Mandi untuk Ihram

Imam Syafi’i berkata: Disunahkan mandi sebelum berihram untuk seorang laki-laki dewasa, anak kecil, wanita dewasa, perempuan yang sedang haid atau nifas, dan seluruh orang yang akan berihram. Hal ini berdasarkan Sunnah serta sesuatu yang bisa diterima oleh akal, yaitu apabila seseorang masuk dalam suatu peribadatan, maka ia harus memasukinya dalam keadaan bersih dan suci yang sempurna dengan cara membersihkan badannya atau membersihkan bau yang ada di badannya. Apalagi dalam ihram ini seseorang dilarang memakai wangi-wangian. Bahkan Rasulullah menyuruh perempuan yang sedang nifas untuk mandi, padahal mandi tersebut tidak akan menyucikan perempuan tersebut karena dia sedang haid. Maka, orang yang bisa disucikan dengan mandi (orang yang tidak sedang haid atau nifas) lebih berhak untuk disuruh mandi. Begitu juga ketika Rasulullah SAW menyuruh Asma’ binti Abu Bakar untuk mandi kemudian berihram, padahal waktu itu Asma’ dalam keadaan nifas dimana dia tidak boleh shalat, dia disuruh berihram dalam keadaan seperti itu. Apabila seseorang berihram dengan tidak mandi junub, tidak berwudhu atau berihram dalam keadaan haid atau nifas, maka ihram tersebut sah karena orang yang tidak berkewajiban untuk shalat (orang yang sedang haid atau nifas) boleh memasuki ihram ini. Maka, seluruh kaum muslimin dalam keadaan apapun boleh memasuki ihram dan tidak ada denda baginya, walaupun dalam hal ini saya memandang makruh dan lebih baik apabila seseorang memasuki ihram dengan mandi terlebih dahulu.

Imam Syafi’i berkata: Saya berpendapat bahwa perempuan yang sedang nifas atau haid lebih baik tidak terburu-buru melakukan ihram sebelum ia sampai miqat, apabila negerinya tidak terlalu jauh dari tempat miqat dan ia merasa aman. Hal ini dilakukan agar ia memasuki ihramnya dalam keadaan haid atau nifasnya telah selesai, sehingga ia memasuki ihram haji tanpa halangan dan rintangan apapun. Oleh karena itu, sava berpendapat lebih baik baginya mengundurkan ihramnya sebelum sampai miqat hingga ia benar-benar dalam keadaan suci. Segala amalan haji yang boleh dilakukan oleh orang yang sedang haid, maka amalan tersebut juga boleh dilakukan oleh seorang laki-laki yang sedang junub atau dalam keadaan tanpa wudhu. Akan tetapi lebih baik seseorang melakukan seluruh amalan hajinya dalam keadaan suci (dari hadats besar atau hadats kecil). Seluruh perbuatan haji boleh dilakukan oleh orang yang sedang haid atau orang laki-laki yang berhadats besar atau berhadats kecil, kecuali thawaf dan shalat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *