Memakan Dhaba’

Imam Syafi’i berkata: Daging dhaba’ biasa dijual di sekitar kita, di antaranya di Makkah; yaitu di tempat antara Shafa dan Marwa. Saya tidak tahu di antara sahabat saya yang berbeda pendapat dengan saya tentang halalnya dhaba’ ini.

Ibnu Abi Amar pernah bertanya kepada Jabir, “Apakah dhaba’ itu merupakan binatang buruan?” Jabir menjawab, “Ya.” Saya (Ibnu Abu Amar) bertanya lagi, “Apakah boleh dimakan?” Jabir menjawab, “Ya, Boleh.” Saya bertanya lagi, “Apakah engkau mendengamya (tahu tentang hal itu) dari Nabi SAW?” Jabir menjawab, “Ya.”

Riwayat ini merupakan dalil bahwa binatang buruan yang tidak boleh dibunuh oleh orang yang sedang ihram, maka binatang tersebut halal dimakan oleh orang yang tidak sedang ihram. Mereka dilarang membunuh karena keinginan mereka untuk memakan binatang buruan tersebut, bukan membunuh karena tanpa tujuan.

Dhaba’ halal dimakan walaupun termasuk binatang buas, karena dhaba’ tidak menyerang dan tidak berbahaya bagi manusia, walaupun berbahaya bagi hewan ternak daripada binatang buas lainnya. Berdasarkan hal ini, maka saya berpendapat bahwa dhaba ’ halal dimakan.

Hal tersebut juga menjadi dalil bahwa binatang yang biasa dimakan oleh orang Arab hukumnya adalah halal, selama tidak ada dalil (Dari Al Qur’ an dan Sunnah) yang mengharamkannya. Hingga hari ini orang Arab biasa memakan daging dhaba’ tapi tidak pernah memakan daging singa, harimau atau serigala dengan alasan bahwa binatang-binatang tersebut kotor dan keji.

Hal ini sesuai dengan Al Qur’an dan Sunnah yang menghalalkan binatang-binatang yang dihalalkan oleh orang Arab dan mengharamkan yang diharamkan oleh orang Arab. Dengan demikian, dibolehkan bagi kita untuk memakan seluruh binatang buas yang tidak menyerang dan membahayakan manusia, misalnya pelanduk (rubah) dan yang sejenisnya.

Hukum di atas diambil karena diqiyaskan dengan dhaba’. Begitu juga dibolehkan bagi kita memakan binatang yang bukan binatang buas, yang berada di darat dengan dua syarat:

Pertama, seluruh binatang buas yang tidak menyerang dan membahayakan manusia, maka binatang jenis ini halal dimakan.

Kedua, binatang yang bukan termasuk dalam jenis binatang buas yang biasa dimakan oleh orang Arab, dalam keadaan di luar darurat. Tapi binatang yang tidak biasa dimakan oleh orang Arab dengan alasan bahwa daging binatang tersebut termasuk makanan yang kotor dan keji, maka binatang jenis ini tidak boleh dimakan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *