Imam Syafi’i berkata: Jika seseorang menemukan barang temuan yang tidak bernyawa, dapat dibawa dan dipindahkan, baik orang itu menemukan barang tersebut sedikit atau banyak, maka ia harus menta ‘rifkannya (mengumumkannya) selama satu tahun di depan pintu-pintu masjid dan di pasar-pasar. Disebutkan kulitnya, tali pengikatnya, jumlahnya, beratnya dan hiasannya. Itu semua ditulis dan persaksikan. Jika pemiliknya datang, maka barang itu harus dikembalikan. Jika tidak datang, maka barang itu menjadi miliknya setelah lewat satu tahun dengan ketentuan jika pemiliknya datang, maka harus diberikan kepadanya. Jika pemiliknya tidak datang, maka barang itu menjadi hartanya. Jika yang menemukan barang temuan itu mengenai barang tersebut ia mengenali tutup kulitnya, tali pengikatnya, jumlah atau beratnya maka ia boleh menyerahkan kepada pemiliknya; dan jika orang yang dikenalnya itu tidak bersaksi, maka hal itu batal.
Saya tidak memaksanya pada suatu hukum kecuali dengan bukti (bayyinah) yang disampaikan oleh pemiliknya, sebagaimana disampaikan untuk hak-hak yang lain. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Bukti (bayyinah) adalah daripenggugat. ”
Imam Syafi’i berkata: Apabila yang menemukan itu bermaksud melepaskan diri dari tanggungan barang temuan dan menyerahkannya kepada yang mengaku memilikinya, maka hendaknya ia melakukannya dengan perintah dari penguasa. Karenajika iamenyerahkan barang temuan itu tanpa adanya perintah dari penguasa, lalu orang lain datang dengan membawa bukti (bayyinah), maka dialah yang bertanggungjawab.
Imam Syafi’i berkata: Barang temuan itu boleh dimakan oleh orang kaya dan orang miskin, orang yang halal baginya harta sedekah atau yang tidak. Rasulullah pemah memerintahkan Ubai bin Ka‘ab, dia adalah orang terkaya di Madinah atau tergolong orang terkaya di kalangan mereka. Saat itu, Ubai bin Ka‘ab menemukan sebuah kantong yang berisi 80 Dinar untuk dimakannya.
Imam Syafi’i berkata: Barang temuan itu sedikit atau banyak adalah sama, tidak boleh untuk dimakan kecuali setelah genap satu tahun.
Imam Syafi’i berkata: Jika seorang budak menemukan barang temuan dan barang temuan itu diketahui oleh tuannya, sementara ia membiarkannya berada ditangan budak itu, maka tuannya yang bertanggung jawab atas harta yang ada pada budaknya itu dan yang lainnya jika barang temuan tersebut dihilangkannya sebelum genap satu tahun atau setelah satu tahun, karena barang itu diambil setelah melewati batas waktu.
Sesungguhnya barang temuan itu diambil oleh orang yang dapat menanggung agar dapat diambil kembali dengan tanggungannya, dan orang yang mempunyai hartalah yang memilikinya, budak tidak mempunyai harta serta tidak dapat menanggung.
Imam Syafi’i berkata: Budak mukatab (budak yang dijamin akan dimerdekakan dengan syarat membayar cicilan untuk menebus kemerdekaan dirinya) ketika menemukan barang temuan berkedudukan seperti orang merdeka, karena ia memiliki hartanya. Sebagian budak ada yang merdeka dan ada yang masih berstatus budak, maka hukum ditetapkan atasnya menurut status kebudakannya. Jika pada suatu hari ia menemukan barang temuan, di hari giliran untuk dirinya, maka barang temuan itu ditetapkan (berada) dalam tangannya dan menjadi hartanya, karena apa yang ia usahakan pada hari itu adalah dalam makna usaha orang-orang yang merdeka.
Jika ia menemukan barang temuan itu pada hari yang menjadi giliran tuannya, maka barang temuan itu dapat diambil oleh tuannya darinya, karena apa yang diusahakan pada hari itu adalah untuk tuannya. Jika seseorang menjual barang temuan kepada orang lain sebelum genap satu tahun. kemudian pemilik barang itu datang, maka hendaknya ia membatalkan penjualannya. Jika ia menjualnya setelah satu tahun, maka penjualannya itu sah. Pemilik barang dapat meminta kembali harga atau nilainya kepada penjual,jika ia berkehendak.
Imam Syafi’i berkata: Apabila barang yang hilang itu berada di tangan wali (penguasa) lalu dijualnya, maka penjualan itu sah dan pemilik barang mendapatkan harganya. Apabila barang yang hilang itu adalah budak, dan pemilik budak mengaku bahwa budak itu telah dimerdekakan sebelum dijual, maka saya menerima perkataan pemilik budak dengan disertai sumpahnya. Jika pembeli berkehendak akan sumpahnya, maka saya batalkan penjualannya itu, saya tetapkan budak itu merdeka “dan saya kembalikan kepada pembeli harganya yang telah diambil darinya.
Imam Syafi’i berkata: Harta rikaz adalah yang dikubur pada masa jahiliyah. Maka, apa yang didapat dari harta jahiliyah di atas bumi ini, ia termasuk barang temuan. Cara memperlakukannya adalah seperti pada barang temuan.Jika yang mendapatkannya bersikap wara‘, lalu memberikan seperlima bagiannya, maka hal itu lebih saya sukai, dan hal itu tidak haras demikian.
Imam Syafi’i berkata: Barangsiapa menemukan barang temuan, maka barang temuan tersebut mubah untuknya. Bila dari barang temuan itu ada yang rasak dengan tidak melampaui batas, maka ia tidak menanggung, dan ucapan yang diterima adalah ucapannya yang disertai sumpah. Jika seseorang menemukan suatu barang kemudian barang itu dikembalikan pada tempatnya lalu hilang, maka ia yang bertanggungjawab. Jika ia melihatnya tetapi tidak mengambilnya, maka ia tidak bertanggungjawab.