Allah SWT berfirman:
وَالَّذِيْنَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُوْنَ اَزْوَاجًا يَّتَرَبَّصْنَ بِاَنْفُسِهِنَّ اَرْبَعَةَ اَشْهُرٍ وَّعَشْرًا ۚ
orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah Para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber’iddah) empat bulan sepuluh hari. (QS. Al-Baqarah [2]: 234)
وَالْمُطَلَّقٰتُ يَتَرَبَّصْنَ بِاَنْفُسِهِنَّ ثَلٰثَةَ قُرُوْۤءٍۗ
wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru‘. (QS. Al-Baqarah [2]: 228)
وَالّٰٓـىٴِۡ يَٮِٕسۡنَ مِنَ الۡمَحِيۡضِ مِنۡ نِّسَآٮِٕكُمۡ اِنِ ارۡتَبۡتُمۡ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلٰثَةُ اَشۡهُرٍ وَّالّٰٓـىٴِۡ لَمۡ يَحِضۡنَ ؕ وَاُولَاتُ الۡاَحۡمَالِ اَجَلُهُنَّ اَنۡ يَّضَعۡنَ حَمۡلَهُنَّ ؕ
dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), Maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. (QS. At-Thalaq [65]: 4).
Sebagian ulama mengatakan bahwa Allah SWT mewajibkan wanita yang ditinggal mati oleh suaminya untuk ber-iddah selama empat bulan sepuluh hari, dan menyebutkan batas iddah wanita hamil adalah sampai ia melahirkan. Lalu, apabila seorang wanita mengandung sekaligus ditinggal meninggal oleh suaminya, maka ia melakukan dua iddah secara bersamaan, sebagaimana saya temukan bahwa setiap dua perkara fardhu yang ditetapkan padanya boleh dikerjakan olehnya secara bersamaan.
Saat Subai‟ah binti Harits melahirkan beberapa hari sesudah sumainya wafat, Rasulullah SAW bersabda kepadanya:
“Kamu telah halal, maka menikahlah
Hadits ini menunjukkan bahwa iddah kematian dan iddah cerai dimaksudkan untuk wanita yang tidak hamil. Apabila ada kehamilan, maka iddah yang lain gugur.