Jaminan (Borg/Gadai) Berupa Binatang Ternak

Imam Syafi’i berkata: Apabila seseorang mempunyai sejumlah kambing yang sudah mencapai haul (nishab) tapi ia belum membayar zakat, lalu ia menggadaikan temak-temak tersebut kepada orang’ lain, maka dari ternak-ternak tersebut hams diambil sebagiannya untuk diserahkan sebagai zakat. Adapun sisanya tetap menjadi barang gadaian. Demikian juga yang berlaku pada sapi dan unta yang zakatnya berupa unta (beijumlah 25 ekor lebih). Apabila akhimya si pemegang gadai membeli temak-ternak tersebut padahal ternak-ternak itu belum dikeluarkan zakatnya, maka si pembeli berhak membatalkan akad jual- beli tersebut, karena si penjual (orang pertama) telah menggadaikan sesuatu yang sebagiannya merupakan harta zakat. Ia berarti telah menggadaikan sebagian miliknya, dimana sebagiannya bukan miliknya.

Imam Syafi’i berkata: Apabila temyata kambing-kambing (yang digadaikan tersebut) belum dizakati selama 2 atau 3 tahun, maka harus diambil dari kambing-kambing tersebut sesuatu yang wajib diserahkan sebagai zakat. Sedangkan sisanya tetap sebagai gadaian.

Imam Syafi’i berkata: Apabila orang tersebut mempunyai kambing-kambing lain (yang tidak digadaikan) dan kambing-kambing tersebut sudah wajib dizakati, tapi ia belum menunaikan zakatnya sampai kambing-kambing tersebut habis, maka pembayaran zakat tersebut tidak boleh diambil dari kambing gadaiannya, tapi hams dibayar zakatnya dengan menggunakan harta yang lain. Apabila ternyata ia tidak mempunyai uang atau harta, maka kambing-kambing gadaian tersebut boleh dijual, lalu hasil dari penjualan tersebut sebagiannyauntuk orang yang memegang gadai dan sisanya untuk membayar zakat kambing-kambing yang telah habis. Namunjika temyata dari penjualan kambing gadaian tersebut tidak ada sisanya untuk membayar zakat (karena sudah habis untuk membayar utang), maka dalam hal ini tercatat sebagai hutang. (Tapi dalam hal ini) kapanpun lamempunyai kelebihanhaita, makaharus membayar utang zakatnya Daiam hal ini pemegang gadai (yang punya piutang) lebih berhak terhadap barang dagangannya.

Imam Syafl’i berkata: Apabila ternak-ternak yang digadaikan tersebut bertambah (berkembang biak), maka tambahan ini tidak boleh dimasukkan dalam ternak gadaian. Apabila ternak-ternak gadaian tersebut dijual (untuk melunasi utang), maka apabila ada ternak yang bunting tua (yang sebentar lagi akan melahirkan), ternak-ternak seperti ini tidak boleh dijual sebelum ia melahirkan, kecuali apabila si pemilik ternak (yang menggadaikan ternak tersebut merelakannya). Apabila kemudian ternak tersebut melahirkan anak, maka yang dijual adalah induknya, bukan anaknya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *