Macam-Macam Zakat dari Harta yang tidak Dikuasi Pemiliknya

Imam Syafi’i berkata: Apabila seseorang meminjamkan uang emas 100 Dinar kepada orang lain untuk dibelikan bahan makanan tertentu atau dibelikan barang-barang lain (untuk diperdagangkan), dan pinjaman tersebut sah (tidak batal dan tidak haram), maka emas 100 Dinar tersebut haras dizakati oleh si pemiliknya dari hartanya yang lain. Demikian juga apabila ada seorang laki-laki memberikan mahar (mas kawin) kepada seorang perempuan yang dinikahinya sebanyak 100 Dinar dan perempuan tersebut menerima 100 Dinar itu di tangannya, kemudian emas tersebut mencapai haul tapi kemudian sang suami menceraikannya, maka perempuan tersebut wajib menzakati emas 100 Dinar tersebut.

Kemudian sang suami berhak mengambil 50 Dinar (separah dari mahar). Dalam hal ini si istri wajib mengeluarkan zakatnya dari 100 Dinar (bukan dari 50 Dinar), karena 100 Dinar tersebut berada di tangannya selama satu tahun, dan 100 Dinar tersebut berkurang menjadi 50 Dinar setelah berada dalam kepemilikannya selama setahun. Begitu juga apabila 100 Dinar tersebut tidak berada di tangan istri tapi berada di tangan suami, maka yang wajib mengeluarkan zakatnya adalah si istri apabila harta tersebut sudah mencapai haul, karena harta tersebut milik istri (bukan milik suami). Apabila 100 Dinar tersebut sudah mencapai haul, maka si istri haras mengeluarkan zakatnya dari 100 Dinar tersebut walaupun akhirnya ia hanya memiliki 50 Dinar karena perceraian tersebut. Hal ini seperti orang yang mempunyai uang 100 Dinar tapi ketika haul-nya tiba uang yang berada di tangannya hanya tersisa 50 Dinar, sedangkan yang 50 Dinar lagi berada di tangan orang lain dan ia bisa mengambilnya sewaktu-waktu, maka dalam keadaan seperti ini ia harus mengeluarkan zakat dari hartanya yang berjumlah 100 Dinar tersebut.

Imam Syafi’i berkata: Seandainya si istri dicerai sebelum mencapai haul dan dihitung darihari pemikahannya, maka si istri tidak wajib mengeluarkan zakat kecuali dari 50 Dinar saja, yaitu ketika 50 Dinar tersebut sudah mencapai haul. Hal ini disebabkan karena istri tersebut hanya memiliki 50 Dinar ketika masa haul-nyz tiba.

Imam Syafi’i berkata: Hasil bumi yang sudah dikeluarkan zakatnya kemudian disimpan selama beberapa tahun, maka tidak wajib dizakati, karena zakat hasil bumi hanya diwajibkan ketika panen saja. Jika tanaman tersebut sudah dizakati, maka tidak ada zakat lagi selama- lamanya. Ada juga zakat makanan yang diperdagangkan, tapi dengan syarat makanan tersebut didapat dengan cara membeli (bukan dengan cara panen).

Imam Syafi’i berkata: Apabila pemerintah mengumpulkan harta rampasan perang yang didapat oleh para prajurii yang sedang berperang) berupa emas atau uang dan lain-lain, lalu harta-harta tersebut dimasukkan ke dalam Baitul Maal dan telah mencapai haul, maka harta tersebut tidak dizakati. Begitu juga ternak-ternak yang digembala oleh pihak pemerintah di tanah milik pemerintah, lalu ternak-ternak tersebut mencapai haul, maka tidak wajib dizakati, karena harta-harta tersebut tidak diketahui dan tidak bisa dihitung oleh para pemiliknya. Tapi apabila harta-harta tersebut jatuh ke tangan seseorang, maka ia wajib menzakatinya apabila sudah sampai haul.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *