Ketika Ajal Menjemput

Pada 2009 lalu, Elizabeth H. Blackburn, Carol W Greider, dan Jack W Szostak berhasil meraih penghargaan Nobel Kedokteran 2009 berkat sebuah penemuan agung. Mereka menemukan peran telomere, yakni sebuah gen pada pita DNA manusia, memiliki panjang tertentu, dan berfungsi mencegah penuaan pada sel manusia.

Proses penemuannya cukup panjang, dimulai tahun 1930-an, pendahulu mereka yakni Hermann Muller dan Barbara McClintock, yang kedua-duanya juga peraih nobel Kedokteran, menemukan sebuah genom pada struktur akhir kromosom, yaitu telomere. Saat itu, diperkirakan mencegah kromosom untuk melekat satu sama lain.

Namun, disaat peneliti mulai memahami proses penggandaan tahun 1950-an, pada gen, tahun 1950-an, masalah lain muncul. Ketika sebuah sel membelah, molekul DNA, yang mengandung empat basa yang membentuk kode genetik digandakan, basa demi basa, oleh enzim polymerase, terhenti pada bagian paling akhir DNA, tidak dapat digandakan lagi. Oleh karena itu, kromosom akan memendek setiap kali sel terbelah. Masalah ini dapat dipecahkan saat penerima Nobel tahun ini menemukan apa fungsi telomere dan menemukan enzim yang menggandakannya. Telomerase, begitulah mereka menamakannya. Sebuah enzim yang dapat memperpanjang usia telomere. Impian manusia untuk hidup abadi kian dekat.

Ketiga peneliti tersebut memiliki fungsi masing-masing. Kelompok Szostak mengidentifikasi sel ragi dengan mutasi yang menyebabkan pemendekan bertahap dari telomere. Beberapa sel tumbuh dengan buruk dan berhenti membelah. Peneliti Blackburn dan asistennya membuat mutasi pada RNA telomerase dan meneliti efek yang sama pada Tetrahymena. Pada kedua kasus tersebut, hal ini menimbulkan penuaan sel prematur yakni, penurunan fungsi sel akibat penuaan. Sebaliknya, telomere fungsional malah mencegah kerusakan kromosom dan memperlambat penuaan sel. Selanjutnya, kelompok Greider memperlihatkan bahwa penuaan sel manusia diperlambat oleh telomerase. Penelitian tentang ini telah banyak dan saat ini diketahui bahwa urutan DNA pada telomere menarik protein yang membentuk penutup protektif di sekeliling akhir yang rapuh dari pita DNA.

Penelitian ini memiliki dampak yang besar pada komunitas ilmuan. Banyak ilmuan berspekulasi bahwa memendeknya telomere merupakan alasan penuaan, tidak hanya sel individual tapi juga pada organisme secara umum. Akan tetapi proses penuaan telah berubah menjadi kompleks dan saat ini dipikirkan bergantung pada beberapa faktor yang berbeda, telomere salah satu diantaranya.

Namun, kebanyakan sel normal tidak membelah terlalu sering, oleh karena itu kromosom tidak punya risiko memendek dan tidak membutuhkan aktivitas telomerase yang tinggi. Sebaliknya sel kanker memiliki kemampuan untuk membelah tidak terbatas dan juga memelihara telomernya. Sehingga, jika enzim tersebut digunakan untuk memperpanjang usia telomere, maka sel kanker akan terpengaruh juga dan berakibat peningkatan pada jumlah sel kanker itu sendiri. Kematian pun tidak dapat dihindari.

Masalah inilah yang sampai saat ini belum terpecahkan. Setiap usaha untuk memperpanjang usia di luar batas-batas tertentu selalu memiliki efek samping. Dalam kasus ini, kanker adalah efek terkecil yang dapat diketahui. Untuk itu, banyak ilmuan melihat bahwa penuaan adalah cara terbaik untuk mengakhiri hidup manusia secara normal.

Profesor Lee Silver dari American University Princeton, mengatakan bahwa, “Setiap upaya untuk memperoleh kekekalan adalah melawan alam; kematian benar-benar selaras dengan pembangunan. Kita memberikan gen kita kepada generasi berikutnya. Dan jika kita tidak mati, maka kita akan mengorbankan anak-anak kita untuk hidup yang tidak baik bagi perkembangan pembangunan.”

Sampai detik ini, para ilmuan menyimpulkan bahwa tidak ada obat untuk mengatasi penuaan. Anehnya, para peneliti itu menerima hadiah Nobel Kedokteran. Bukankah penelitian mereka berbuah kesia-siaan? Mengapa dana penelitian tersebut tidak digunakan saja untuk membantu pasien yang tidak mampu membeli obat? Karena setiap usaha mencapai keabadian hidup, akan berakhir sia-sia. Dan ketika ajal menjemput, manusia tidak akan bisa berbuat apa-apa.

Nabi Muhammad SAW. bersabda: “Berobatlah, karena Allah tidak membuat penyakit kecuali membuat pula obatnya selain satu penyakit, yaitu pikun.” (HR. Abu Daud).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *