Jual-Beli Ariya

Imam Syafi’i berkata: Sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memperbolehkan orang yang mempunyai ariyah untuk menjualnya dengan cara ditaksir.

Imam Syafi’i berkata, Mahmud bin Labid pernah ditanya atau Mahmud bin Labid pernah bertanya kepada salah seorang sahabat Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam, mungkin Zaid bin Tsabit atau yang lainnya, “Apakah ariyah-mu itu?” Sahabat itu menjawab, “Ariyah saya adalah si fulan dan si fulan”, sambil menyebutkan beberapa orang Anshar yang memerlukan makanan dan telah mengadu kepada Rasulullah bahwa buah ruthab telah tiba waktunya, sedangkan mereka tidak memiliki uang tunai yang dapat dipergunakan untuk membayar ruthab yang akan dimakan bersama orang banyak, sementara mereka masih memiliki kelebihan buah tamar yang dapat dimakan setiap hari. Kemudian Rasulullah memperkenankan mereka untukmenjual ariyah dengan cara menaksir tamar yang mereka miliki dan mereka makan sebagai ruthab.  Membeli atau menukar (barter) kurma kering sebagai bahan makanan dengan kurma yang masih basah dengan cara ditentukan jumlah takarannya.

Imam Syafi’i berkata: Rasulullah telah melarang menjual secara ariyah kecuali dalam 5 wasaq atau kurang dengan berdalih pada apa yang telah saya terangkan sebelumnya, bahwa diperbolehkan ariyah bagi orang yang semula tidak diperbolehkan. Hal itu disebabkanjika ia sepertijual-beli yang lain, maka halitu adalah jual-beli 5 wasaq, kurang dan lebihnya adalah sama.Akan tetapi diperbolehkan baginya dan keluarganya untuk menikmati sesuatu yang dapat dimakan, dan dilarang baginya lebih dariitu.

Apabila ada orang yang memiliki yang terkena penyakit atau tertima sesuatu, maka yang khusus diperbolehkan baginya adalah menjauhkan penyakit tersebut. Kemudian disyaratkan bahwa penyakit yang menimpanya itu lebih dari 5 wasaq. Apabila dilarang baginya untuk membeli selain lima wasaq itu, maka penyakit itu layak menimpanya jika ia telah ber-ariyah lebih dari 5 wasaq.

Imam Syafi’i berkata: Tidak diperbolehkan jual-beli ariyah hingga kedua orang yang melakukan transaksi itu saling menerima sebelum keduanya berpisah. Pada saatitu (jual-belinya) sama seperti jual-beli tamar dengan gandum dan gandum dengan jagung. Tidak diperbolehkan bagi pemilik ariyah untuk menjual ariyah selain 5 wasaq atau kurang.

Imam Syafi’i berkata: Apabila ia membeli 5 wasaq, maka saya tidak akan membatalkan jual-beli tersebut dan sayajuga tidak memandang sebelah mata padanya.

Sebaliknya, apabila ia membeli lebih dari 5 wasaq, maka saya akan membatalkan akad itu semua. Hal tersebut disebabkan akad itu telah terjadi pada sesuatu yang dibolehkan dan sesuatu yang tidak dibolehkan.

Imam Syafi’i berkata: Ariyah buah anggur adalah seperti ariyah pada buah kurma, keduanya sama-sama ditentukan dengan memakai takaran.

Imam Syafi’i berkata: Apabila ariyah makanan dan minuman dijual dengan cara ditakar atau ditimbang, maka kedua orang yang bertransaksi itu tidak boleh berpisah sebelum keduanya saling menerima. Makanan dan minuman yang dihitung, menurut pendapat saya mempunyai posisi makanan dan minuman yang ditakar dan ditimbang, karena ia juga bisa ditimbang dan ditakar. Selain itu, ada pula orang yang menimbang dan menakar saja.

Apabila ariyah itu dijual/dibarter dengan suatu benda yang dapat disifati, seperti kain darijenis yang dapat diukur dengan hasta, kayu yang dapat diukur dengan hasta, besi yang disifati serta ditimbang, dan juga kuningan, dan segala sesuatu seperti emas, perak atau newan selain makanan dan minuman, yang terjadi dengan akad jual-beli dan diterima oleh pembeli ariyah serta disebutkan jatuh tempo harganya, maka hal itu halal hukumnya dan jual-belinya juga diperbolehkan.

Hal itu seperti pada makanan yang diletakkan, setelah itu ditukar dengan suatu barang. Kemudian makanan itu diterima, sedangkan barang belum diterima. Terkadang barang tersebut dibayar tunai, maka ia diperbolehkan bagi yang berhak menerimanya darijual-beli tersebut kapan saja diinginkan; dan terkadang barang tersebut masih dalam masa tangguhan, maka diperbolehkan baginya untuk menerima pada saat jatuh tempo.

Imam Syafi’i berkata: Apabila diperbolehkan bagi orang yang memiliki ariyah untuk membelinya, maka diperbolehkan pula baginya untuk menghibahkan, memberi makan, menjual, menyimpan, dan segala sesuatu yang diperbolehkan layaknya orang yang mempunyai harta. Yang demikian itu dikarenakan Anda telah memiliki barang yang halal, maka semua barang tersebut menjadi halal. Dengan demikian, Anda telah memiliki ariyah itu secara halal.

Imam Syafi’i berkata: Ariyah itu ada tiga jenis, dan yang telah kami terangkan adalah salah satunya. Yang termasuk ariyah adalah segala sesuatu yang disendirikan untuk dimakan secara khusus, dan yang tidak masuk dalam jumlah penjualan dari buah kebun. Jenis yang kedua adalah bahwa pemilik kebun mengkhususkannya kepada suatu kaum (masyarakat). Kemudian ia memberikan sebutir, dua butir, dan beberapa butir buah kurma kepada seseorang sebagai ariyah yang akan dimakan. Yang ini termasuk dalam satu makna pemberian kambing, dimana seseorang memberikan seekor, dua ekor, ataupun beberapa ekor kambing kepada orang lain agar susunya dapat diminum dan dimanfaatkan.

Diperbolehkan bagi orang yang diberikan ariyah itu untuk menjual buahnya, menjadikannya sebagai kurma kering, dan melakukan segala sesuatu seperti yang ia lakukan pada hartanya, karena ia telah memilikinya. Jenis ketiga dari ariyah ini adalah seseorang ber-ariyah sebatang pohon kurma atau lebih dari kebunnya agar dapat dimakan, dihadiahkan, menjadikan buahnya sebagai tamar, atau melakukan apa yang ia kehendaki. Ia dapat menjual sisa dari buah kebunnya. Maka, hal ini adalah sesuatu yang disendirikan dari yang dijual secara keseluruhan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *