Menerangkan Banyaknya Jalan-jalan Kebaikan

Allah Ta’ala berfirman:

“Dan apa saja yang engkau semua lakukan dari kebaikan, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahuinya.” (al-Baqarah: 215)

Allah Ta’ala berfirman lagi:

“Dan apa saja yang engkau semua lakukan dari kebaikan, pasti Allah Maha Mengetahuinya.” (al-Baqarah: 197)

Allah Ta’ala berfirman pula:

“Maka barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat timbangan debu, maka Ia akan mengetahuinya di akhirat nanti memperoleh balasannya.” (az-Zalzalah: 7)

Juga Allah Ta’ala berfirman:

“Barangsiapa yang melakukan amal shalih, maka perbuatannya Itu akan menguntungkan dirinya sendiri.” (al-Jatsiyah: 15) Ayat-ayat yang berhubungan dengan bab ini amat banyak sekali.

Adapun Hadis-hadis yang menguraikan bab ini juga amat banyak sekali dan tidak dapat diringkaskan keseluruhannya. Maka itu akan kami sebutkan sebagian daripada Hadis- hadis tersebut:

Pertama: Dari Abu Zar, yaitu Jundub bin Junadah r.a., katanya: “Saya berkata: Ya Rasulullah, amalan manakah yang lebih utama – banyak fadhilahnya?” Beliau s.a.w. menjawab: “Yaitu beriman kepada Allah dan berjihad untuk membela agamaNya.” Saya bertanya lagi: “Hambasahaya manakah yang lebih utama?” Beliau s.a.w. menjawab: “Yaitu yang dipandang terindah bagi pemiliknya serta yang termahal ”

Saya bertanya pula: “Jikalau saya tidak dapat mengerjakan itu yakni berjihad fi sabilillah ataupun memerdekakan hambasahaya yang mahal harganya, maka apakah yang dapat saya lakukan?” Beliau s.a.w. bersabda: “Berilah pertolongan kepada seseorang pekerja  shani’ atau engkau mengerjakan sesuatu kepada seseorang yang kurang pandai bekerja  akhraq.” Saya berkata pula: “Ya Rasulullah, bukankah Tuan telah mengetahui, jikalau saya ini lemah sekali dalam sebagian pekerjaan?” Beliau s.a.w. bersabda:

“Tahanlah keburukanmu, jangan sampai mengenai orang banyak, amalan sedemikian itupun merupakan sedekah daripadamu untuk dirimu sendiri yakni tidak mengganggu orang lain.” (Muttafaq ‘alaih)

Lafaz Shani’ yang artinya pekerja dengan menggunakan shad muhmalah, itulah yang masyhur. Tetapi ada riwayat lain yang menyebutkan bahwa kalimat itu berbunyi dha-i’, yakni dengan mu’jamah dhad, maka artinya ini ralah orang yang mempunyai banyak apa- apa yang hilang, misalnya karena kefakirannya ataupun karena kekurangan keluarga- keluarganya dan lain-lain lagi. Adapun akhraq itu artinya ialah orang yang tidak dapat memperbaguskan apa-apa yang sedang diusahakan untuk mengerjakannya.

Kedua: Dari Abu Zar r.a. juga bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:

“Setiap ruas tulang dari seseorang di antara engkau semua itu setiap paginya hendaklah memberikan sedekahnya, maka tiap setasbihan bacaan Subhanallah adalah sedekah, tiap setahmidan -bacaan Alhamdulillah – adalah sedekah, tiap setahlilan bacaan La ilaha illallah adalah sedekah, tiap setakbiran – bacaan AllahuAkbar – adalah sedekah, memerintah pada kebaikan adalah sedekah, melarang kemungkaran adalah sedekah dan yang sedemikian itu dapat dicukupi diimbangi pahalanya oleh dua rakaat yang seseorang itu bersembahyang dengannya di waktu dhuha antara sedikit setelah terbitnya matahari sampai matahari di tengah-tengah atau istiwa’.” (Riwayat Muslim)

Ketiga: Dari Abu Zar juga, katanya: “Nabi s.a.w. bersabda: “Ditunjukkanlah padaku amalan-amalan ummatku, yang baik dan yang buruk. Maka saya mengetahuinya dalam golongan amalan-amalan yang baik adalah menyingkirkan sesuatu yang berbahaya dari jalan, sedang dari golongan amalan-amalan yang buruk ialah dahak yang dilakukan di dalam masjid dan tidak ditanam.”(Riwayat Muslim)

Keempat: Dari Abu Zar pula, bahwasanya orang-orang sama berkata: “Ya Rasulullah, orang-orang yang kaya raya sama pergi dengan membawa pahala yang banyak – karena banyak pula amalannya. Mereka itu bersembahyang sebagaimana kita juga bersembahyang, mereka berpuasa sebagaimana kita juga berpuasa, tambahan lagi mereka dapat bersedekah dengan kelebihan harta-harta mereka. Rasulullah s.a.w. bersabda:

“Bukankah Allah telah menjadikan untukmu semua sesuatu yang dapat engkau semua gunakansebagai sedekah. Sesungguhnya datam setiap tasbih adalah merupakan sedekah, setiap takbir merupakan sedekah, setiap tahmid merupakan sedekah, setiap tahlil merupakan sedekah, memerintahkan kebaikan juga sedekah, melarang kemungkaran itupun sedekah pula dan bahkan dalam bersetubuhnya seseorang dari engkau semua itupun sedekah.”

Para sahabat berkata: “Ya Rasulullah apakah seseorang dari kita yang mendatangi syahwatnya itu juga memperoleh pahala?” Beliau s.a.w. bersabda:

“Adakah engkau semua mengerti, bagaimana jikalau syahwat itu diletakkannya dalam sesuatu yang haram, adakah orang itu memperoleh dosa? Maka demikian itu pulalah jikalau ia meletakkan syahwatnya itu dalam hal yang dihalalkan, iapun memperoleh pahala.” (Riwayat Muslim)

Ad-dutsuur, dengan tsa’ yang bertitik tiga buah, artinya harta benda yang melimpah ruah, mufradnya berbunyi Ditsrun.

Keterangan:

Yang menghadap Nabi s.a.w. ini adalah dari golongan kaum Muhajirin (orang- orangyangsama berpindah mengikuti Nabi s.a.w. dari Makkah ke Madinah) yang fakir-fakir. Jadi pokoknya mereka mengadu karena merasa kurang pahalanya kalau dibanding dengan orang-orang yang kaya-kaya itu, sebab merasa tidak dapat bersedekah karena miskinnya.

Setashbih, yakni sekali membaca tasbih (Subhanallah). Takbir yaitu membaca Allahu Akbar. Tahmid yakni bacaan Alhamdulillah dan Tahlil yaitu La ilaha illallah.

Dalam kemaluan isteripun ada sedekahnya yakni bersetubuh itupun ada pahalanya seperti pahala sedekah.

Menyampaikan syahwat dalam keharaman yakni melacur atau berzina.

Kelima: Dari Abu Zar lagi, katanya: “Nabi s.a.w. bersabda kepadaku:

“Janganlah engkau menghinakan sesuatu kebaikan sedikitpun, sekalipun  hanya dengan jalan engkau menemui saudaramu dengan wajah yang berseri-seri.” (Riwayat Muslim)

Keenam: Dari Abu Hurairah r.a., katanya: “Rasulullah s.a.w. bersabda:

“Setiap ruas tulang dari para manusia itu harus memberikan sedekah setiap harinya yang di situ terbitlah matahari. Berlaku adil antara dua orang itupun sedekah, ucapan yang baik itupun sedekah, dengan setiap langkah yang dijalaninya untuk pergi shalat juga sedekah, melemparkan apa-apa yang berbahaya dari jalan itu juga sedekah.” (Muttafaq ‘alaih)

Imam Muslim meriwayatkan juga dari riwayat Aisyah radhiallahu ‘anha, katanya: “Rasulullah s.a.w. bersabda:

“Bahwasanya setiap manusia dari Bani Adam itu dijadikan atas tigaratus enampuluh ruas tulang. Maka barangsiapa yang bertakbir kepada Allah, bertahmid kepada Allah, bertahlil kepada Allah, bertasbih kepada Allah, mohon pengampunan kepada Allah, suka melemparkan batu dari jalan para manusia, ataupun duri ataupun tulang dari jalan orang banyak, atau memerintahkan kebaikan atau melarang kemungkaran, sebanyak tigaratus enampuluh kali banyaknya, maka sesungguhnya orang itu bersore-sore pada hari itu dan ia telah menjauhkan dirinya dari neraka.”

Keterangan:

Berlaku adil yang dimaksudkan dalam Hadis ini seperti waktu memberi pulusan pada dua orang yang sedang berselisih adalah sebesar-besar pahala dalam arti sedekah ini. Ingatlah firman Allah:

“Tidak ada kebaikan sama sekali di dalam bisik-bisik mereka itu. Kecuali orang yang menyuruh bersedekah dan kebaikan atau yang mendamaikan antara para manusia. Dan barangsiapa yang suka melakukan sedemikian itu untuk mencari keridhaan Allah, maka padanya oleh Allah diberi pahala yang besar sekali.”

Perkataan yang baik itu seperti memberi nasihat, menunjukkan orang yang tersesat jalan dan lain-lain.

Menghindarkan bahaya dari jalan misalnya bahaya itu ialah batu, pecahan kaca, paku dan lain-lain agar tidak mengenai kaki orang yang melaluinya.

Ketujuh: Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi a.w.,sabdanya:

“Barangsiapa yang pergi ke masjid pagi atau sore hari, maka Allah menyediakan untuknyasebuah jaminan – nuzul – dalam syurga setiap ia pergi, pagi atau sore hari itu.” (Muttafaq ‘alaih)

Nuzul, maksudnya jaminan yang berupa makanan atau rezeki dan apa saja yang dapat disediakan untuk tamu.

Kedelapan: Dari Abu Hurairah r.a. katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda:

“Hai kaum muslimat wanita Islam, janganlah seseorang tetangga itu menghinakan tetangganya,sekalipun yang diberikan oleh tetangganya itu hanya berupa kaki kambing.” (Muttafaq ‘alaih)

Imam al-Jauhari berkata: Al-Firsin, artinya kaki binatang umumnya dipergunakan untuk kaki unta, sebagaimana halnya lafaz At-Hafir dipergunakan untuk menerangkan kaki ternak yang lain-lain. Tetapi adakalanya Al-Firsin itu digunakan sebagai kata isti’arah (pinjaman) untuk menerangkan kaki kambing.

Keterangan:

Hadis ke-24 itu mengandung dua macam pengertian yaitu:

Pertama: Orang yang diberi jangan sekali-kali menghinakan tetangganya yang memberikan  sesuatu  kepadanya,   sekalipun berupa kaki kambing. Uraian inilah yang   kami cantumkan di atas dan sesuai pula dengan penafsiran yang dapat kita periksa dalam kitab Dalilul Falihin syarah Riyadhus Shalihin, yang dikarang oleh Syekh ‘Alan ash-Shiddiqi asy-Syafi’i al-Makki yang wafat pada tahun 1057 Hijriyah-Rahimahullahu Ta’ala rahmatan wasi’ah – yakni dalam jilid kedua halaman 128, diterbitkan oleh “Darul Kitabil ‘Arabi”, Beirut Libanon.

Jadi yang diberi hendaknya bersyukur dan mengucapkan terima kasih kepada pemberinya, meskipun apa yang diberikan itu baginya tidak berarti.

Sebabnya orang yang diberi itu dilarang menghinakan pemberian orang lain, sekalipun sedikit nilainya, karena pada umumnya orang yang enggan berterima kasih pada pemberian sedikit, ia enggan pula berterima kasih pada pemberian yang banyak.

Dalam sebuah Hadis lain di sebutkan:

“Tidak bersyukur kepada Allah orang yang enggan bersyukur kepada sesama manusia.”

Kedua: Dapat pula diberi penafsiran bahwa orang yang mem-beri itu jangan sekali-kali menghinakan kecilnya pahala yang akan diperolehnya dengan jalan memberikan sedekah atau hadiah yang disampaikan kepada tetangganya, meskipun hanya berupa kaki kambing. Ini sebagai sindiran karena yang diberikan itu amat sedikitnya, kurang berharga atau tidak berarti.

Jadi memberi itu sekalipun sedikit adalah lebih baik daripada tidak memberi samasekali. Dalam persoalan pahalanya, Allah Ta’ala berfirman:

“Barangsiapa yang melakukan kebaikan – meskipun – itu seberat debu (biji sawi atausemut kecil), maka ia akan mengetahuinya (yakni mendapatkan pahalanya).”

