Imam Syafi’i berkata: Sehubungan dengan binatang yang haram dan sembelihan yang tidak halal, Allah berfirman, “Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apayang terpaksa kamu memakannya. ” (Qs. Al An’aam (6): 119)
Allah juga berfirman, “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya.Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. Al Baqarah(2): 173)
Sehubungan dengan apa yang telah dia haramkan, Allah berfirman, “Maka barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Qs. Al Maa’idah (5): 3)
Imam Syafi’i berkata: Seluruh makanan yang diharamkan seperti bangkai, darah, dan daging babi atau minuman yang diharamkan selain khamer, itu dihalalkan bagi orang yang sedang berada dalam keadaan darurat.
Contoh keadaan darurat adalah, seseorang yang berada di suatu tempat dimana tidak ada makanan sama sekali yang dapat mengganjal rasa lapamya, dan dia tidak sanggup untuk menempuh perjalanan ke tempat yang dia maksud. Maka, orang seperti ini bisa digolongkan ke dalam orang yang mengalami keadaan darurat.
Contoh lain adalah, seseorang yang sedang mengarungi perjalanan dengan berkendaraan, lalu dia tidak sanggup lagi mengendarai kendaraannya (karena teramat lapar), maka dalam keadaan seperti ini dia boleh meminum minuman yang haram selain khamer (minuman yang memabukkan); misalnya seperti air yang kemasukan bangkai atau yang sejenisnya. Dalam hal ini saya menyukai apabila makanan dan minuman haram itu dikonsumsi hanya sekedar untuk menghilangkan rasa lapar dan memulihkan kekuatan. Dia boleh berbekal bangkai apabila dalam keadaan darurat seperti di atas.
Apabila di tengah perjalanan dia bertemu dengan orang yang juga berada dalam keadan darurat yang ingin membeli bangkai darinya, maka ia tidak boleh menerima harga dari bangkai tersebut. Apabila seseorang yang berada dalam keadaan darurat itu mendapatkan makanan tapi tidak diizinkan untuk memakan makanan tersebut, maka ia tidak boleh memakan makanan tersebut, tapi ia boleh memakan bangkai yang ia bawa.
Apabila orang yang sedang ihram berada dalam keadaan darurat dan dihadapkan kepada dua pilihan, yaitu binatang human dan binatang yang sudah menjadi bangkai, maka dalam hal ini ia haruss memilih binatang yang menjadi bangkai, karena memakan binatang buruan akan terkena denda apabila ia yang membunuh binatang tersebut.
Barangsiapa menempuh perjalanan bukan dalam rangka bermaksiat kepada Allah lalu ia berada dalam keadaan darurat, yaitu tertimpa kelaparan dan kehausan, maka halal baginya untuk memakan dan meminum sesuatu yang diharamkan, sebagaimana yang telah kami jelaskan. Namun apabila perjalanan tersebut dalam rangka bermaksiat kepada Allah, maka sekali-kali ia tidak boleh memakan makanan yang telah diharamkan Allah walaupun berada dalam keadaan darurat, karena Allah mensyaratkan keadaan darurat itu, yaitu: tidak sengaja, tidak melampaui batas, dan tidak bermaksud berbuat dosa.
Barangsiapa berniat melakukan maksiat dari awal perjalanannya, lalu ia bertaubat di tengah jalan kemudian berada dalam keadaan darurat setelah bertaubat, maka saya mengharap barangkali ia boleh memakan atau meminum sesuatu yang haram.
Apabila di awal perjalanannya tidak berniat melakukan maksiat, kemudian di tengah perjalanan ia berniat melakukan maksiat, lalu ia mengalami keadaan darurat, maka saya khawatir jangan-jangan ia tidak boleh memakan dan meminum sesuatu yang telah diharamkan. Karena, dalam hal ini saya melihat niatnya ketika dalam keadaan darurat, bukan niat di awal perjalanan atau di akhir perjalanan.