Jawaban Singkat Terhadap Pertanyaan Seputar Masalah Kedokteran

Pertanyaan-pertanyaan berikut ini cukup menggoda pikiran dokter-dokter muslim, khususnya yang bertugas di  negara non-lslam. Maka dalam hal ini, kami memerlukan jawaban  secara singkat agar mudah merincinya.

1.Wanita dan Kelahiran

Pertanyaan: Apa yang harus diucapkan saat bayi dilahirkan?

Jawaban: Diazani pada telinga kanannya seperti azan untuk shalat, sebagaimana yang dilakukan Nabi saw. ketika Hasan anak Fatimah dilahirkan, agar kalimat pertama yang masuk ke telinganya adalah kalimat takbir dan tauhid.

Pertanyaan: Apakah bayi yang gugur wajib dishalati? Jawaban: Bayi yang gugur tidak perlu dishalati kecuali jika ia lahir dalam keadaan hidup, meskipun hanya beberapa menit.

Pertanyaan:  Sebagian  orang beranggapan bahwa menggugurkan kandungan diperbolehkan asalkan janin belum  berusia tiga bulan. Apakah pendapat ini benar? Apa yang harus dilakukan orang yang membantu menggugurkan kandungan yang belum berusia tiga bulan, kalau pada waktu itu ia belum  mengerti hukumnya? Apakah ia harus membayar kafarat pembunuhan suatu jiwa karena perbuatannya itu?

Jawaban: Pada dasarnya menurut pendapat yang saya pandang kuat-menggugurkan kandungan tidak diperbolehkan kecuali karena udzur. Apabila dilakukan sebelum kandungan berusia empat puluh hari, maka hal itu masih ringan, lebih-lebih jika udzur (alasannya) kuat. Adapun setelah kandungan berusia lebih  dari empat puluh hari yang ketiga (yakni 120 hari) maka tidak boleh digugurkan sama sekali.

Pertanyaan: Bagaimana hukum memasang alat-alat kontrasepsi pada wanita dan laki-laki untuk mencegah  kehamilan, baik terhadap kaum muslim maupun terhadap orang nonmuslim?

Jawaban: Tidak boleh, karena hal itu berarti mengubah ciptaan Allah, serta termasuk  perbuatan dan penghias setan. Kecuali dalam keadaan sangat darurat, misalnya jika kehamilan membahayakan si ibu, sedangkan cara penanggulangan lainnya tidak ada. Maka hal ini merupakan darurat individual yang jarang terjadi, dan diukur dengan kadarnya, serta tidak boleh dijadikan kaidah umum.

2.Masalah Amaliah

Pertanyaan: Bolehkah melakukan shalat sementara di pakaian terdapat darah? Jawaban:  Boleh, apabila darahnya  hanya sedikit, atau sukar dibersihkan, karena menurut kaidah: “segala sesuatu yang sulit dipelihara, maka ia dimaafkan.”

Pertanyaan:  Bolehkah melakukan shalat jika kesulitan mengetahui arah kiblat? Jawaban: Apabila ia telah berusaha  mencarinya tetapi belum juga dapat mengetahui arah kiblat, atau yang mendekatinya, maka bolehlah ia menghadap ke arah mana saja. Dalam hal ini Allah berfirman:

“Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemana pun kamu menghadap, disitulah wajah Allah …”(al-Baqarah: 115)

Pertanyaan: Bagaimana hukum menjama’ shalat apabila seorang dokter sangat sibuk misalnya ketika menghadapi persalinan?

Jawaban:  Dia boleh menjama shalat zuhur dengan asar, atau shalat magrib dengan shalat isya’, baik dengan jama  taqdim maupun jama ta’khir, mana yang dianggap mudah baginya, yaitu dengan jama saja tanpa diqashar. Memperbolehkan menjama karena udzur  adalah mazhab Imam Ahmad, berdasarkan hadits Ibnu Abbas dalam kitab sahih (Muslim).

Pertanyaan: Bagaimana hukum mengusap kaos kaki?

Jawaban: Enam belas orang sahabat Nabi  saw. memperbolehkan mengusap kaos kaki dengan syarat pada waktu memakainya harus dalam keadaan suci. Orang yang mukim (berdomisili di kampung halaman) boleh mengusap  kaos kaki selama semalam, dan bagi musafir selama tiga hari tiga malam.

Pertanyaan: Bagaimana cara mandi jinabat apabila terdapat air tetapi tidak dijumpai tempa untuk mandi, misalnya setelah persalinan?

Jawaban: Dalam kondisi seperti ini air dianggap tidak ada menurut hukum, meskipun sebenarnya ada, sebab yang dijadikan acuan ialah dapat mempergunakannya. Sedangkan dalam kondisi seperti ini kemampuan untuk mempergunakannya tidak ada. Oleh karena itu bolehlah ia bertayamum.

Pertanyaan: Bolehkah melakukan shalat di sekitar pancuan air jika hanya tempat itu satu-satunya tempat yang  cocok, khususnya di negara-negara Barat?

Jawaban: Keadaan darurat mempunyai hukum tersendiri. Dalam suatu hadits Rasulullah saw. bersabda:

“Dan bumi itu dijadikan untukku sebagai tempat sujud (tempat shalat).” [HR Bukhari dalam “ash-Shalah,” juz 1, hlm. 533, hadits nomor 438; dan Muslim dalam “al-Masajid,” juz 1, him.370, hadits nomor 521 dan 522.]

Pertanyaan: Apakah bersentuhan  dengan  suster  (perawat  atau dokter  perempuan)  sebagaimana yang biasa terjadi membatalkan wudhu, lebih-lebih jika wanita itu musyrikah?

Jawaban: Menurut  pendapat yang rajih (kuat), bersentuhan dengan wanita tanpa syahwat tidaklah membatalkan wudhu.

Pertanyaan:  Apa yang harus dilakukan oleh dokter  muslim apabila tampak olehnya bahwa temannya atau   direkturnya menghisap/meminum benda-benda memabukkan?

Jawaban:  Menggunakan metode yang paling bijaksana dan paling lemah-lembut untuk menghilangkan kemunkaran tersebut, menurut kemampuannya, dan hendaklah ia menganggap dirinya sedang menghadapi pasien yang menderita penyakit tertentu. Di samping itu, hendaklah meminta tolong kepada setiap ahli pikir agar dapat memecahkan masalah tersebut secara bijak.

Pertanyaan: Apa yang menjadi kewajiban kita dalam menghadapi masalah menutup aurat orang sakit dan anggota tubuhnya yang terbuka bukan dalam keadaan darurat, apakah kita menganjurkan kepadanya?

Jawaban:  Ini merupakan sesuatu yang wajib disebarluaskan agar diketahui  setiap muslimah dan dilakukan mana  yang lebih positif, kecuali dalam keadaan darurat, meskipun kebolehan karena darurat haruslah diukur dengan kadar kedaruratannya.

Pertanyaan: Bagaimana hukum mempergunakan alkohol yang bersih untuk kulit?

Jawaban:  Tidak apa-apa, ia bukan khamar yang diharamkan, karena khamar sengaja disiapkan untuk diminum. Dalam hal ini ada fuqaha yang menganggap najisnya khamar  adalah  najis maknawiyah, bukan najis hissiyyah  (menurut  pancaindra), dan ini merupakan  pendapat Rabi’ah guru Imam Malik dan lain-lainnya. Dalam kaitan  ini,  Lembaga Fatwa di al-Azhar sejak dulu memperbolehkan penggunaan alkohol untuk kepentingan tersebut. Adapun  Sayid Rasyid Ridha mempunyai fatwa yang terinci dan argumentatif tentang kebolehannya. Silakan mengkaji fatwa-fatwa beliau.

3. Pada Waktu Seseorang Meninggal Dunia

Pertanyaan:

  1. Apa yang harus diucapkan terhadap orang sakit yanghampir meninggal dunia?
  2. Apa yang harus diucapkan terhadap keluarganya untuk menyabarkan mereka?
  3. Apa yang harus dilakukan dokter tepat ketika si sakit meninggal dunia?
  4. Bagaimana hukum transplantasi (pencangkokan) organ tubuh dari orang hidup atau dari orang mati
  5. Apakah definisi mati “ketika si sakit masih bernapas dengan pernapasan buatan dan jantungnya masih berdenyut hanya karena perantaraan obat perangsang,” berarti kematian bagian utama otak (brain stem) sebagaimana yang ditetapkan dokter-dokter dari Barat?

Jawaban:  Saya telah menjelaskan masalah-masalah yang ditanyakan di atas dalam fatwa-fatwa sebelum ini, karena itu dipersilakan  membacanya kembali. [Lihat fatwa tentang “Eutanasia,” “Seputar Pencangkokan Organ Tubuh,” serta “Hak dan Kewajiban Keluarga dan Teman-teman Si Sakit.”]

4. Beberapa Pertanyaan Umum

Pertanyaan: Bagaimana jalan keluarnya apabila seorang dokter pria berduaan dengan pasien wanita atas permintaan pasien tersebut?

Jawaban: Duduk bersamanya dengan pintu tetap terbuka, dan menundukkan pandangan.

Pertanyaan:  Dalam suatu kongres kedokteran ada salah seorang peserta yang mengemukakan pendapat yang aneh-aneh tentang penciptaan jagad raya ini. Apakah pendapat seperti itu wajib disanggah ataukah didiamkan saja?

Jawaban: Hal itu terserah kepada kemampuan dan kebijakan si muslim, karena pada suatu saat meluruskan dan memberikan komentar terkadang ada manfaatnya, tetapi pada saat yang lain kadang-kadang tidak ada gunanya; terkadang diperkenankan dan kadang-kadang tidak diperkenankan. Hal  ini  memang  merupakan suatu bencana  yang sudah kita kenal diantara bencana-bencana yang ditimbulkan kaum materialis terhadap ketetapan-ketetapan ilmu alam yang jauh dari sentuhan iman.

Pertanyaan:   Bagaimana hukum bermuamalah (bergaul) dengan pemeluk agama lain, sejak memulai salam dan lainnya, baik di timur maupun di barat,  sementara diantara mereka ada yang menjadi direktur kami?

Jawaban: Allah berfirman ketika mengambil janji kepada Bani Israil:”… dan ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia  …” (al-Baqarah: 83)

Dia pun berfirman mengenai  sesuatu yang  disyariatkan-Nya kepada kaum muslim.

“Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, ‘Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar) …”(al-Isra’: 53)

Diantara perkataan yang baik  atau yang lebih baik ialah mendahului menyapanya dengan sapaan yang sesuai dan mempergauli mereka secara baik. Hal demikian bahkan dapat dianggap sebagai wasilah dakwah kepada mereka.

Pertanyaan:  Apa yang wajib dilakukan seorang dokter mengenai pemerkosaan jika ia mengetahui pelakunya?  Apakah ia harus memberitahukannya kepada keluarga si wanita dengan menceritakan keseluruhannya ataukah menutupinya?

Jawaban:  Hal ini berbeda-beda sesuai dengan perbedaan lingkungan dan kondisinya,  sebab seorang mukmin  haruslah cerdas dan cekatan (pandai membaca keadaan dan menyikapinya).

Pertanyaan: Bagaimana hukum duduk di tempat pertemuan yang dihidangkan khamar di sana, sementara tempat itu merupakan satu-satunya tempat yang penuh dengan makanan, dan pertemuan itu diselenggarakan sehari penuh?

Jawaban:  Seorang muslim harus berusaha menghindarinya sedapat mungkin, mengingat hadits syarif yang berbunyi:

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah ia duduk di depan meja yang dihidangkan khamar padanya.” [HR Tirmidzi dalam “al-Adab,” juz 5, hlm. 104, hadits no. 2801, dan beliau berkata, “Hasan gharib.”]

Kecuali jika dalam keadaan terpaksa. Allah berfirman:

“… sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepadamu apa yang diharamkan-Nya atas kamu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya …” (al-An’am: 119)

Pertanyaan: Dalam situasi  tertentu,  suatu  kelompok  rahasia tidak  dapat mengumpulkan anggotanya kecuali di bar seminggu sekali untuk mengkaji berbagai situasi dan kondisi,  dengan alasan bahwa tempat tersebut jauh dari udara rumah sakit. Mereka adalah para pemimpin muslim, sedangkan si anggota perlu membantu mereka untuk   merencanakan  kegiatan  pada  masa mendatang. Nah, apakah dia harus  memutuskan  hubungan  dengan mereka ataukah harus pergi bersama mereka dengan terpaksa?

Jawaban:  Orang muslim adalah mufti bagi dirinya sendiri dalam persoalan-persoalan tertentu, dia mengetahui   mana yang dianggap darurat dan mana yang bukan darurat. Sedangkan orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah  daripada orang mukmin yang lemah.

Pertanyaan:  Ikut serta dalam berbagai acara/resepsi di rumah sakit berkenaan dengan hari ulang tahun dan tahun  baru. Bagaimana hukum menghadiri acara-acara tersebut, atau mengirimkan kartu ucapan selamat kepada  direktur dan handai taulan, atau menjawab ucapan selamat ulang tahun atau tahun baru?

Jawaban:  Bersikap baik terhadap mereka cukup dengan menggunakan kartu dan sejenisnya, tidak usah menghadirinya,kecuali jika  kehadiran tersebut membawa kemaslahatan bagi Islam dan kaum muslim.

Pertanyaan:  Bila seseorang berpuasa pada waktu sebelum ujian atau pada waktu ujian yang kadang-kadang memakan waktu 18 atau 20 jam, maka dalam hal ini bolehkah ia berbuka?Jawaban:  Seyogyanya seorang muslim  makan sahur dan berniat puasa lantas mencoba. Jika ia mampu melakukannya, maka alhamdulillah;  dan  jika  merasa sangat berat hendaklah ia berbuka dan mengqadhanya setelah itu.  Dalam mengakhiri  ayat yang mewajibkan puasa, Allah berfirman:

“… Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu …” (al-Baqarah: 185)

Pertanyaan: Menyebut-nyebut  teman  mengenai  keadaannya yang tidak  disukai  sering terjadi di rumah-rumah sakit, misalnya perkataan “dia dokter yang lamban atau bodoh,” meskipun  pembicaraan seperti itu kadang-kadang  untuk kebaikan kerja yang bersangkutan. Apakah hal itu diperbolehkan? Dan apa  yang harus dilakukan oleh dokter yang masih muda-muda ini bila yang melakukan ghibah tersebut adalah direkturnya, haruskah menasihatinya atau diam saja?

Jawaban: Bedakanlah antara ghibah dengan kritik. Yang termasuk bab ghibah adalah haram hukumnya, sedangkan yang termasuk  bab kritik,  maka memberi nasihat dalam kritik ini harus dilakukan dengan lemah lembut dan menurut kadar kemampuannya.

Pertanyaan: Apakah ada perbedaan menurut hukum antara menyebut aib orang muslim dengan orang nonmuslim, atau menasihati orang muslim dengan orang nonmuslim?

Jawaban: Islam memelihara dan menjaga kehormatan manusia siapa pun orangnya, muslim atau nonmuslim. Hanya saja kehormatan orang muslim lebih besar, dan kehormatan orang yang punya  hak yang  lebih  besar  itu lebih besar lagi, misalnya kedua orang tua, sanak keluarga, tetangga, dan guru.

Pertanyaan: Bagaimana hukum menunda giliran (mendatangi istri) hingga selesainya ulangan atau ujian?

Jawaban:  Tidak ada larangan apabila kedua suami-istri telah sepakat dan tidak menimbulkan mudarat bagi si  istri.  Para sahabat juga ada yang melakukan ‘azl (mencabut dzakar dari faraj istri untuk menumpahkan sperma di luar faraj pada waktu ejakulasi) karena alasan dan sebab-sebab tertentu, tetapi halitu tidak dilarang oleh Rasulullah   saw., sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits sahih.

Pertanyaan: Bagaimana hukum tertidur dari shalat wajib setelah berjaga terus-menerus dalam bekerja, apakah si  istri wajib membangunkan suaminya dalam keadaan seperti ini ataukah membiarkannya?

Jawaban: Pena penugasan dan pemberian sanksi diangkat dari orang yang tidur hingga ia bangun, lebih-lebih jika ia berjaga sebelum tidur-untuk melakukan  pekerjaan  yang  dibenarkan syara’ dan hendaklah ia melakukan shalat sewaktu ia bangun. Selain itu, berdasarkan prinsip kemudahan yang menjadi fondasi bangunan hukum syariat,   tidaklah wajib bagi istri membangunkannya jika ia dalam keadaan lelah dan payah,  karena kasihan  terhadap  keadaannya,  dan  bertujuan  agar  ia mampu melanjutkan pekerjaannya:

“… Dan Dia (Allah) sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.” (al-Hajj: 78)

Pertanyaan: Bagaimana hukum meninggalkan shalat Jum’at satu kali atau lebih yang disebabkan kondisi kerjanya, seperti terus-menerus memantau kondisi orang sakit atau melakukan pekerjaan/tugas pada waktu shalat itu sendiri?

Jawaban:  Yang  dilarang dan diancam ialah meninggalkan shalat Jum’at tiga kali tanpa udzur, sedangkan udzur dalam kasus ini sangat jelas. Maka seyogyanya seorang muslim berusaha sungguh-sungguh untuk  menanggulangi  udzur tersebut sedapat mungkin, dan tiap-tiap orang akan mendapatkan sesuatu sesuai dengan niatnya.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *