Ghulul (berbuat khianat)

Imam Syafi’i berkata: Apa pendapat Anda tentang orang Islam yang merdeka, budak yang berperang, kafir dzimmi atau orang yang diberijaminan keamanan mengambil harta rampasan perang secara ghulul sebelum harta itu dibagikan? Ia menjawab, “Orang itu tidak dipotong tangannya dan masing-masing dari mereka membayar nilai harga dari barang yang dicurinya. Jika yang diambilnya sudah rusak sebelum ia membayar, walaupun mereka itu orang-orang bodoh yang sudah mengetahui, mereka tidak dihukum dengan hukuman siksa. Jika mereka mengulangi lagi, maka barulah mereka dihukum siksa.”

Imam Syafi’i berkata: Barang yang diambil itu, sedikit atau banyak, adalah haram.

Imam Syafi’i berkata: Tidak mengapa seorang imam menerima dari 43 HR. AI Bukhari, pembahasan tentang jihad, bab tentang jasus (mata-mata) dan firman Allah penduduk suatu benteng akan pelanggaran hukuman orang yang memperhatikan Islam. Sunnah Nabi menunjukkan bahwa penerimaan imam sesungguhnya bagi orang yang saya terangkan, dari orang-orang yang merasa cukup atas apa yang ada (ahli qana‘ah) dan dipercaya. Imam tidak boleh menerima kesalahan mereka selain dari ahli qana‘ah, dipercaya dan berakal.

Imam Syafi’i berkata: Mengenai tawanan-tawanan itu, maka imam dapat memilih. Saya menyukai agar imam memperhatikan Islam dan para pemeluknya. Tawanan itu boleh dibunuh,jika itu dapat melemahkan musuh dan lebih memadamkan peperangan; atau tinggalkan, jika itu lebih mengobarkan api peperangan. Jika imam telah lebih dulu berbicara tentang jaminan keamanan, kemudian ia menyesalinya, maka ia tidak boleh mengubahjaminan keamanan setelah ia mengatakannya.

Imam Syafi’i berkata: Tidak ada tuntutan pembelaan pada pembunuh orang tertentu, bahwa telah datang kepada Rasulullah pembunuh Hamzah yang telah menjadi seorang muslim. Rasulullah tidak membunuhnya sebagai tuntutan bela. Kemudian datang kepada Rasulullah orang banyak, yang semuanya adalah pembunuh yang terkenal. Penebusan dengan tawanan

Imam Syafi’i berkata: Dari Imran bin Hashin, iamengatakan, “Para sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menawan seorang laki-laki dari bani Uqail. Mereka mengikatnya dengan tali dan membiarkannya pada suatu tempat berbatu hitam. Lewatlah Rasulullah di tempat itu, dan kami ada bersama beliau.” Perawi itu mengatakan, “Rasulullah datang dengan mengendarai keledai, dan di bawahnya ada Qudzaifah. Qudzaifah memanggil Nabi, ‘Ya Muhammad, ya Muhammad!’ Nabi datang kepadanya dan bertanya, ‘Bagaimana keadaanmu?’ Qudzaifah menjawab, ‘Pada apa yang engkau ambil dan yang diambil sabiqatul hajjA*

Nabi bersabda, ‘Aku mengambil dikarenakan dosa teman-temanmu dari bani Tsaqif?” Bani Tsaqif telah menawan dua orang dari sahabat Rasulullah. Maka, Rasulullah meninggalkan Quthaifah dan terus berjalan. Ia kembali memanggil Rasulullah, “Ya Muhammad, ya Muhammad!” Maka, timbullah rasa sayang Rasulullah dan beliau kembali kepadanya dan bertanya, ‘‘Bagaimana keadaanmu?” Quthaif menjawab, “Sesungguhnya saya orang muslim.” Maka Rasulullah bersabda, ‘’’’Jika engkau sudah mengatakannya dan engkau telah memiliki urusanmu, maka engkau akan memperoleh kemenangan dengan seluruh kemenangan., Perawi berkata, “Lalu Nabi meninggalkan Quthaifah dan pergi berlalu. Quthaifah kembali memanggil, ‘Ya Muhammad, ya Muhammad! Nabi kembali kepada Quthaifah. Quthaifah berkata, ‘Saya lapar, berilah saya makanan!”’ Perawi berkata, “Saya mengira Quthaifah mengatakan, ‘Saya haus, berilah saya minumanf Nabi menjawab, ‘Inikah keperluanmu? ’MakaNabi menebusnya dengan dua orang yang ditawan oleh kabilah bani Tsaqif, dan beliau mengambil untanya.”

Imam Syafi’i berkata: Jika Rasulullah telah menebusnya dengan dua orang lelaki itu, berarti beliau telah melepaskan perbudakan darinya, dengan itu mereka melepaskan dua orang sahabatnya. Hal ini menunjukkan bahwa tidak mengapa bagi kaum muslimin memberikan orang yang masih berada dalam perbudakan kepada kaum musyrikin, walaupun orang itu sudah masuk Islam. Jika ada orang yang mereka serahkan kepada kaum musyrikin dari kaum muslimin yang bukan budak, dan orang dari bani Uqaili tidak dijadikan budak karena tempatnya ada pada mereka, walaupun ia keluar dari negeri Islam ke negeri musyrik, maka ini menunjukkan bahwa tidak mengapa bagi orang Islam untuk keluar dari negeri Islam ke negeri musyrik, karena Nabi menebus bagi orang-orang kabilah bani Uqaili sesudah Islamnya dengan dua orang sahabatnya ke negeri musyrik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *