Hewan Buruan yang Sudah Dikuasai Oleh Manusia

Imam Syafi’i berkata: Binatang buas yang sudah berada di tangan manusia atau sudah dimiliki oleh seseorang, lalu datang orang lain menangkap binatang tersebut, maka ia harus mengembalikan binatang tersebut kepada pemiliknya. Jika binatang tersebut cacat setelah ditangkap olehnya, maka ia harus menggantinya. Binatang tersebut misalnya berupa rusa, kambing hutan, qamari (bentuk jamak dari qumriyah: termasuk jenis merpati), dabasi (jenis belalang), dan hajal (ayam hutan jantan yang dagingnya sedang. Lihat kamus Al Muhith, juz 3, hal. 355).

Seluruh binatang liar yang sudah berada di tangan seseorang dengan cara diburu, atau diburu oleh orang lain kemudian diberikan kepadanya, atau dengan cara apapun namun tidak diketahui siapa pemilik binatang tersebut, maka dalam hal ini ia boleh memiliki binatang tersebut, karena pada hakikatnya binatang tersebut halal baginya hingga diketahui bahwa hewan tersebut telah dimiliki oleh orang lain.

Jika seseorang telah menangkap hewan tersebut kemudian telah memakan atau menjual hewannya, atau hewan itu masih berada di tangannya kemudian datang seseorang yang mengaku sebagai pemiliknya, maka sikap hati-hati yang mesti diambil adalah mensedekahkan atau memberikan binatang tersebut kepadanya, atau membayar ganti rugi yang sehaiga dengan hewan tersebut. Akan tetapi secara hukum dia tidak berkewajiban untuk menyerahkan hewan tersebut, kecuali apabila orang yang mengaku itu membawa bukti.

Imam Syafi’i berkata: Apabila ada dua orang (si A dan si B) masing-masing mempunyai sebuah menara (sebagai tempat merpati) lalu merpati si A pindah ke menara si B, maka si B berkewajiban untuk mengembalikan merpati tersebut, sebagaimana seseorang wajib mengembalikan unta yang hilang (unta tersesat) karena mengikuti unta- unta miliknya.

Imam Syafi’i berkata: Apabila seseorang menguasai (memiliki) hewan buruan pada saat tertentu (dalam jangka waktu yang sangat singkat), kemudian hewan tersebut lepas dan ditangkap oleh orang lain, maka orang yang menangkap wajib mengembalikannya kepada pemiliknya. Dalam hal ini sama saja apakah hewan tersebut barn saja terlepas dari tangan pemiliknya atau sudah terlepas selama 100 tahun, ia harus dikembalikan kepada pemiliknya.

Apabila seseorang menemukan binatang buruan yang berkalung di lehernya, ada ikatannya, ada namanya atau ada tanda-tanda tertentu yang menunjukkan bahwa hewan tersebut pernah dimiliki oleh seseorang, maka siapapun tidak boleh menangkapnya kecuali dengan maksud menolongnya, sebagaimana orang yang menemukan kambing yang tersesat dan akan mati kelaparan apabila tidak diambil dan ditolong. Hal ini berdasarkan dalil yang terdapat di dalam Al Qur’an, Sunnah, atsar dan qiyas bahwasanya orang yang sedang ihram bila berburu binatang buruan yang dagingnya tidak dimakan, maka dia tidak dikenai denda. Yang dikenai denda adalah yang membunuh binatang buruan yang dagingnya dimakan.

Adapun bazi (sejenis elang) sama dengan gagak, yaitu termasuk binatang buruan yang dagingnya tidak dimakan. Apabila orang yang sedang ihram membunuh bazi yang sudah terlatih dan bazi itu kepunyaan seseorang, maka si pembunuh tersebut haras membayar ganti rugi seharga dengan hewan yang ia bunuh.

Imam Syafi’i berkata: Rasulullah SAW melarang harga (jual-beli) anjing. Maka, tidak halal menjual atau membeli anjing walaupun dalam keadaan darurat.

Imam Syafi’i berkata: Apabila Anda mempunyai piutang terhadap seorang Nasrani, kemudian ia membayar utangnya dari hasil menjual khamer atau babi dan Anda mengetahui hal itu, maka tidak halal bagi Anda untuk menerima pembayaran utang tersebut, walaupun utang-piutang yang Anda lakukan terhadapnya adalah sah (yang halal).

Begitu juga dengan hibah atau memberi makanan (sedekah). Sebagaimana apabila Anda mempunyai piutang terhadap seorang muslim, lalu ia membayar utangnya dari harta ghasab (harta hasil rampasan), riba atau harta hasil jual-beli yang haram, maka Anda tidak boleh menerimanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *