Kumpulan Sunnah Mengenai Pembagian Ghanimah dan Fai’

Imam Syafi’i berkata: Allah Subhanahu wa Ta ’ala berfirman, “Dan hendaklah kamu ketahui bahwa apa-apa yang kamu rampas dalam peperangan, sesungguhnya seperlima untuk Allah… ” (Qs. Al Anfaal (8): 41) Firman Allah, “Apa saja harta rampasan (faij yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk-penduduk kota…. ” (Qs. Al Hasyr (59): 7) Firman Allah, “Dan apa saja harta rampasan (fa’i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) mereka… ” (Qs. Al Hasyr (59): 6)

Imam Syafi’i berkata: Pada ghanimah dan fai’itu terdapat seperlima bagian untuk orang yang disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta ’ala. Ghanimah adalah harta rampasan yang diambil melalui peperangan dengan menggunakan pasukan berkuda dan kendaraan unta, yaitu untuk orang yang ikut dalam peperangan, baik orang kaya dan orang miskin.

Fai’ adalah harta yang diperoleh tidak melalui peperangan dengan menggunakan pasukan berkuda dan kendaraan unta. Adalah Sunnah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam pada desa-desa Arab yang Allah berikan fai ’ kepadanya, bahwa empat perlima bagiannya khusus bagi Rasulullah, bukan untuk kaum muslimin, dibagikan oleh Rasulullah seperti yang diterangkan oleh Allah Subhanahu wa Ta ’ala. Dikabarkan kepada kami oleh Ibnu Uyainah dari Az-Zuhri, dari Mali bin Aus Al Hadatsan yang mengatakan, “Saya mendengar dari Umar bin Khaththab bahwa Ali dan Abbas mengadu kepada Umar tentang harta Nabi. Umar berkata, ‘Harta-harta bani Nadhir yang diberikan Allah kepada RasulNya sebagai harta rampasan (fai), yang tidak melalui peperangan dengan mengendarai kuda dan unta, itu untuk Nabi secara khusus, bukan untuk kaum muslimin.

Dengannya Nabi memberi nafkah keluarganya dalam satu tahun, dan sisanya dipergunakan untuk membeli hewan (kendaraan) dan senjata untuk perang fi sabilillah. Kemudian Nabi wafat, maka harta itu diurus oleh Abu Bakar sebagaimana Nabi mengurusnya. Kemudian diurus oleh Umar seperti yang pemah diurus oleh Nabi dan Abu Bakar. Lalu, Anda berdua meminta saya agar menyerahkan kepengurusannya kepada Anda, dengan syarat Anda berdua mengurusnya seperti yang diurus oleh Nabi dan Abu Bakar kemudian oleh saya. Lalu kalian berdua datang dan mengadu kepada saya, apakah kalian mau aku menyerahkan kepada masing-masing kalian setengah dari harta itu? Apakah kalian ingin selain hukum yang saya tetapkan kepada kalian berdua? Demi Allah, dengan izin-Nya langit dan bumi berdiri, saya tidak akan menghukumi di antara kalian berdua selain yang demikian.

Apabila kalian berdua tidak mampu melakukannya, maka serahkanlah harta itu kepada saya, maka saya akan mencukupkan kalian berdua.”

Imam Syafi’i berkata: Maka apa yang ada ditangan kaum muslimin dari harta fai’, yang diperoleh tidak melalui peperangan dengan mengendarai kuda untuk mendapatkannya, seperlimanya itu menurut yang dibagikan Allah, dan empat perlimanya akan saya terangkan, insyaAllah. Sunnah Nabi telah memberikan petunjuk seperti yang saya jelaskan. Dari Abu Hurairah, bahwa Nabi bersabda, “Ahli warisku tidak menerima sedinarpun dari yang aku tinggalkan, sesudah najkah keluargaku dan bayaran orang yang bekerja kepadaku. Maka, itu adalah sedekah”

Imam Syafi’i berkata: Jizyah (pajak orang kafir) adalah termasuk fai.’ Caranya seperti cara yang diambil melalui peperangan dari harta orang musyrik, yaitu seperlima adalah bagi yang disebutkan Allah, dan yang empat perlima (seperti yang akan saya jelaskan). Begitu juga setiap harta yang diambil dari kaum musyrik, dengan yang tidak melalui peperangan. Yang demikian itu seperti yang diambil dari orang musyrik, yang tinggal di dalam negeri kaum muslimin. Juga seperti apa yang diambil dari harta orang yang meninggal dunia yang tidak mempunyai ahli waris, dan selain dari itu yang diambil dari hartanya.

Pemisahan bagian yang diperoleh dengan menggunakan kuda dan kendaraan (unta) lainnya

Imam Syafi’i berkata: Apabila kaum muslimin memerangi negeri orang-orang kafir (negeri ahlulharb) dengan menggunakan pasukan berkuda dan kendaraan unta, mendapatkan tanah, rumah, harta benda dan jiwa orang yang ikut perang atau sebagian dari itu sebagai ghanimah (rampasan perang), dan sebagian yang lain tidak mereka dapatkan, maka Sunnah menjelaskan pembagiannya, yaitu; seorang imam (kepala/penguasa) membagikannya dengan segera secara seksama.

Jika bersama imam itu banyak terdapat tempat yang aman, yang tidak diserang oleh musuh, maka jangan diakhirkan pembagiannya. Hal ini apabila memungkinkan untuk membaginya ditempat ghanimah itu. Jika imam dan kaum muslimin berada di negeri peperangan (biladul harb) atau imam takut akan adanya serangan musuh kepada mereka, atau tempat tersebut tidak menyenangkan kaum muslimin, maka pindahlah ke tempatyang menyenangkan mereka dan lebih aman dari musuh. Lalu dibagikan ghanimah itu, walaupun masih di negeri kaum musyrik.

Imam Syafi’i berkata: Nabi shallallahu alaihi wasallam membagikan harta benda bani Al Mushthalik dan tawanan mereka ditempat terdapatnya harta rampasan itu sebelum mereka berpindah darinya, walaupun mereka dikelilingi negeri kaum musyrikin. Nabi juga membagikan harta benda kaum Badar di Sayar (nama bukit dekat Badar).

Apabila pimpinan pasukan membawa tawanan atau yang lainnya dan ia bertemu musuh dan takut apabila musuh akan mengambil para tawanan, maka keputusan saya tidak ragu dalam ini; yaitu apabila pimpinan itu hendak membunuh orang yang dewasa dari tawanan itu, maka ia boleh membunuhnya. Tidak boleh baginya untuk membunuh yang belum dewasa dan kaum wanita dari tawanan itu. Ia juga tidak boleh melukai hewan kendaraan dan menyembelihnya. Adapun yang tidak bernyawa dari harta-harta mereka, maka tidaklah mengapa untuk membakarnya dan menghilangkannya dengan cara apapun. Itu juga pemah dilakukan Nabi, beliau membakar harta benda bani Nadhir, memotong pohon kurma di Khaibar dan memotong anggur di Thaif.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *