dijualnya. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa (seseorang) tidak diperbolehkan melakukan transaksi, kecuali dengan dua cara ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *