Ilmu

Tanya: Apa itu Ilmu? Apa kewajiban manusia dalam masalah ilmu?

Jawab: Ilmu ada 2 kategori, dan yang pertama adalah ilmu umum, yang harus dikuasai oleh orang yang baligh dan tidak lemah akal.

Tanya: Misalnya?

Jawab: Ilmu tentang shalat 5 waktu, tentang puasa wajib, tentang berhaji ke Baitullah jika mampu, tentang zakat harta, tentang pengharaman zina, membunuh, mencuri dan minum khamer, serta hal-hal lain yang semakna dengannya. Semua itu dibebankan kepada manusia untuk memahaminya, mengamalkannya, mengorbankan diri dan hartanya, serta menahan diri dari hal-hal yang diharamkan Allah SWT kepada
mereka.

Semua kategori ilmu tersebut ada secara nash dalam Al Qur’an. Ia ada secara umum bagi umat Islam, dan ditransfer kepada kalangan awam dari kalangan awam sebelumnya. Mereka menuturkannya dari Rasulullah SAW, dan mereka tidak berselisih dalam penuturan dan kewajibannya kepada mereka.

Inilah ilmu umum yang di dalamnya tidak mungkin terjadi kekeliruan khabar dan takwil, serta tidak ada pertentangan di dalamnya. 

Tanya: Apa kategori kedua?

Jawab: yaitu cabang-cabang dari perkara fardhu yang pengetahuannya cukup diwakili oleh sebagian orang, hukum  hukum yang dikhususkan, dan sebagainya, yang tidak dijelaskan oleh nash Al Qur’an, dan kebanyakan diantaranya tidak diulas dalam Sunnah. Meskipun sebagiannya dijelaskan oleh Sunnah, namun ia merupakan khabar khusus, bukan khabar umum, yang diantaranya ada yang mengandung takwil dan dipahami secara qiyas.

Tanya: apakah ini wajib diketahui seperti ilmu sebelumnya, sehingga seandainya seseorang mengetahui maka ia telah melakukan perkara sunah, dan oleh yang meninggalkannya tidak berdosa? Atau ia termasuk kategori ketiga yang Anda kemukakan kepada kami dalam bentuk khabar dan qiyas.

Jawab: ia termasuk kategori ketiga.

Tanya: jelaskan hal tersebut dan sebutkan argumennya! Apa yang harus diketahui, siapa yang harus mengetahui dan siapa yang digugurkan kewajibannya?

Jawab: ini merupakan tingkatan ilmu yang tidak bisa dicapai oleh orang awam, dan tidak semua orang khusus harus mengetahuinya. Siapa di antara orang khusus itu yang dimungkinkan mencapainya, maka mereka semua tidak diperkenankan untuk mengabaikannya, apabila ada seseorang dari kalangan khusus yang memiliki kapabilitas untuk melakukannya, maka orang lain tidak berdosa jika meninggalkannya. Namun orang yang melakukannya itu lebih baik daripada orang yang mengabaikannya.

Tanya: Jelaskan kepadaku dari segi khabar yang semakna, agar penjelasan ini menjadi qiyas baginya!

Jawab: Allah SWT mewajibkan jihad di dalam Kitab-Nya dan melalui lisan Nabi-Nya, kemudian Allah SWT menegaskan kelompok jihad dalam firman-Nya:

Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di
dalam Taurat, Injil dan Al Quran. dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan Itulah kemenangan yang besar
. (QS. At-Taubah [9]: 11)

dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa. (QS. AtTaubah [9]: 36)

apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, Maka bunuhlahorang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah ditempat pengintaian. jika mereka bertaubat dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat, Maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. At-Taubah [9]: 5)

apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, Maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah ditempat pengintaian. jika mereka bertaubat dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat, Maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. At-Taubah [9]: 5)

Abdul Aziz mengabarkan kepada kami, dari Muhammad bin Amru, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah RA, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda:

Aku akan terus memerangi manusia, sampai mereka mengucapkan, „Tiada tuhan selain Allah”. Apabila mereka telah mengucapkannya, maka mereka telah melindungi darah dan harta mereka dariku kecuali dengan hak, sementara perhitungan mereka di tangan Allah.”125

Allah SWT berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, Apakah sebabnya bila dikatakan kepadamu: “Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah” kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) diakhirat hanyalah sedikit. jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih dan digantinya (kamu) dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan dapat memberi kemudharatan kepada-Nya sedikitpun. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. At-Taubah [9]: 38-39)

Berangkatlah kamu baik dalam Keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. (QS. At-Taubah [9]: 41) 

Ayat-ayat tersebut mengandung kemungkinan bahwa jihad pada umumnya dan bergabung dengan pasukan perang pada khususnya merupakan kewajiban bagi setiap orang yang mampu. Tidak seorang pun dari mereka yang boleh menghindar dari jihad dan perang, sebagaimana shalat, haji, dan zakat, tidak seorang pun yang berkewajiban itu digantikan oleh orang lain dalam menjalankan kewajiban, karena amal seseorang tidak dicatat untuk orang lain.

kemungkinan makna kewajibannya berbeda dengan makna kewajiban shalat (fardhu ain), karena kewajibannya dimaksudkan sebagai kewajiban kifayah, sehingga orang yang menjalankan kewajiban kifayah dalam memerangi orang-orang musyrik berarti telah melaksanakan perkara fardhu, memperoleh keutamaan amal nafilah, serta membebaskan orang yang tidak berjihad dari dosa.

Allah SWT tidak menyamakan keduanya. Allah SWT berfirman:

tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai ‘uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar, secara tekstual ayat-ayat tersebut menunjukkan bahwa kewajiban jihad berlaku untuk umum.

Tanya: jelaskan dalil bahwa jika sebagian orang telah mengerjakan perkara fardhu kifayah tersebut maka orang yang mangkir terbebas dari dosa.

Jawab: dalilnya ada pada ayat ini.

Tanya: apa itu?

Jawab: Allah SWT berfirman:

Allah menjanjikan kepada masing-masing mereka (balasan) yang lebih baik. (QS. Al-Hadid [57]: 10)

Allah SWT menunjukkan kebaikan dalam bentuk ketetapan pada keimanan kepada orang-orang yang tidak turut jihad, dan menjelaskan keutamaan orang-orang yang berjihad dibanding orang-orang yang berpangku tangan, seandainya mereka berdosa
karena tidak berperang saat orang lain berperang, maka hukuman berdosa jika Allah SWT tidak memaafkan  lebih layak bagi mereka daripada kebaikan.

Tanya: apakah Anda menikah dalil lain dalam masalah ini?

Jawab: Ya. Allah SWT berfirman:

Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (QS. At-Taubah [9]: 122)

Rasulullah SAW pernah berperang bersama para sahabat, namun beliau meninggalkan sahabat-sahabat lain di rumah. Bahkan Ali bin Abu Thalib RA tidak ikut dalam perang Tabuk. Allah SWT memberitahukan kita bahwa umat Islam tidak harus pergi perang seluruhnya. „tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya  (ke medan perang).”

Di sini Allah SWT memberitahukan bahwa berangkat perang hanya kewajiban bagi sebagian dari mereka, sementara belajar agama juga merupakan kewajiban bagi
sebagian yang lain. Demikian pula sebagian besar perkara fardhu lain yang tidak ada alasan untuk tidak mengetahuinya.Demikianlah setiap perkara fardhu yang dimaksudkan sebagai fardhu kifayah. Apabila sebagian kaum muslim yang memiliki
kecukupan harta mengerjakannya, maka orang yang tidak ikut mengerjakannya telah bebas dari dosa. Seandainya mereka mengabaikannya secara bersama-sama, maka saya khawatir tidak satu pun dari mereka (yang derajatnya tinggi) bebas dari dosa. Bahkan saya tidak meragukannya, karena Allah SWT berfirman:
jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang
pedih. (QS. At-Taubah [9]: 39)

Tanya: apa artinya?

Jawab: hal ini menunjukkan bahwa tidak turutnya mereka semua dalam angkatan perang tidak bisa ditolelir. Berangkatnya sebagian dari mereka ke medan perang  apabila ada unsur kifayah atau kecukupan dalam angkatan perang itu  telah
membebaskan orang yang tidak turut perang dari dosa, karena apabila sebagian dari mereka telah berangkat perang, maka kata 
nafir (angkatan perang) bisa dilekatkan pada mereka.

Tanya: Adakah contoh selain jihad?

Jawab: menshalati jenazah dan menguburkannya (hukumnya fardhu kifayah) tidak semua orang yang berada di sekitar jenazah wajib menghadirinya.

Demikian pula menjawab salam. Allah SWT berfirman:

apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, Maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu. (QS. An-Nisa’ [4]: 86)

Rasulullah SAW bersabda:

Orang yang berdiri mengucapkan salam kepada orang yang duduk.”

Apabila salah seorang dari kaum telah mengucapkan salam, maka telah cukup bagi mereka.”

Maksudnya adalah membalas salam. Apabila salam telah dibalas, meskipun oleh sedikit orang, maka itu sudah mencakup kata „membalas salam”. Unsur kifayah menghalangi batalnya jawaban salam oleh sedikit orang.

Umat Islam tetap berpegang pada ketentuan yang saya jelaskan ini sejak Allah SWT mengutus Nabi-Nya hingga hari ini. Sebagian kecil dari mereka mendalami ilmu, sebagian lain menghadiri pengurusan jenazah, berjihad, menjawab salam, smtr sebagian lain tidak melakukannya. Mereka mengetahui bahwa keutamaan menjadi milik orang yang belajar, berjihad, menhadiri jenazah, dan menjawab salam. Namun mereka tidak menilai bahwa orang yang tidak melakukan semua itu telah berdosa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *