Gerhana Bulan dan Kiamat

Dalam sebuah wawancara BBC TV tahun 1978, seorang penyiar ternama Inggris James Burke menghadirkan tiga ilmuwan NASA Amerika. Dalam wawancara itu penyiar mengkritik besarnya biaya perjalanan ke luar angkasa yang mencapai ratusan miliar dollar, padahal di dunia sendiri jutaan jiwa menjerit karena lapar, sakit, kebodohan, dan keterbelakangan. Namun, ilmuwan itu menjawab bahwa berkat perjalanan ruang angkasa ini sejumlah teknologi penting dikembangkan untuk diagnosis dan pengobatan medis, industri, pertanian, dan lainnya. Lantas, penyiar mengerucutkan kritiknya ihwal perjalanan ke Bulan yang memboroskan dana lebih dari 100 juta dollar. Para ilmuwan pun menampik bila perjalanan ke Bulan telah menunjukkan fakta dari misteri tersembunyi yang barangkali tak bisa diterima publik. Si penyiar pun sontak bertanya “fakta apa itu?”. Para ilmuwan itu menjawab, fakta itu adalah bahwa dahulu kala Bulan pernah terbelah, kemudian melekat lagi, hal ini ditandai dengan adanya bekas-bekas goresan mendalam sepanjang permukaan Bulan. Itulah bekas-bekas mukjizat Rasulullah saat membelah Bulan.

Dalam al-Qur’an, setidaknya Bulan disebut sebanyak 27 kali. Cukup banyak untuk suatu bahasan. Pembahasannya pun cukup menarik. Tiga ayat menjelaskan tentang Bulan yang bercahaya. Tiga ayat lagi dijadikan sumpah oleh Allah. Tiga ayat pula, Bulan ditundukkan dan diciptakan untuk perhitungan. Enam ayat menjelaskan tentang asal usul penciptaan Bulan. Tiga ayat tentang berjalannya Bulan pada waktu tertentu dan beredar pada tempatnya. Satu ayat tentang Bulan sabit, empat ayat lainnya berkenaan tentang sujudnya Bulan kepada Allah. Dan 3 ayat terakhir tentang hilangnya cahaya Bulan serta berkumpulnya Bulan dan Matahari sebagai tanda-tanda datangnya hari Kiamat.
Dalam surat al Qiyamah di jelaskan, Bulan akan hilang, tenggelam, musnah (khasafal qomaru). Dari kata inilah Istilah Gerhana Bulan atau Khusuful Qamar diambil. Gerhana Bulan terjadi saat sebagian atau keseluruhan penampang Bulan tertutup oleh bayangan Bumi. Itu terjadi bila Bumi berada di antara Matahari dan Bulan pada satu garis lurus yang sama, sehingga sinar Matahari tidak dapat mencapai Bulan karena terhalangi oleh Bumi.

Bulan sangat mempengaruhi pasang surut air laut, pasang surut ini tentu saja mempengaruhi gaya gravitasi bumi dan merubah berat benda. Teori terjadinya gempa, misalnya, sering disebut “elastic rebound” atau proses pelentingan. Seperti ketapel bila dilepas maka karet akan melentingkan batu didalamnya. Demikian juga dengan gempa akibat tekanan pergeseran lempeng tektonik yang tertahan maka efeknya seperi karet yang tertahan. Inilah mengapa, bencana gempa Bumi sering terjadi saat Bulan Purnama ataupun Bulan Mati.

Sejarah mencatat, Gempa Alor terjadi menjelang Bulan baru (28 Ramadhan 1425). Gempa Nabire, menjelang Bulan Purnama (13 Syawal 1425). Gempa Aceh yang menghasilkan Tsunami, saat purnama (14 Dzulqaidah 1425). Gempa Simeulu terjadi setelah purnama (16 Muharam 1426). Gempa Nias juga setelah purnama (17 Safar 1426). Gempa Mentawai, saat Bulan baru (1 Rabiul Awal 1426). Dan Gempa Yogja terjadi menjelang Bulan baru (29 Rabiuts Tsaniah 1427). Imam Muslim meriwayatkan dari Sahl bin Sa’id yang mengatakan “Saya mendengar Rasulullah bersabda seraya memberi isyarat dengan jari setelah jempol (jari telunjuk) dan jari tengah: “Saya diutus, sedang jarak antara aku dan kiamat seperti ini.”

“Bagaimanakah hari kiamat itu?” Maka apabila mata terbelalak (ketakutan), dan apabila Bulan telah hilang cahayaNya, dan matahari dan Bulan dikumpulkan, pada hari itu manusia berkata: “Ke mana tempat berlari?” sekali-kali tidak! tidak ada tempat berlindung! hanya kepada Tuhanmu sajalah pada hari itu tempat kembali. (QS. Al Qiyamah: 6-12)

Ditulis oleh:
Ahmad Ghozali Fadli
Pelayan Pesantren Alam Bumi Al-Qur’an
Wonosalam, Jombang, Jawa Timur

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *