Pembagian Harta Zakat (Bagian Kedua)

Imam Syafi’i berkata: Allah mewajibkan kepada kaum muslimin untuk memberikan sebagian hartanya (zakatnya) kepada orang lain yang berhak menerima zakat tersebut dari kalangan kaum muslimin yang membutuhkannya. Si pemilik harta tidak berhak menahan sebagian harta yang hams mereka berikan kepada orang-orang yang berhak, atau kepada para wali negeri (petugas zakat). Begitu juga para petugas zakat tidak boleh membiarkan harta zakat tersebut masih berada di tangan pemiliknya, karena parawalitersebut diberi amanat untukmenarik harta zakat tersebut dari orang-orang yang berhak mengeluarkannya untuk diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Allah Azza wa Jalla berfirman kepada Nabinya SAW, “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka.” (Qs. At-Taubah (9): 103)

Imam Syafi’i berkata: Kami belum pernah mengetahui bahwa Rasulullah SAW mengundurkan (menarik) zakat lewat satu tahun (Rasulullah SAW belum pernah dalam satu tahun tidak menarik zakat). Abu BakarAsh-Shiddiq RA berkata, “Seandainya mereka tidak menyerahkan kepadaku seekor anak kambing yang biasa mereka serahkan kepada Rasulullah SAW, niscaya aku akan memerangi mereka. Jangan kalian memisah-misahkan sesuatu yang telah Allah kumpulkan.’’

Imam Syafi’i berkata: Rasulullah SAW bersabda, “Unta, yang jumlahnya kurang dari 5 ekor tidak wajib dizakati, tamar (kurma kering) yang kurang dari 5 wasak tidak wajib dizakati, dan perak yang jumblahnya kurang dari 5 ‘uqiyah juga tidak wajib dizakati.”

Imam Syafi’i berkata: Yang menjadi pembicaraan umum orang awam adalah bahwa zakat dari buah-buahan itu adalah 1/10, di dalam binatang ternak itu ada sedekahnya (zakatnya), dan di dalam perak itu juga ada zakatnya. Rasulullah SAW telah memberi nama terhadap semua itu dengan nama sedekah, sedangkan orang-orang Arab biasa mengatakan sedekah dengan zakat. Maksud dari kedua perkataan tersebut (sedekah dengan zakat) menurut mereka adalah satu makna.

Imam Syafi’i berkata: Yang dimaksud dengan orang fakir (dalam pembagian zakat) adalah orang-orang yang membutuhkan bantuan. Begitu juga seluruh asnaf yang berjumlah delapan, telah sebutkan oleh Allah bahwa mereka adalah orang-orang yang membutuhkan bantuan. Jadi, delapan aswa tersebut hanya diberi zakat berdasarkan alasan bahwa mereka adalah orang-orang yang membutuhkan bantuan, bukan semata-mata berdasarkan nama asnaf (kelompok) saja. Apabila ada seorang ibnu sabil (orang yang akan mengarungi perjalanan jauh) dan ia adalah orang yang kaya, maka ia tidak boleh diberi harta zakat. Ibnu sabil yang diberi zakat hanyalah mereka yang membutuhkan bantuan senjata (perbekalan) pada hari dimana ia membutuhkan bantuan tersebut. Apabila sebagian asnaf tidak ada, maka harta zakat diberikan kepada asnaf yang ada yang telah disebutkan oleh Allah. Misalnya apabila hanya terdapat orang-orang fakir, miskin dan gharim, sementara asnaf yang lain tidak ada, maka harta zakat yang mestinya diberikan kepada delapan asnaf diberikan kepada tiga asnaf yang ada. Dari Abdullah bin Adi bin Khiyar, ia mengatakan. “Ada dua orang laki-laki yang mengkhabarkan kepadanya bahwa dua laki-laki tersebut datang kepada Rasulullah SAW untuk meminta harta zakat. Lalu Rasulullah SAW melihat kedua orang tersebut dari atas sampai bawah dan bersabda, ‘Jika kalian berdua memang menghendaki (harta zakat, maka akan kami berikan). Tapi tidak ada bagian zakat bagi orang kaya dan bagi orang yang untuk berusaha (mencari nafkah) ”

Imam Syafi’i berkata: Dari Atha’ bin Yasar bahwasanya Rasulullah SAW bersabda. ‘Tidak halal harta zakat diberikan kepada orangkaya kecuali lima golongan; yaitu orangyang akan berperang dijalan Allah, amil zakat, gharirn (orangyangterlilit utang), seorang budak yang akan memerdekakan dirinya dengan cara membayar tebusan (budak mukatab), dan seseorang yang mempunyai tetangga yang miskin lalu ia bersedekah (menjamin nafkah) kepada tetangga yang miskin, lalu tetangga yang miskin tersebut memberikan hadiah kepada orangyang kaya itu. ”

Imam Syafi’i berkata: Seorang amil mendapat bagian zakat dengan bagian yang bisa mencukupi kebutuhan hidupnya (yang bisa mengeluarkan dirinya dari deraj at orang miskin), dan tidak boleh lebih dari itu. Apabila ia orang yang berkecukupan, maka ia diberi harta zakat sebagai upah atasjerih payahnya. Sedangkan muallaf terdiri dari dua macam: Pertama: Orang-orang muallaf yang berjihad bersama kaum muslimin sehingga dapat memperkuat barisan mereka. Dalam kondisi seperti ini, saya berpendapat bahwa mereka haras diberi bagian yang merapakan bagianNabi SAW, yaitu 1/25 diluar bagian mereka bersama kaum muslimin, apabila mereka betul-betul berjuang bersama kaum muslimin. Dalam hal pembagian ghanimah (harta rampasan perang) Allah mengkhususkan bagian tertentu (1/5) kepada Nabi-Nya, lalu Nabi SAW mengembalikan bagian yang 1/5 tersebut untuk kemashlahatan kaum muslimin. Beliau SAW bersabda, “Aku tidak mendapat bagian dari ghanimah kecuali 1/5, dan bagian yang 1/5 tersebut aku kembalikan kepada kalian.” Kedua: Orang-orang muallaf contohnya seperti Shafwan bin Umayyah, dimana Rasulullah SAW pernah memberi (bagian zakat atau ghanimah) kepada Shafwan bin Umayah sebelum ia masuk Islam, akan tetapi ia pernah meminjamkan atau menyewakan peralatan dan persenjataan kepada Rasulullah SAW. Beliau SAW berkata tentang dirinya ketika ia dan pasukannya dikalahkan oleh kaum muslimin dengan perkataan yang lebih baik daripada perkataan Rasulullah terhadap penduduk Makkah yang masuk Islam ketika terjadinya penaklukan kota Makkah. Ketika kaum muslimin dan para sahabat Nabi SAW menderita kekalahan pada perang Hunain di pagi hari, ada seseorang yang berkata kepada Shafwan bin Umayah, “Suku Hawazin telah memenangkan peperangan dan Muhammad terbunuh.” Lalu Shafwan berkata kepada orang itu, “Lebih baik mulutmu disumbat dengan batu. Demi Allah, Tuhan orang Quraisy lebih aku sukai daripada Tuhan suku Hawazin.” Setelah itu Shafwan bin Umayyah masuk Islam bersama kaumnya dari suku Quraisy.

Imam Syafi’i berkata: Sepengetahuanku tidak ada satu riwayatpun yang menyatakan bahwa Umar, Utsman atau Ali memberikan harta zakat kepada seseorang agar orang tersebut cenderung atau tertarik kepada Islam, karena Allah telah memuliakan dan mengangkat derajat Islam sehingga tidak perlu lagi orang-orang kafir dirayu untuk masuk Islam. Adapun yang dimaksud dengan riqab adalah budak-budak mukatab, yaitu budak-budak yang akan merdeka dengan membayar sejumlah tebusan. Wallahu ‘alam. Adapun gharim adalah setiap orang yang mempunyai utang, apakah ia mempunyai harta yangbisa dipakai untuk membayar utang atau tidak. Adapun gharim yang berhak menerima zakat adalah gharim ketika ia berutang dalam rangka untuk membayar suatu tebusan, berutang karena tertimpa suatu musibah, atau ia berutang bukan untuk perbuatan fasik, boros serta maksiat. Orang yang berutang untuk keperluan maksiat,maka saya berpendapat bahwa ia tidak berhak menerima harta zakat dan tidak bisa dimasukkan ke dalam golongan fisabilillah. Seandainya ada suatu kaum yang tidak mau membayar zakat, lalu ada sekelompok orang yang membantu pemerintah untuk menarik harta zakat dari kaum tersebut, maka dalam hal ini aku berpendapat bahwa sekelompok orang tersebut berhak menerima zakat. Sedangkan ibnu sabil yang berhak menerima zakat adalah orang yang akan bepergian ke suatu negeri yang bukan merupakan negerinya, sementara tidak ada orang yang membantunya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *