Hal-hal yang Membatalkan Puasa

Imam Syafi’i berkata: Waktu diharamkannya makan untuk orang yang berpuasa adalah ketika fajar kedua (fajar shadiq) telah jelas tampak di ufuk (kaki langit sebelah timur).

Imam Syafi’i berkata: Demikian juga yang sampai kepada kami dari Nabi SAW bahwa haramnya makan dan minum tersebut adalah sampai tenggelamnya matahari. Demikian juga firman Allah, “Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (dating) malam. ” (Qs. Al Baqarah(2): 187)

Imam Syafi’i berkata: Apabila seseorang makan atau minum dengan sengaja antara dua waktu tersebut (antara fajar sampai tenggelamnya matahari) dan ia ingat bahwa ia sedang berpuasa, maka ia wajib meng-qadha puasanya. Imam Syafi’i berkata: Disunahkan untuk mengakhirkan sahur selama tidak terlalu mendekati waktu fajar, karena dikhawatirkan fajar terbit sebelum selesai makan sahur. Tapi apabila di tengah makan sahur fajar telah terbit, saya lebih suka untuk memutuskan sahur tersebut. Misalnya fajar telah terbit dan ketika itu di mulutnya masih ada makanan yang sedang dikunyah, maka makanan tersebut hams dikeluarkan lagi. Namun hal ini tidak membatalkan puasanya, karena memasukkan makanan ke dalam mulut tidak membatalkan puasa. Yang membatalkan puasa adalah memasukkan makanan ke dalam rongga perut. Jadi, apabila ia menelan makanan tersebut setelah terbit fajar, maka ia hams mengqadha puasa tersebut di harilain. Adapun sisa-sisa makanan yang terselip di gigi kemudian masuk ke dalam rongga perut bersama ludah, hal ini tidak membatalkan puasa, karena menurut saya sisa makanan itu terlalu kecil dan diluar kesanggupan manusia. Adapun makanany ang sengaja dimasukkanke dalam perut padahal ia bisa mengeluarkan makanan tersebut dari mulut, maka hal ini membatalkan puasanya. Wallahu a ’lam.

ImamSyafi’i berkata: Kami berpendapat bahwa menelan makanan yang menyelip di gigi bisa membatalkan puasa apabila ia mampu mengeluarkan makanan tersebut

ImamSyafi’i berkata: Namun saya menyukai untuk menyegerakan berbuka dan tidak mengakhirkannya.

ImamSyafi’i berkata: Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda.“Manusia akan selalu berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka dan tidak mengakhirkannya.

ImamSyafi’i berkata: Malik telah menceritakan kepada kami dari Nafi’, dari Ibnu Umar, bahwasanya ia berbekam padahal ia sedang berpuasa, kemudian (di kemudian hari) ia meninggalkan hal itu.

Imam Syafi’i berkata: Telah diriwayatkan dari Nabi SAW bahwasanya beliau bersabda. “Orang yang membekam dan orang yang dibekam batal puasanya.” Tapi juga diriwayatkan dari beliau bahwa beliau pernah berbekam, padahal beliau sedang berpuasa.

Imam Syafi’i berkata: Barangsiapa sengaja muntah (memuntahkan isi perut) dan ia sedang berpuasa, maka ia wajib mengqadha puasanya. Tapi barangsiapa yang muntahnya tidak disengaja, maka tidak wajib baginya mengqadha puasa.

Imam Syafi’i berkata: Barangsiapa makan atau minum dan ia lupa bahwa ia sedang berpuasa, maka teruskanlah puasanya dan ia tidak wajib mengqadha.

Imam Syafi’i berkata: Barangsiapa keluar air mani karena mimpi di bulan Ramadhan, maka hendaklah ia mandi dan ia tidak wajib meng-qadha puasanya. Demikian juga orang yang berjima’ dengan istrinya kemudian fajar terbit dan ia belum mandi junub, maka hendaklah ia mandi kemudian menyempurnakan (meneruskan) puasanya.

Imam Syafi’i berkata: Apabila fajar telah teibit dan ketika itu ia sedang berjima’, maka hendaklah ia mengeluarkannya (segera menghentikan jima’ tersebut) saat itu juga, kemudian ia meneruskan puasanya, karena ia tidak bisa keluar dari jima’ kecuali dengan cara seperti itu. Apabila ia tahu bahwa saat itu fajar telah terbit tapi tidak segera menghentikan jima’nya dan tetap melakukan sesuatu yang lain yang menggerakkan syahwatnya, maka ia wajib membayar kifarat (denda persetubuhan disiang hari bulan Ramadhan).

Imam Syafi’i berkata: Barangsiapa syahwatnya terangsang karena ciuman, maka menurutku mencium itu makruh baginya, tapi apabila ia lakukan tidak membatalkan puasanya. Barangsiapa syahwatnya tidak terangsang karena ciuman, maka ia boleh melakukan ciuman tersebut.

Imam Syafi’i berkata: Kami katakan bahwa ciuman itu tidak membatalkan puasa, sebab seandainya membatalkan puasa, tentu Rasulullah tidak akan melakukannya.

Imam Syafi’i berkata: Aisyah berkata, “Sesungguhnya Rasulullah SAW mencium sehagian istrinya, padahal beliau sedang berpuasa. ” Kemudian Aisyah tersenyum”
Imam Syafi’i juga berkata bahwa Ibnu Abbas pemah ditanya tentang ciuman yang dilakukan oleh orang yang sedang berpuasa, beliau membolehkan bagi orang yang sudah tua tetapi makruh bagi orang yang masih muda.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *