Imam Syafi’i berkata: Ibnu Abbas radhiyallahu anhu berkata, “Sesungguhnya yang dilarang Rasulullah shallallahu alaihiwasallam dalam haljual-beli adalah makanan yang dijual sebelum diterima (oleh pembeli).” Sebenarnya, Ibnu Abbas mengemukakan hal itu berdasarkan pendapatnya sendiri. Saya sendiri tidak menduga setiap sesuatu melainkan sama dengannya. Hal ini sebagaimana pendapat Ibnu Abbas, wallahu a ‘lam, karena sesungguhnya pada makanan itu ada suatu makna yang tidak ada pada benda lainnya dari berbagai macamjual-beli yang ada, dan tidak ada makna yang diketahui kecuali satu; yaitu misalnya apabila saya membeli sesuatu dari seseorang, maka sebenarnya saya membeli darinya suatu benda atau suatu jaminan.
Apabila saya membeli suatu jaminan darinya, maka hal itu bukanlah suatu benda. Terkadang orang tersebut menjadi bangkrut, padahal saya telah menjual sesuatu sebagai jaminan atas orang yang darinya saya membeli, dan saya sendiri telah menjual kepadanya sebelum barang itu berada dalam urusan dan milik saya secara sempurna. Oleh karena itu, tidak diperbolehkan bagi saya untuk menjual sesuatu yang bukan menjadi milik saya secara sempurna. Apabila saya membeli suatu benda darinya, lalu benda tersebut rusak, makajual-beli antara saya dengannya itu tidak sah atau batal.
Imam Syafi’i berkata: Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman dalam Al Qur’an, “Dan Allah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. ” (Qs. AL Baqarah (2): 275) Kemudian Allah Subhanahu wa Ta ’ala juga berfirman, “Dan janganlah kalian memakan harta dlantara kalian dengan carayang batil, melainkan melalui jalan perniagaan yang dilakukan secara suka sama suka di antara kalian. ” (Qs. An-Nisaa’ (4): 29) Setiap jual-beli yang dilakukan atas dasar suka sama suka dari dua orang yang melakukan jual-beli, maka jual-beli terseout boleh dengan adanya tambahan pada semua jual-beli, kecuali jual-beli yang diharamkan Rasulullah. Segala sesuatu yang dimakan dan diminum oleh manusia itu tidak boleh dijual sedikit pun melainkan dengan jenis yang sama.
Apabila makanan itu dapat ditimbang atau ditakar, maka sebaiknya ditimbang dan ditakar terlebih dahulu. Hal itu berlaku pula pada emas, perak, dan semua jenis makanan. Apabila dua orang yang melakukan penukaran atau jual-beli itu berpisah sebelum saling menerima barang tersebut,maka jual-beli antara keduanya tidak sah.
Apabila ada perbedaan pada dua jenis barang, namun tidak ada riba pada sebagiannya terhadap sebagian yang lainnya, maka penjualan seperti itu diperbolehkan dengan satu barang, dua atau lebih yang harus dilakukan secara kontan dan tidak boleh terdapat sisi nasi’ah.
Imam Syafi’i berkata: Selain itu,jenis makanan yang dapat dimakan oleh hewan ternak tetapi tidak dapat dimakan oleh manusia seperti qaradz (daun salam), qadhab, biji-bijian, dan rumput; kemudian jenis benda yang tidak dimakan seperti kertas, kain dan lain sebagainya, atau seperti bintang, maka diperbolehkan untuk melebihkan sebagian atas sebagian yang lain asal dilakukan secara langsung dan juga tidak dengan nasi’ah. Hal itu dikarenakan ia termasuk dalam kategori jual-beli yang dihalalkan Allah dan terhindar dari kategori jual-beli yang diharamkan Rasulullah.
Imam Syafi’i berkata: Dari Jabir bin Abdullah bahwasanya Rasulullah pernah membeli satu orang budak sahaya dengan dua orang budak sahaya.
Imam Syafi’i berkata: Diperbolehkan untuk meminjamkan hewan kecuali anak-anaknya. Sedangkan menurut pendapat saya, meminjamkan anak-anak hewan adalah makruh hukumnya. Hal itu disebabkan karena barangsiapa meminjam hamba sahaya wanita, maka ia harus mengembalikan hamba sahaya tersebut.
Apabila seseorang menjual seekor kambing dengan harga beberapa dinar dengan cara jatuh tempo, lalu waktunya telah tiba, kemudian orang itu diberikan seekor kambing dari jenis yang sama ataupun yang tidak sama, maka hal itu diperbolehkan. Namun tidak diperbolehkan seseorang melakukan hal seperti itu, kecuali jika orang tersebut hadir. Tidak ada kebaikan melakukan pembayaran di muka, kecuali jika semua itu terjamin dan nampak aman untuk kembali (seperti semula). Barangsiapa membeli suatu barang atau seekor hewan dengan pembayaran di muka, dan apabila telah sampai batas waktu dan penjualnya meminta untuk membelinya dengan harga yang sama, lebih sedikit, lebih banyak, atau dengan benda lain dimana benda tersebut berbeda dengan benda yang lalu atau sama, maka tidak diperbolehkan untuk menjualnya dalam keadaan bagaimanapun juga, karena hal itu sama saja dengan menjual sesuatu yang belum diterima.
Imam Syafi’i berkata: Diperbolehkan membayar di muka untuk segala sesuatu yang bisa dibayarkan di muka, baik sekarang atau hingga pada batas waktu.Jika batas waktu telah usai, maka harus dibeli sesuai dengan sifatnya itu secara tunai.
Apabila seseorang membeli kain wol dengan cara pembayaran di muka, maka tidak diperbolehkan baginya untuk membayar di muka, kecuali dengan timbangan dan sifat yang telah diketahui. Tidak diperbolehkan membayar di muka dengan bilangan, karena dikhawatirkan adanya perbedaan. Barangsiapa membeli suatu barang perniagaan dari seseorang, lalu ia meminta agar dibatalkan pembelian barangtersebut dengan cara penjual itu memberinya sesuatu, atau pembeli memberinya dengan cara tunai atau dengan kredit, maka pembatalan atas penambahan dan pengurangan dalam hal itu tidak diperbolehkan, karena sebenamya pembatalan itu merupakan pembatalan jual-beli. Dua orang yang melakukan transaksi jual-beli dengan cara pembayaran di muka dan lainnya itu boleh melakukan khiyar selama keduanya belum berpisah dari tempat di mana keduanya melakukan transaksi jual-beli.
Apabila kedua orang yang melakukan transaksijual-beli itu berpisah, atau salah seorang dari keduanya melakukan khiyar atas yang lain setelah terjadi transaksi jual-beli, lalu ia memilih penjualan, maka khiyarnya terputus. Barangsiapa membeli makanan atau yang lainnya dengan cara pembayaran di muka hingga batas waktu tertentu, lalu batas waktunya telah habis, kemudian ia pun mengambil sebagian dari yang dibayarkan di muka, atau si penjual membatalkan sisanya, maka hal itu diperbolehkan.
Imam Syafi’i berkata: Pada hakikatnya jual-beli itu diperbolehkan atas tiga hal: Pertama, penjualan benda dengan benda yang ada di tempat. Kedua, penjualan benda yang tidak ada di tempat. Apabila benda itu terlihat oleh pembeli, maka ia dapat berkhiyar padanya. Selain itu, benda yang tidak ada di tempat tidak layak untuk dijual dengan berdasarkan kepada sifat dan tidak dengan cara batas waktu tertentu, karena terkadang benda itu dapat diketahui sebelum jaluh tempo, lalu orang tersebut membeli sesuatu yang dilarang baginya sedangkan ia sendiri sanggup untuk mendapatkannya; dan bahkan terkadang benda itu rusak sebelum diperolehnya, hingga akhirnya benda tersebut tidak terjamin. Ketiga, penjualan dengan sifat yang terjamin.
Apabila benda tersebut dibawa oleh seseorang yang memiliki sifat ini, maka sifat itu layak bagi orang yang membelinya, dan disyaratkan agar benda itu dibawa ke tempat manapun yang dikehendaki oleh pembeli.
Imam Syafi’i berkata: Barangsiapa menjual suatu barang perniagaan hingga batas waktu tertentu dan barang tersebut telah diterima pembeli, maka diperbolehkan baginya untuk menjual barang yang telah dibelinya itu dengan kurang atau lebih dari harganya, dengan cara kredit ataupun tunai, karena hal itu adalah penjualan baru dan bukan penjualan yang pertama lagi. Diperbolehkan bagi seseorangmenjual sesuatu yang tidak ada asalnya dengan cara pembayaran di muka. Apabila seseorang memperlihatkan suatu barang perniagaan kepada orang lain sambil mengatakan “Belilah barang ini. niscaya saya akan memberikan keuntungan kepada Anda sekian”, kemudian orang tersebut membelinya, maka pembelian itu diperbolehkan. Sementara orang yang mengatakan “Saya akan memberikan keuntungan kepada Anda sekian”, itu adalah dengan cara khiyar. Jika ia menginginkan, maka penjualan itu dapat diteruskan atau ditinggalkan.
Begitu pula halnyajika ia mengatakan “Belilah suatu barang untuk saya”, kemudian ia pun menerangkan sifat barang tersebut kepadanya, atau ia mengatakan “Belilah barang apapun yang Anda kehendaki dan saya akan memberikan keuntungan dari barang tersebut kepada Anda”, sebenarnya semua itu sama dan penjualan yang pertama itu diperbolehkan. Sesungguhnya ini merupakan sesuatu yang diberikan dari dirinya dengan cara khiyar. Sebenarnya sama saja apa yang telah saya terangkan jika ia mengatakan “Saya menerima penjualannya dan saya akan membelinya dari Anda dengan cara tunai atau kredit”. Dengan demikian, penjualan pertama diperbolehkan dan kedua orang tersebut dapat berkhiyar pada penjualan yang terakhir. Apabila keduanya memperbaharuinya, maka penjualan itu diperbolehkan.
Apabila kedua orang tersebut mengadakan jual-beli dengan mengharuskan hal yang pertama bagi keduanya, maka jual-beli itu dihapuskan dari dua sisi: Pertama, kedua orang tersebut mengadakan jual-beli sebelum barang itu dimiliki oleh penjual. Kedua, dengan dalih bahwa jika Anda membelinya atas hal yang demikian itu, maka saya akan memberikan keuntungan sekian kepada Anda. Apabila seseorang membeli makanan dari orang lain dengan harga 1 Dinar dengan syarat bahwa dinar itu akan diberikannya setelah satu bulan kecuali jika si pembeli itu menjual makanan tersebut sebelum itu kemudian orang itu memberinya sesuatu yang telah dijualnya dari makanan itu, maka tidak ada kebajikan dalam jual-beli ini, karena ia menggunakan batas waktu yang tidak diketahui. Jika ia menjualnya hingga sebulan dan tidak mensyaratkan sesuatu yang lebih daripada akad tersebut, lalu ia berkata kepada si penjual “Jika Anda telah menjual barang itu, maka saya akan memberikan kepada Anda sebelum sebelum”, maka yang demikian itu diperbolehkan. Hal itu sebenarnya termasuk janji. Jika ia mau, ia dapat menepati; dan jika ia mau pula, ia dapat mengingkarinya, karena jual-beli itu tidak batal hingga ia berada dalam akad.