Allah telah menempatkan Rasulullah SAW sebagai personifikasi yang sempurna bagi agama, kewajiban dan Kitab-Nya, sehingga kita wajib menaatinya dan haram mengingkarinya. Allah juga telah menjelaskan keutamaan beliau dengan cara menjadikan keimanan kepada-Nya dan keimana kepada Rasul-Nya sebagai satu kesatuan.
Allah SWT berfirman:
فَاٰمِنُوْا بِاللّٰهِ وَرُسُلِهٖۗ وَلَا تَقُوْلُوْا ثَلٰثَةٌ ۗاِنْتَهُوْا خَيْرًا لَّكُمْ ۗ اِنَّمَا اللّٰهُ اِلٰهٌ وَّاحِدٌ ۗ سُبْحٰنَهٗٓ اَنْ يَّكُوْنَ لَهٗ وَلَدٌ
Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan: “(Tuhan itu) tiga”, berhentilah (dari Ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan yang Maha Esa, Maha suci Allah dari mempunyai anak, (QS. An-Nisa’ [4]: 171)
اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا بِاللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ وَاِذَا كَانُوْا مَعَهٗ عَلٰٓى اَمْرٍ جَامِعٍ لَّمْ يَذْهَبُوْا حَتّٰى يَسْتَأْذِنُوْهُۗ اِنَّ الَّذِيْنَ يَسْتَأْذِنُوْنَكَ اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖۚ فَاِذَا اسْتَأْذَنُوْكَ لِبَعْضِ شَأْنِهِمْ فَأْذَنْ لِّمَنْ شِئْتَ مِنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمُ اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
Sesungguhnya yang sebenar-benar orang mukmin ialah orang- orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan apabila mereka berada bersama-sama Rasulullah dalam sesuatu urusan yang memerlukan pertemuan, mereka tidak meninggalkan (Rasulullah) sebelum meminta izin kepadanya. Sesungguhnya orang-orang yang meminta izin kepadamu (Muhammad) mereka Itulah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, Maka apabila mereka meminta izin kepadamu karena sesuatu keperluan, berilah izin kepada siapa yang kamu kehendaki di antara mereka, dan mohonkanlah ampunan untuk mereka kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. An-Nur [24]: 62).
Allah menetapkan bahwa kesmpurnaan dasar iman, yang aspek- aspek lain mengikuti dasar ini, adalah iman kepada Allah, kemudian kepada Rasul-Nya. Seandainya seorang hamba beriman kepada Allah namun ia tidak beriman kepada Rasul-Nya, maka ia tidak memperoleh kesempurnaan iman selama-lamanya, sebelum ia beriman kepada Rasul-Nya.
Demikianlah ketentuan Rasulullah SAW yang berlaku bagi setiap orang yang diuji keimanannya oleh beliau.
Malik mengabari kami dari Hilal bin Usamah, dari Atha bin Yasar dari Umar bin Hakam, ia berkata: “Aku membawa seorang budak perempuan kepada Rasulullah SAW, lalu aku bertanya: „Ya Rasulullah, aku punya kewajiban untuk memerdekakan budak perempuan, maka apakah aku boleh membebaskannya? Rasulullah SAW lalu bertanya kepadanya: Dimana Allah? Ia menjawab :‟di langit‟. Beliau bertanya , siapa aku? Ia menjawab
„engkau utusan Allah. Beliau lalu bersabda: Merdekakanlah dia.‟
Yang dimaksud Umar bin Hakam di sini adalah Muawiyah bin Hakam. Demikianlah selain Malik meriwayatkannya. Menurut saya, Malik tidak menghafal namanya.
Di sini Allah mewajibkan manusia untuk mengikuti wahyu-Nya dan Sunnah Rasul-Nya.
رَبَّنَا وَابۡعَثۡ فِيۡهِمۡ رَسُوۡلًا مِّنۡهُمۡ يَتۡلُوۡا عَلَيۡهِمۡ اٰيٰتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الۡكِتٰبَ وَالۡحِكۡمَةَ وَ يُزَكِّيۡهِمۡؕ اِنَّكَ اَنۡتَ الۡعَزِيۡزُ الۡحَكِيۡمُ
Ya Tuhan Kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat- ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-Baqarah [2]: 129)
كَمَآ اَرْسَلْنَا فِيْكُمْ رَسُوْلًا مِّنْكُمْ يَتْلُوْا عَلَيْكُمْ اٰيٰتِنَا وَيُزَكِّيْكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتٰبَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُمْ مَّا لَمْ تَكُوْنُوْا تَعْلَمُوْنَۗ
sebagaimana (kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui. (QS. Al-Baqarah [2]: 151)
قَدْ مَنَّ اللّٰهُ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ اِذْ بَعَثَ فِيْهِمْ رَسُوْلًا مِّنْ اَنْفُسِهِمْ يَتْلُوْا عَلَيْهِمْ اٰيٰتِهٖ وَيُزَكِّيْهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتٰبَ وَالْحِكْمَةَۚ وَاِنْ كَانُوْا مِنْ قَبْلُ لَفِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍ
sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab dan Al hikmah. dan Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (QS. Ali Imran [3]: 164)
هُوَ الَّذِيْ بَعَثَ فِى الْاُمِّيّٖنَ رَسُوْلًا مِّنْهُمْ يَتْلُوْا عَلَيْهِمْ اٰيٰتِهٖ وَيُزَكِّيْهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتٰبَ وَالْحِكْمَةَ وَاِنْ كَانُوْا مِنْ قَبْلُ لَفِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍۙ
Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan Hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata, (QS. Al- Jumu’ah [62]: 2)
وَّاذْكُرُوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ وَمَآ اَنْزَلَ عَلَيْكُمْ مِّنَ الْكِتٰبِ وَالْحِكْمَةِ يَعِظُكُمْ بِهٖ
dan ingatlah nikmat Allah padamu, dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu Yaitu Al kitab dan Al Hikmah (As Sunnah). Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya itu. (QS. Al-Baqarah [2]: 231)
وَاَنْزَلَ اللّٰهُ عَلَيْكَ الْكِتٰبَ وَالْحِكْمَةَ وَعَلَّمَكَ مَا لَمْ تَكُنْ تَعْلَمُۗ وَكَانَ فَضْلُ اللّٰهِ عَلَيْكَ عَظِيْمًا
dan (juga karena) Allah telah menurunkan kitab dan Hikmah kepadamu, dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. dan adalah karunia Allah sangat besar atasmu. (QS. An-Nisa’ [4]: 113)
وَاذْكُرْنَ مَا يُتْلٰى فِيْ بُيُوْتِكُنَّ مِنْ اٰيٰتِ اللّٰهِ وَالْحِكْمَةِۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ لَطِيْفًا خَبِيْرًا
dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan Hikmah (sunnah nabimu). Sesungguhnya Allah adalah Maha lembut lagi Maha mengetahui. (QS. Al Ahzab [33]: 34)
Allah menyebut kata kitab – maksudnya Al Qur’an- berbarengan dengan kata hikmah. Saya mendengar dari ulama Al Qur’an yang kuterima pendapatnya, bahwa maksud dari hikmah adalah Sunnah Rasulullah SAW. Pendapat ini nampaknya yang paling mendekati penjelasan Allah sendiri.
Hal itu karena Al Qur’an disebutkan lalu disusul dengan Hikmah. Allah menyebutkan karunia-Nya kepada para hamba-Nya berupa pengajaran Kitab dan Hikmah. Jadi, kata al-hikmah di sini tidak boleh dipahami selain Sunnah Rasulullah SAW, karena ia disebut secara bersamaan dengan Kitab Allah dan Allah mewajibkan kita untuk taat kepada Rasul dan mengikuti perintahnya. Jadi, kata wajib ini maksudnya pasti terhadap Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah SAW, karena Allah menyebut iman kepada Rasul-Nya secara berbarengan dengan iman kepada-Nya.
Sunnah Rasulullah SAW merupakan penjelasan maksud yang dikehendaki Allah dan dalil tentang mana yang khusus dan yang umum. Allah menyebut Himah secara berbarengan dengan Kitab- Nya dan Allah tidak melakukan hal ini kepada seorang pun selain kepada Rasul-Nya.