Penjelasan ini sesuai dengan catatan yang ditulis oleh Al-Ustadz Ridhwan  Muhammad Ridhwan dalam kitab Riyadhus Shalihin yang drterbitkan oleh “Darul Kitabil ‘Arabi”, Beirut Libanon.

Kedua pendapat di atas itu sama-sama dapat dipakainya, yakni baik bagi pemberi atau yang diberi. Yang memberi jangan menghina kecilnya pahala, sebab yang disedekahkan atau dihadiahkan hanya sedikit sekali, sedang yang diberipun jangan menghina orang yang memberi, sebab sedekah atau hadiah yang disampaikan kepadanya itu hanya sedikit dan kurang berharga, yaitu kaki kambing atau lain-lain yang sifatnya tidak bernilai tinggi atau tidak mahal harganya.

Kesembilan: Dari Abu Hurairah r.a. pula dari Nabi s.a.w., sabdanya: “Iman itu ada tujuhpuluh lebih atau enampuluh lebih – lebihnya ialah antara tiga sampai sembilan cabangnya. Maka yang terutama sekali ialah ucapan La ilaha illallah, sedang yang terendah sekali ialah melemparkan apa-apa yang berbahaya dari jalan. Perasaan malu berbuat keburukan adalah salah satu cabang dari keimanan.” (Muttafaq ‘alaih)

Kesepuluh: Dari Abu Hurairah r.a. lagi bahwasanya  Rasulullah  a.w. bersabda:

“Pada suatu ketika ada seorang lelaki berjalan di suatu jalan, ia sangat merasa haus, lalu menemukan sebuah sumur, kemudian turun di dalamnya terus minum. Setelah itu iapun keluarlah. Tiba-tiba ada seekor anjing mengulur-ulurkan lidahnya sambil makan tanah karena hausnya, Orang itu berkata – dalam hati; “Niscayalah anjing ini telah sampai pada kehausan sebagaimana yang telah sampai padaku tadi.” lapun turun lagi ke dalam sumur lalu memenuhi sepatu khufnya dengan air, kemudian memegang sepatu itu pada mulutnya, sehingga ia keluar dari sumur tadi, terus memberi minum pada anjing tersebut. Allah berterima kasih pada orang tadi dan memberikan pengampunan padanya.”

Para sahabat bertanya: “Ya Rasulullah, apakah sebenarnya kita juga memperoleh pahala dengan sebab memberi makan minum  pada golongan binatang?” Beliau s.a.w. menjawab:

“Dalam setiap hati yang basah – maksudnya setiap sesuatu yang hidup yang diberi makan minum  ada pahalanya.” (Muttafaq ‘alaih)

Dalam sebuah riwayat dari Imam Bukhari disebutkan demikian: “Allah lalu berterima kasih pada orang tersebut, kemudian memberikan pengampunan padanya, lalu memasukkannya ke dalam syurga.”

Dalam riwayat lain dari Bukhari dan Muslim disebutkan pula: “Pada suatu ketika ada seekor anjing berputar-putar di sekitar sebuah sumur, hampir saja ia terbunuh oleh kehausan,tiba-tibaada seseorang pezina – perempuan – dari golongan kaum pelacur Bani Israil melihatnya. Wanita itu lalu melepaskan sepatunya kemudian mengambilkan air untuk anjing tadi dan meminumkan air itu padanya, maka dengan perbuatannya itu diampunilah wanita tersebut.

Keterangan:

Hadis di atas mengandung suatu anjuran supaya kita semua berbuat baik terhadap segala macam binatang yang muhtaram atau yang dimuliakan. Yang dimaksudkan binatang muhtaram ialah binatang yang menurut agama Islam tidak boleh dibunuh.

Kesebelas: Dari Abu Hurairah r.a. lagi dari Nabi s.a.w. sabdanya:

“Niscayalah saya telah melihat seseorang yang bersuka-ria dalam syurga dengan sebab memotong sebuah pohon dari tengah jalanan yang pohon itu membuat kesusahan bagi kaum Muslimin.” (Riwayat Muslim)

Dalam riwayat Muslim yang lain disebutkan demikian: “Pada suatu ketika ada  seorang lelaki berjalan melalui sebuah cabang pohon yang melintang di tengah jalanan, kemudian ia berkata:

“Demi Allah, niscayalah pohon ini hendak kulenyapkan dari jalanan kaum Muslimin supaya ia tidak membuat kesukaran pada mereka itu.” Orang tersebut lalu dimasukkan dalam syurga.

Dalam riwayat Bukhari dan Muslim pula disebutkan demikian: “Pada suatu ketika ada seorang lelaki yang berjalan di jalanan. Ia menemukan cabang dari sebuah pohon berduri pada jalanan itu, kemudian cabang berduri itu disingkirkan olehnya. Allah lalu berterima kasih kepada orang tadi dan memberikan pengampunan kepadanya.”

Keduabelas: Dari Abu Hurairah r.a., katanya: “Rasulullah s.a.w. bersabda:

“Barangsiapa yang berwudhu’ lalu memperbaguskan wudhu’nya kemudian mendatangi shalat Jum’at, lalu mendengarkan khutbah serta berdiam diri tidak bercakap-cakap sedikitpun, maka diampunilah untuk antara Jum’at itu dengan Jum’at yang berikutnya dan ditambah pula dengan tiga hari lagi. Barangsiapa yang memegang mempermain- mainkan batu kerikil di waktu ada khutbah maka ia telah berbuat kesalahan.” (Riwayat Muslim)

Ketigabelas: Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: “Jikalau seseorang hamba muslim ataupun mu’min berwudhu’, kemudian ia membasuh mukanya, maka keluarlah dari mukanya itu setiap kesalahan yang dilihat olehnya dengan menggunakan kedua matanya bersama dengan air atau bersama dengan tetesan air yang terakhir. Selanjutnya apabila ia membasuh kedua tangannya, maka keluarlah dari kedua tangannya itu semua kesalahan yang diambil – dilakukan – oleh kedua tangannya bersama dengan air atau bersama tetesan air yang terakhir. Kemudian apabila ia membasuh kedua kakinya, maka keluarlah semua kesalahan yang dijalani oleh kedua kakinya itu bersama dengan air atau bersama dengan tetesan air yang terakhir, sehingga keluarlah orang tersebut dalam keadaan bersih dari semua dosa.” (Riwayat Muslim)

Keempatbelas: Dari Abu Hurairah r.a.dari Rasulullah s.a.w. bersabda:

“Shalat lima waktu, dari Jum’at yang satu ke Jum’at yang benkutnya,dari Ramadhan yang satu ke Ramadhan yang berikutnya itu dapat menjadi penghapus dosa-dosa antara jarak keduanya itu, jikalau dosa-dosa besar dijauhi.” (Riwayat Muslim)

Kelimabelas: Dari Abu Hurairah r.a., katanya: “Rasulullah s.a.w. bersabda: “Sukakah engkau semua saya tunjukkan pada sesuatu amalan yang dengannya itu

Allah akan menghapuskan segala macam kesalahan serta mengangkat pula dengannya tadi sampai beberapa derajat?” Para sahabat menjawab; “Baik, ya Rasulullah.” Beliau s.a.w. bersabda:

“Yaitu menyempurnakan wudhu’ sekalipun menghadapi kesukaran-kesukaran banyaknya, melangkahkan kaki untuk pergi ke masjid serta menantikan shalat setelah selesai shalat yang satunya. Yang sedemikian itulah yang dinamakan perjuangan.” (Riwayat Muslim)

Keterangan:

Menyempurnakan wudhu’ sekalipun menghadapi kesukaran, misalnya di saat yang udaranya dingin sekali, sehingga airnyapun menjadi sangat pula dinginnya.

Dalam Hadis di atas dijelaskan bahwa senantiasa berthaharah yakni tetap suci dari hadas besar dan kecil, juga shalat dan segala sesuatu yang dilakukan ditujukan untuk niat beribadat dan berbakti kepada Tuhan, adalah sama pahalanya dengan berjihad fi-sabilillah.

Keenambelas: Dari Abu  Musa  al-Asy’ari    a.,katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda:

“Barangsiapa yang bersembahyang dua shalat barad – makna sebenarnya dingin, maka ia dapat masuk syurga.” (Muttafaq ‘alaih)

Dua shalat barad maknanya ialah shalat Subuh dan Asar.

Ketujuhbelas: Dari Abu Musa al-Asy’ari pula, katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda:

“Apabila seseorang hamba itu sakit atau bepergian, maka dicatatlah untuknya pahala ketaatan sebagaimana kalau ia mengerjakannya di waktu ia sedang berada di rumah sendiri dan dala keadaan sihat.” (Riwayat Bukhari)

Kedelapanbelas: Dari Jabir r.a., katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda:

“Setiap perbuatan baik itu merupakan sedekah.” Diriwayatkan oleh Imam Bukhari Juga diriwayatkan oleh Imam Muslim dari riwayat Hudzaifah r.a.

Kesembilanbelas: Dari Jabir r.a. pula, katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda:

“Tiada seorang muslimpun yang menanam suatu tanaman, melainkan apa saja yang dapat dimakan dari hasil tanamannya itu, maka itu adalah sebagai sedekah baginya, dan apa saja yang tercuri daripadanya, itupun sebagai sedekah baginya. Dan tidak pula dikurangi oleh seseorang lain, melainkan itupun sebagai sedekah baginya.” (Riwayat Muslim)

Dalam riwayat Imam Muslim yang lain disebutkan: “Maka tidaklah seseorang muslim itu menanam sesuatu tanaman, kemudian dari hasil tanamannya itu dimakan oleh manusia ataupun binatang, ataupun burung, kecuali semuanya itu adalah sebagai sedekah baginya sampai hari kiamat.”

Dalam riwayat Imam Muslim yang lain lagi disebutkan: “Tidaklah seseorang muslim itu menanam sesuatu tanaman, tidak pula ia menanam sesuatu tumbuh-tumbuhan, kemudian dari hasil tanamannya itu dimakan oleh manusia, ataupun oleh binatang ataupun oleh apa saja, melainkan itu adalah sebagai sedekah baginya.”

Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan Hadis-hadis semuanya itu dari riwayat Anas r.a.

Keduapuluh: Dari Jabir r.a. lagi, katanya: “Bani Salimah – salah satu kabilah kaum Anshar yang terkenal radhiallahu ‘anhum – bermaksud hendak berpindah tempat di dekat masjid. Berita itu sampai kepada Rasulullah s.a.w., kemudian beliau s.a.w. bersabda kepada Bani Salimah itu: “Sesungguhnya saja telah sampai berita kepadaku bahwa engkau semua ingin berpindah ketempat di dekat masjid?” Mereka menjawab: “Benar, ya Rasulullah, kita berkehendak sedemikian itu.” Beliau a.w.  bersabda lagi:  “Wahai  Bani Salimah,  tetaplah  di rumah-rumahmu itu saja, akan dicatatlah langkah-langkahmu  itu  –  pahala  melangkahkan kaki dari rumah ke masjid itu pastt dicatat sebanyak yang dijalankan. Jadi tidak perlu berpindah ke dekat masjid. Tetaplah di rumah-rumahmu itu saja, akan dicatatlah langkah-langkahmu itu.” (Riwayat Muslim)

Dalam riwayat lain disebutkan:

“Sesungguhnya dengan setiap langkah itu ada derajatnya sendiri.” Imam Bukhari meriwayatkan pula dengan pengertian yang semakna dengan di atas dari riwayat Anas r.a.

Keduapuluhsatu: Dari Abdulmundzir yaitu Ubaybin Ka’ab r.a. katanya: “Ada seseorang yang saya tidak mengetahui ada orang lain yang rumahnya lebih jauh lag! daripada orang itu untuk pergi ke masjid. Orang tadi tidak pernah terluput oleh shalat jamaah. Kemudian kepadanya itu ditanyakan, atau saya sendiri bertanya kepadanya: Alangkah baiknya jikalau engkau membeli seekor keledai yang dapat engkau naiki apabila malam gelap gulita ataupun di waktu siang yang panasnya amat terik.” Orang itu menjawab: “Saya tidak senang sekiranya rumahku itu ada di dekat masjid. Sesungguhnya saya ingin sekali kalau perjalananku ke masjid itu dicatat sebagai pahala, demikian juga pulangku jikalau saya pulang ketempatkeluargaku.”Rasulullah s.a.w. lalu bersabda: “Allah telah mengumpulkan untukmu semua yang kau kehendaki itu yakni keinginanmu untuk memperoleh pahala banyak itu dikabulkan oleh Allah.”

Dalam riwayat lain disebutkan:

“Sesungguhnya bagimu adalah pahala apa yang telah engkau amalkan-yakni diperhitungkan menurut banyak sedikitnya langkah yang dijalani dari rumah ke masjid itu.” Ar-ramdha’ ialah bumi yang terkena panas matahari yang amat terik.

Keduapuluh dua: Dari Abu Muhammad yaitu Abdullah bin ‘Amr bin Ash radhiallahu ‘anhuma, katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda:”Ada empat puiuh perkara, setinggi-tingginya dalam derajatnya ialah memberikan manihah kambing. Tiada seorangpun yang mengerjakan salah satu perkara dari empatpuiuh perkara itu, dengan mengharapkan pahalanya dan mempercayai apa yang dijadikan oleh Tuhan melainkan Allah akan memasukkannya ke dalam syurga.” (Riwayat Bukhari)

Manihah ialah memberikan kambing betina pada orang lain agar diperah susunya – binatang yang diberikan tadi, lalu dimakan -yakni diminum, kemudian dikembalikan lagi kepada yang memilikinya, apabila sudah habis susu yang ada di dalam teteknya. Manihah itu dapat berupa kambing dan disebut Manihatul ‘ami atau Manihatusy syaati dan dapat pula berupa unta, lalu disebut Manihatun naaqati.

 Keduapuluh tiga: Dari ‘Adi bin Hatim r.a., katanya: Saya mendengar Nabi s.a.w. bersabda:

“Takutlah pada siksa neraka itu, sekalipun dengan memberikan sedekah potongan kurma.” (Muttafaq ‘alaih)

Dalam riwayat Bukhari dan Muslim, disebutkan lagi, dari ‘Adi bin Hatim, katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda:

“Tiada seorangpun dari engkau semua, melainkan akan diajak berbicara oleh Tuhannya dan antara dia dengan Tuhannya tidak ada seorang tarjumanpun – penyambung kata. Orang itu melihat ke sebelah kanannya, maka tidak ada yang dilihat olehnya kecuali amalan yangtelah dilakukannya sebelum itu -dari amalan yang baik dan juga dia melihat ke sebelah kirinya, maka tidak ada pula yang dilihat olehnya, kecuali amalan yang dilakukan sebelum itu dari amalan yang jelek. Dia melihat pula antara kedua tangannya, maka tidak ada yang dilihatnya kecuali neraka yang ada di hadapannya. Maka takutlah engkau semua pada – siksa – neraka, sekalipun dengan bersedekah potongan kurma. Kemudian barangsiapa yang tidak menemukan sesuatu untuk disedekahkan, maka bersedekahlah dengan ucapan yang baik saja.”

Keduapuluh empat: Dari Anas r.a., katanya: “Rasulullah s.a.w. bersabda: “Sesungguhnya Allah itu niscaya meridhai pada seseorang hamba, jikalau ia makan sesuatu makanan – pagi ataupun sore, kemudian mengucapkan puji-pujian kepada Allah atas makanan yang dimakannya itu, ataupun meminum sesuatu minuman, kemudian mengucapkan puji-pujian kepada Allah atas minuman yang diminumnya itu.” (Riwayat Muslim) Al-Aktah, dengan difathahkan hamzahnya, artinya ialah makan siang atau makan malam.

Keduapuluh lima: Dari Abu Musa r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: “Setiap orang Islam itu harus bersedekah.” Abu Musa bertanya: “Tahukah Tuan, bagaimanakah jikalau ia tidak menemukan sesuatu untuk disedekahkan?” Beliau menjawab: “Kalau tidak ada hendaklah ia bekerja dengan kedua tangannya, kemudian ia dapat memberikan kemanfaatan kepada dirinya sendiri, kemudian bersedekah.” Ia bertanya lagi: “Tahukah Tuan, bagaimanakah jikalau ia tidak kuasa berbuat demikian?” Beliau menjawab: “Hendaklah ia memberikan pertolongan kepada orang yang menghajatkan bantuan.” Ia bertanya lagi: “Tahukah Tuan, bagaimanakah jikalau ia tidak dapat berbuat demikian?” Beliau menjawab: “Hendaklah ia memerintah dengan kebaikan atau kebagusan.” Ia bertanya lagi: “Tahukah Tuan, bagaimanakah jikalau ia tidak kuasa berbuat demikian.” Beliau menjawab: “Hendaklah ia menahan diri dari berbuat kejahatan, maka yang sedemikian itupun sebagai sedekah yang diberikan olehnya.” (Muttafaq ‘alaih)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *