Kemaksiatan Besar Yang Dilakukan Oleh Hati Manusia

Dosa-dosa besar itu tidak hanya terbatas kepada  amalan-amalan lahiriah,  sebagaimana  anggapan  orang  banyak,  akan  tetapi kemaksiatan yang lebih besar dosanya dan lebih berbahaya ialah yang dilakukan oleh hati manusia.

Amalan yang dilakukan oleh hati manusia adalah lebih besar dan lebih  utama  daripada  amalan  yang  dilakukan  oleh  anggota tubuhnya.  Begitu  pula halnya kemaksiatan yang dilakukan oleh hati  manusia  juga  lebih  besar  dosanya  dan  lebih   besar bahayanya.

KEMAKSIATAN ADAM DAN KEMAKSIATAN IBLIS

Al-Qur’an telah menyebutkan kepada kita dua bentuk kemaksiatan yang  mula-mula  terjadi  setelah terciptanya Adam dan setelah dia ditempatkan di surga.

Pertama, kemaksiatan yang dilakukan  oleh  Adam  dan  istrinya ketika  dia  memakan  buah dari pohon yang dilarang oleh Allah SWT.  Itulah   jenis   kemaksiatan   yang   berkaitan   dengan amalan-amalan  anggota tubuh yang lahiriah, yang didorong oleh kelupaan   dan   kelemahan   kehendak   manusia;   sebagaimana difirmankan oleh Allah SWT:

“Dan sesungguhnya telah Kami perintahkan kepada Adam dahulu, maka ia lupa (akan perintah itu), dan tidak Kami dapati padanya kemauan yang kuat.” (Thaha: 115)

Iblis terlaknat tidak  menyia-nyiakan  kesempatan  itu,  yaitu ketika  Adam  lupa  dan  lemah  kekuatannya. Iblis menampakkan kepada Adam dan istrinya bahwa larangan  Allah  untuk  memakan buah  pohon  itu sebagai sesuatu yang indah. Ia menipu mereka, dan menjanjikan sesuatu kepada mereka sehingga mereka terjatuh ke dalam janji-janji manis Iblis.

Akan  tetapi,  Adam  dan istrinya segera tersadarkan iman yang bersemayam di dalam hati mereka, dan mereka  mengetahui  bahwa mereka   telah   melanggar  larangan  Allah;  kemudian  mereka bertobat kepada Tuhannya, dan Allah SWT menerima tobat mereka:

“… dan durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesatlah ia. Kemudian Tuhannya memilihnya maka Dia menerima tobatnya dan memberinya petunjuk.” (Thaha: 121-122)

Keduanya berkata, “Ya tuhan kami, kami telah  menganiaya  diri kami  sendiri,  dan  jika  Engkau  tidak  mengampuni  kami dan memberi rahmat kepada kami,  niscaya  pastilah  kami  termasuk orang-orang yang merugi.” (al-A’raf: 23)

“Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.” (al-Baqarah: 37)

Kedua,  kemaksiatan  yang  dilakukan  oleh  Iblis  ketika  dia diperintahkan  oleh  Allah  –bersama  para  malaikat–  untuk bersujud kepada  Adam  sebagai  penghormatan  kepadanya,  yang diciptakan  oleh  Allah  SWT dengan kedua tangan-Nya, kemudian Dia tiupkan ruh kepadanya.

“Maka bersujudlah para malaikat itu bersama-sama, kecuali Iblis. Ia enggan ikut bersama-sama malaikat yang sujud itu. Allah berfirman: “Hai lblis, apa sebabnya kamu tidak (ikut sujud) bersama-sama mereka yang sujud itu?” Berkata Iblis: “Aku sekali-kali tidak akan sujud kepada manusia yang engkau telah menciptakannya dari tanah liat kering dari lumpur hitam yang diberi bentuk.” Allah berfirman: “Keluarlah dari surga, karena sesungguhnya kamu terkutuk. Dan sesungguhnya kutukan itu akan tetap menimpamu hingga hari kiamat kelak.”” (al-Hijr: 30-35)

Itulah keengganan  dan  kesombongan  terhadap  perintah  Allah sebagaimana disebutkan dalam surat al-Baqarah:

“… maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.” (al-Baqarah: 34)

Iblis membantah dan berkata kepada Tuhannya dengan sombongnya:

“… Aku lebih baik daripada dirinya. engkau ciptakan saya dari api sedang dia engkau ciptakan dari tanah.” (al-A’raf: 12)

Perbedaan antara kedua bentuk kemaksiatan tersebut ialah bahwa kemaksiatan   Adam  adalah  kemaksiatan  yang  dilakukan  oleh anggota badan  yang  tampak,  kemudian  dia  segera  bertobat. Sedangkan kemaksiatan Iblis adalah kemaksiatan dalam hati yang tidak tampak; yang sudah barang tentu akan diberi balasan yang sangat buruk oleh Allah SWT. Kami berlindung kepada Allah dari segala kemaksiatan tersebut.

Tidak heranlah bahwa setelah itu datang peringatan yang sangat keras  terhadap  kita  dari  melakukan kemaksiatan dalam hati, yang   digolongkan   kepada   dosa-dosa   besar.    Kebanyakan kemaksiatan dalam hati itu adalah pendorong kepada kemaksiatan besar yang dilakukan oleh  anggota  tubuh  kita  yang  tampak; dalam  bentuk  meninggalkan apa yang diperintahkan oleh Allah, atau melakukan segala larangannya.

KESOMBONGAN

Sebagaimana yang kita ketahui dari kisah Iblis bersama  dengan
Adam,  kesombongan  dapat  mendorong kepada penolakan terhadap
perintah Allah SWT. Dia berfirman:

“Berkata Iblis: ‘Aku sekali-kali tidak akan sujud kepada manusia yang Engkau telah menciptakannya dari tanah liat kering (yang berasal dari) lumpur hitam yang diberi bentuk.'” (al-Hijr: 33)

“… Aku lebih baik daripada dirinya…” (Shad: 76)

Atas dasar itulah kita  diperingatkan  untuk  tidak  melakukan kesombongan  dan  melakukan  penghinaan  terhadap  orang lain; sehingga Rasulullah saw bersabda,

“Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat setitik kesombongan.”27

Dalam sebuah hadits qudsi disebutkan,

“Kemegahan adalah kain-Ku, kesombongan adalah selendang-Ku, dan barangsiapa yang merebutnya dari-Ku, maka Aku akan menyiksanya.” 28

Dalam hadits yang lain disebutkan,

“Seseorang akan dianggap telah melakukan keburukan apabila dia menghina saudaranya sesama Muslim.” 29

“Barangsiapa yang mengulurkan pakaiannya (memanjangkan pakaian yang dikenakannya secara berlebihan) maka Allah tidak akan melihat kepadanya pada hari kiamat kelak.”30

Selain dari hadits-hadits tersebut, al-Qur’an  dalam  berbagai ayatnya   mencela   orang   yang  melakukan  kesombongan,  dan menjelaskan bahwa  kesombongan  mencegah  banyak  orang  untuk beriman  kepada  Rasulullah  saw, sekaligus menjerumuskan diri mereka ke neraka Jahanam:

“Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dankesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini(kebenarannya)…” (an-Nahl: 14)

“Maka masuklah pintu-pintu neraka Jahanam, kamu kekal didalamnya. Maka amat buruklah tempat orang-orang yangmenyombongkan diri itu (an-Nahl: 29)

“… Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yangsombong.” (an-Nahl: 23)

“… Demikianlah Allah mengunci mati hati orang yang sombong dan sewenang-wenang.” (Ghafir: 35)

“Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku…” (al-A’raf: 146)

KEDENGKIAN DAN KEBENCIAN

Dalam kisah dua orang anak  nabi  Adam  yang  dikisahkan  oleh al-Qur’an kepada kita, kita dapat menemukan kedengkian (hasad) yang mendorong kepada salah seorang di antara  dua  bersaudara itu untuk membunuh saudaranya yang berhati baik.

“Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua anak Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): “Aku pasti membunuhmu.” Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertaqwa.” “Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam.” “Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan (membawa) dosa (membunuh)ku dan dosamu sendiri, maka kamu akan menjadi penghuni neraka, dan yang demikian itulah pembalasan bagi orang-orang yang zalim.” Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah, maka jadilah ia seorang di antara orang-orang yang merugi. Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana dia seharusnya menguburkan mayat saudaranya. Berkata Qabil: “Aduhai celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?.” Karena itu jadilah dia seorang di antara orang-orang yang menyesal. (al-Ma’idah: 27-31)

Al-Qur’an memerintahkan kita  untuk  berlindung  kepada  Allah dari kejahatan orang-orang yang dengki.

“Dan dari kejahatan orang dengki apabila dia sedang dengki.” (al-Falaq: 5)

Al-Qur’an mengatakan bahwa hasad adalah salah satu sifat orang Yahudi.

“Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad)lantaran, karunia yang telah diberikan oleh Allah kepadamanusia itu.?…” (an-Nisa’: 54)

Allah menjadikan hasad sebagai salah satu penghalang  keimanan terhadap ajaran Islam, dan merupakan salah satu sebab penipuan terhadapnya:

“Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki (yang timbul) dari diri mereka sendiri setelah nyata bagi mereka kebenaran…” (al-Baqarah: 109)

Rasulullah  saw  mengatakan  bahwa  kedengkian  dan  kebencian merupakan  salah satu penyakit umat yang sangat berbahaya, dan sangat mempengaruhi agamanya. Beliau saw bersabda,

“Penyakit umat terdahulu telah merambah kepada kamu semua yaitu: kebencian dan kedengkian. Kebencian itu adalah pencukur. Aku tidak berkata pencukur rambut, tetapi pencukur agama.” 31

Dalam hadits yang lain disebutkan,

“Tidak akan bertemu di dalam diri seorang hamba, keimanan dan kedengkian.32

Rasulullah saw bersabda,

“Manusia akan tetap berada di dalam kebaikan selama dia tidak mempunyai rasa dengki”33

KEKIKIRAN YANG DIPERTURUTKAN

Di antara bentuk kemaksiatan hati yang besar  ialah  tiga  hal yang   dianggap   merusak   kehidupan   manusia,   yang   kita diperingatkan oleh hadits Nabi  saw  untuk  menjauhinya:  “Ada tiga  hal  yang dianggap dapat membinasakan kehidupan manusia, yaitu kekikiran (kebakhilan) yang dipatuhi,  hawa  nafsu  yang diikuti, dan ketakjuban orang terhadap dirinya sendiri.”34

Banyak sekali hadits yang mencela sifat kikir ini:

“Kekikiran dan keimanan selamanya tidak akan bertemu dalam hati seorang hamba.” 35

“Keburukan yang ada di dalam diri seseorang ialah, kekikiran yang meresahkan dan sikap pengecut yang melucuti.” 36

“Jauhilah kezaliman, karena sesungguhnya kezaliman itu adalah kegelapan pada hari kiamat. Dan jauhilah kekikiran, karena sesungguhnya kekikiran itu telah membinasakan orang-orang sebelum kamu; karena ia membuat mereka menumpahlan darah dan menghalalkan hal-hal yang diharamkan bagi mereka.” 37

“Jauhilah kekikiran, karena sesungguhnya umat sebelum kamu telah binasa karena kekikiran ini. Kekikiran itu menyuruh memutuskan silaturahmi, maka mereka memutuskannya; kekikiran itu menyuruh bakhil, maka mereka bakhil; kekikiran itu menyuruh berbuat keji, maka mereka berbuat keji.” 38

Para ulama berkata, “Kikir adalah sifat bakhil  yang  disertai dengan  tamak. Ia melebihi keengganan untuk memberikan sesuatu karena  kebakhilan.  Bakhil  hanyalah   untuk   hal-hal   yang berkaitan  dengan  pemberian harta benda saja, sedangkan kikir berkaitan dengan pemberian harta benda dan juga kebaikan  atau ketaatan.  Dan kekikiran yang meresahkan (al-syukhkh al-hali’) ialah yang membuat pelakunya selalu resah, dan sangat gelisah. Artinya,  dia selalu gelisah dan khawatir bila ada haknya yang diminta orang.” Mereka  berkata,  “Kekikiran  selamanya  tidak pernah  akan bertemu dengan pengetahuan terhadap Allah. Karena sesungguhnya keengganan  untuk  menafkahkan  harta  benda  dan memberikannya  kepada  orang  lain adalah karena takut miskin, dan  ini  merupakan  kebodohan  terhadap  Allah,   dan   tidak mempercayai  janji  dan  jaminannya.  Atas dasar itulah hadits Nabi saw menafikan pertemuan antara kekikiran dan keimanan  di dalam hati manusia. Masing-masing menolak yang lain.

HAWA NAFSU YANG DITURUTI

Di  antara  hal-hal  yang  dapat  membinasakan   (al-muhlikat) manusia sebagaimana disebutkan oleh hadits Nabi saw ialah hawa nafsu yang dituruti; yang juga  diperingatkan  oleh  al-Qur’an dalam berbagai ayatnya. Allah SWT pernah berkata kepada Dawud:

“Hai Dawud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu penguasa di maka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesathan kamu dari jalan Allah…” (Shad: 26)

Allah SWT berfirman kepada Rasul-Nya yang terakhir:

“… dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah hal itu melewati batas.” (al-Kahfi: 28)

“… dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun…” (al-Qashash: 50)

“… Mereka itulah orang-orang yang dikunci mati hati mereka oleh Allah dan mengikuti hawa nafsu mereka.” (Muhammad: 16)

Al-Qur’an menjelaskan bahwa  mengikuti  hawa  nafsu  itu  akan membuat seseorang buta dan tuli, dan tersesat tidak mengetahui apa-apa, hatinya tertutup, sehingga dia tidak  dapat  melihat, mendengar,  dan  menyadari  apa yang sedang terjadi di sekitar dirinya:

“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat)…” (al-Jatsiyah: 23)

Oleh sebab itu, Ibn Abbas berkata, “Tuhan manusia yang  paling jelek di bumi ialah hawa nafsu.”

Al-Qur’an meletakkan pencegahan hawa nafsu sebagai kunci untuk masuk  surga; sebagaimana difirmankan oleh Allah SWT:

“Adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya.” (an-Nazi’at: 40-41)

TA’AJUB TERHADAP DIRI SENDIRI

Perkara ketiga yang  dapat  membinasakan  manusia  sebagaimana disebutkan dalam hadits ialah berbangga terhadap diri sendiri. Sesungguhnya orang yang  berbangga  terhadap  dirinya  sendiri tidak  akan  dapat  melihat aib yang ada pada dirinya walaupun aib itu sangat besar, tetapi dia dapat melihat  kelebihan  dan kebaikan  dirinya sebagaimana mikroskop yang dapat memperbesar hal-hal yang kecil dalam dirinya.

Al-Qur’an telah menyebutkan bagaimana kebanggaan kaum Muslimin terhadap diri mereka pada waktu Perang Hunain yang menyebabkan kekalahan, sehingga mereka menyadari keadaan itu  dan  kembali kepada Tuhan mereka.

“Sesungguhnya Allah menolong kamu (hai para Mukmin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu di waktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlahmu, maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari ke belakang dengan bercerai-berai. Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang yang beriman, dan Allah menurunkan bala tentara yang kamu tiada melihatnya…” (at-Taubah: 25-26)

Ali r.a. berkata, “Keburukan yang engkau lakukan adalah  lebihbaik  daripada kebaikan di sisi Allah yang membuatmu berbangga diri.”

Atha, mengutip makna ucapan Ali kemudian dia  mengungkapkannya di   dalam   hikmahnya:  “Barangkali  Allah  membukakan  pintu ketaatan  tetapi  tidak  membukakan  bagimu  pintu  penerimaan amalan  itu;  barangkali  Dia  menakdirkan bagimu kemaksiatan, tetapi  hal  itu  menjadi  sebab  sampainya  kamu   kepadaNya .Kemaksiatan yang menyebabkan dirimu terhina dan tercerai-berai adalah lebih baik daripada ketaatan  yang  menyebabkan  dirimu berbangga dan menyombongkan diri.”

RIYA’ (MEMAMERKAN DIRI)39

Di antara kemaksiatan hati yang dianggap  besar  ialah  riya’; yang   menyebabkan   batalnya  dan  tidak  diterimanya  amalan seseorang di sisi Allah SWT, walaupun pada lahirnya amalan itu tampak   baik   dan  indah  menurut  Pandangan  manusia.Ketika berbicara tentang orang-orang munafiq, Allah SWT

“… Mereka bermaksud riya’ (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” (an-Nisa’: 142)

“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat. Yaituorang-orang yang lalai dari shalatnya. Orang-orang yangberbuat riya’, dan enggan (menolong dengan) barangberguna.” (al-Ma’un: 4-7)

“… maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yangdi atasnya ada tanah kemudian batu itu ditimpa hajanlebat, lalu menjadilah dia bersih…” (al-Baqarah: 264)

Sejumlah hadits menyebutkan bahwa riya’ merupakan  salah  satu bentut  kemusyrikan.  Amalan  yang  dilakukan  oleh orang yang riya’ tidak dituiukan untuk mencari keridhaan Allah SWT tetapi dilakukan  untuk  mencari  popularitas,  pujian, dan sanjungan dari masyarakat.

Oleh sebab itu, di dalam sebuah hadits qudsi disebutkan:  “Aku adalah  sekutu  yang  paling  kaya. Maka barangsiapa melakukan amalan dengan menyekutukan diri-Ku dengan  yang  lainnya  maka Aku  akan  meninggalkannya  dan sekutunya.” Dalam riwayat yang lain disebutkan: “Maka Aku akan berlepas diri darinya, dan Dia akan bersama sekutunya.”40

Ada sebuah hadits yang sangat terkenal, yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah r.a. mengenai tiga  orang  yang  pada hari  kiamat  kelak,  digiring  ke  api neraka; pertama adalah orang yang berperang sampai dia menjadi syahid;  kedua  adalah orang  yang  belajar  ilmu pengetahuan dan mengajarkannya, dan membaca  al-Qur’an;  ketiga  adalah  orang  yang   menafkahkan hartanya  pada kebaikan. Akan tetapi Allah SWT Maha Mengetahui niat-niat  dan  rahasia  mereka.  Allah  menyatakan  kedustaan mereka  dan  menunjukkan bukti-buktinya serta berfirman kepada setiap  orang   di   antara   mereka,   “Sesungguhnya   engkau melaksanakan  ini  dan itu adalah agar supaya orang mengatakan bahwa dirimu begini dan begitu.”

Sesungguhnya  kepalsuan  dan  penipuan  yang  dilakukan   oleh manusia  seperti  itu  terhadap sesama manusia merupakan sifat yang sangat buruk. Lalu bagaimana halnya dengan kepalsuan yang dilakukan   oleh   makhluk   kepada  Khaliq-nya.  Sesungguhnya perbuatan seperti  itu  lebih  keji  dan  lebih  buruk  Itulah perbuatan  yang  dilakukan  oleh  orang-orang  yang  melakukan riya’,  yang  berbuat  untuk  memperoleh  pujian  orang.   Dia melakukan  semuanya  untuk  memperoleh  kepuasan  orang,  yang bohong dan semu. Maka tidak diragukan  lagi  bahwa  Allah  SWT akan  murka  kepadanya  dan  akan mengungkapkan segala rahasia yang tersimpan di dalam hatinya kelak  pada  hari  kiamat  dan akan  memasukkannya  ke  neraka.  Tiada daya dan upaya kecuali dengan Allah SWT.

CINTA DUNIA

Di antara kemaksiatan hati lainnya yang dianggap  besar  ialah cinta  dunia  dan  lebih mengutamakannya daripada akhirat. Hal ini merupakan sebab setiap kesalahan yang dilakukannya. Bahaya yang  ditimbulkannya  bukan terletak pada pemilikan dunia itu, tetapi keinginan dan ketamakan atas dunia dengan segala  macam perhiasannya.  Jika  ada  kesempatan  untuk meraih kepentingan dunia  dan  akhirat,  maka  orang   itu   lebih   mengutamakan kepentingan  yang pertama daripada kepentingan yang kedua. Dan inilah yang menyebabkan kehancurannya di dunia dan di  akhirat kelak. Allah SWT berfirman:

“Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggalnya.” (an-Nazi’at: 37-39)

“Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami beriman kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna, dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” (Hud: 15-16)

“Maka berpalinglah (hai Muhammad) dari orang yang berpaling dari peringatan Kami, dan tidak mengingini kecuali kehidupan duniawi. Itulah sejauh-jauh pengetahuan mereka…” (an-Najm: 29-30)

“Dan apa saja yang diberikan kepada kamu, maka itu adalah kenikmatan hidup duniawi dan perhiasannya; sedang apa yang di sisi Allah adalah lebih baik dan lebih kekal. Maka apakah kamu tidak memahaminya.” (al-Qashas: 60)

Berkaitan  dengan  urusan  dunia,  ada  sebuah   hadits   yang diriwayatkan  oleh  Ahmad  dan Abu Dawud dari Tsauban “Rahasia wahan yang melanda umat ini walaupun mereka  jumlahnya  sangat banyak: ‘cinta dunia dan takut mati.'”

Catatan kaki:

27 Muttafaq ‘Alaih dari Abdullah bin Amr, al-Lu’lu’ wal-Marjan (57).  ^
28 Diriwayatkan oleh Muslim dalam al-Iman, dari Ibn Mas’ud (147). ^
29 Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah r.a. (2564). ^
30 Muttafaq ‘Alaih, dengan lafal dari Bukhari, al-Lu’lu’ wal-Marjan (1439). ^
31 Diriwayatkan oleh Bazzar dari Zubair dengan isnad yang baik; sebagaimana dikatakan oleh Mundziri (al-Muntaqa, 1615); dan al-Haitsami (al-Majma’, 8: 3); sebagaimana diriwayatkan oleh Tirmidzi (2512), yang berkata “Ini hadits yang banyak sekali riwayatnya.” ^
32 Diriwayatkan oleh Nasai, 6:13; Ibn Hibban dalam Shahih-nya dari Abu Hurairah r.a. (al-Mawarid, 1597), yang dinisbatian kepada Shahih al-Jami’ as-Shaghir kepada Ahmad dan Hakim (7620). ^
33 Diriwayatkan oleh Thabrani dengan rawi-rawi yang tsiqah, sebagaimana dikatakan oleh al-Mundziri (al-Muntaqa, 174) dan al-Haitsami (al-Majma’, 8:78). ^
34 Diriwayatkan oleh Thabrani dalam al-Awsath dari Anas dan Ibn Umar, yang menganggapnya sebagai hadits hasan dalam Shahih al-Jami’ as-Shaghir, 3030 dan 3045. ^
35 Diriwayatkan oleh Ahmad dari Abu Hurairah r.a. 2:342; Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad (270); Nasai, 6:13; Hakim, 2:72; yang di-shahih-kan dan disepakati oleh al-Dzahabi; Ibn Hibban(3251); Syaikh Syu’aib berkata bahwa hadits ini termasuk shahih li ghairih,. ^
36 Diriwayatkan oleh Ahmad dan Baihaqi dari Abu Hurairah r.a., 9:17. Hafizh al-Iraqi berkata dalam Takhrij al-Ihya’: “Isnad hadits ini baik.” dan di-shahih-kan oleh Syaikh Syu’aib dalam Takhrij Ibn Hibban; dan diriwayatkan oleh al-Albani dalam Shahih al-Jami’ as-Shaghir (3709) ^
37 Diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir. ^
38 Diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Ibn Umar (1698); dan al-Hakim yang menshahihkannya sesuai dengan syarat yang ditetapkan oleh Muslim, 1:11, dan al-Dzahabi tidak memberikan komentar apa-apa. ^
39 Riya’ ialah melakukan sesuatu amalan tidak untuk mencari keridhaan Allah tetapi untuk mencari popularitas atau pujian dari masyarakat ^
40 Riwayat yang pertama diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab az-Zuhd; sedangkan riwayat lainnya diriwayatkan oleh Ibn Majah (4202). Al-Mundziri berkata. “Para rawinya tsiqah.” (Al-Muntaqa, 21); al-Bushiri dalam az-Zawa’id berkata,  “Isnad-nya shahih, dan rijal-nya tsiqah.” ^

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *