Bolehnya Syarat Gadai

Imam Syafl’i berkata: Allah Tabaraka wa Ta ’ala telah mengizinkan transaksi gadai bersama utang, sementara utang terjadi baik karena jual- beli tidak tunai (kredit), jual-beli dengan sistem salam (sistem ijon), ataupun hal-hal lain yang menimbulkan adanya hak (piutang) seseorang pada orang lain. Adapun gadai adalah sesuatu yang memberi jaminan keamanan dari yang berhak kepada orang yang berhak dengan cara yang hak, dan diketahui bahwa di dalamnya ada sesuatu yang halal.

Jika seseorang menjual sesuatu kepada orang lain dengan harga 1000 Dirham dengan syarat pembeli menggadaikan sesuatu dari hartanya yang diketahui oleh penggadai maupun penerima gadai, maka jual-beli dianggap sah. Namun gadai tidak dianggap sempuma jika penggadai menyerahkan harta tersebut kepada penerima gadai, atau kepada orang yang mereka ridhai bersama. Kapan saja penggadai menyerahkan harta gadai kepada penerima gadai sebelum keduanya mengajukan perkara kepada hakim, maka jual- beli telah mengikat. Demikian pula jika penggadai (baca: pembeli) menyerahkan harta yang digadaikan untuk diterima oleh penjual, namun penjual meninggalkannya, maka jual-beli telah sempurna.

Jika seseorang menjual sesuatu kepada orang lain dengan syarat pembeli menyerahkan harta kepadanya sebagai gadai, namun penggadai (pembeli) belum menyerahkan harta yang dimaksud kepada penjual yang membuat pensyaratan itu, maka penjual berhak memilih antara menyempurnakan jual-beli tanpa gadai atau mengambil kembali barang yang dijual, sebab ia tidak ridha pembeli mengambil barangnya sebelum melunasinya tanpa gadai (jaminan).

Apabila seseorang menjual sesuatu (tidak tunai).dengan harga 1000 Dirham dengan syarat pembeli menggadaikan sesuatu yang ia ridhai, menunjuk seorang pemberi jaminan yang dapat dipercaya, atau apa yang diridhai oleh pembeli dan penjual atau salah satu dari keduanya namun tidak menyebutkannya secara jelas, maka jual-beli dianggap rusak atau batal, karena penjual dan pembeli atau salah satu dari keduanya tidak tahu apa yang mereka persyaratkan. Tidakkah engkau perhatikan apabila pembeli datang dengan membawa pemberi jaminan atau harta gadai, lalu penjual berkata “Aku tidak meridhainya”, maka tidak ada alasan bagi pembeli untuk mengatakan bahwa si penjual telah ridha atas gadai atau pemberi jaminan yang ia serahkan itu?

Apabila seseorang menjual sesuatu dengan harga 1000 Dirham dengan syarat pembeli memberikan gadai berupa budak yang mereka berdua sama- sama mengetahuinya, lalu pembeli menyerahkannya kepada penjual, namun penjual tidak menerimanya, maka dalam hal ini penjual tidak dapat membatalkan jual-beli, karena pembeli tidak mengurangi sedikitpun dari syarat-syarat yang sama-sama mereka ketahui.

Imam Syafi’i berkata: Apabila seseorang menjual sesuatu dengan harga kontan atau kredit, atau ia memiliki hak (piutang) dan tidak ada gadai pada satupun dari kedua transaksi itu, dan tidak juga dipersyaratkan adanya gadai saat transaksi, kemudian pembeli dengan suka rela menggadaikan sesuatu dan penjual telah menerimanya, lalu penggadai (pembeli) bermaksud mengeluarkan harta gadai dari status gadai atas dakwaan bahwa ia menggadaikannya secara suka reka, maka ia tidak berhak melakukannya kecuali penerima gadai menyetujuinya, sebagaimana tidak ada hak baginya melakukan hal itu apabila gadai tersebut dipersyaratkan saat jual-beli.

Demikian pula apabila pembeli memberikan harta sebagai gadai demi
memenuhi persyaratan saat transaksi jual-beli, lalu ia telah menyerahkan harta
tersebut, kemudian ia menambahkan lagi beberapa harta lain bersamanya, lalu
ia telah menyerahkannya kepada penjual, setelah itu ia (pembeli) bermaksud mengeluarkan harta yang ditambahkan ini atau sebagiannya dari status gadai,
maka ia tidak berhak atas hal itu meskipun harta yang digadaikan nilainya
beberapa kali lipat lebih tinggi daripada utang.

Apabila pembeli menambahkan beberapa harta sebagai gadai atau ia
menggadaikan beberapa harta sekaligus, lalu ia menyerahkan sebagiannya
namun sebagian lagi belum diserahkan, maka apa yang telah diserahkan
dianggap sebagai gadai, sedangkan yang belum diserahkan tidak termasuk
gadai, dan apa yang telah diterima oleh si penjual tidak menjadi batal hanya
karena apa yang belum ia terima.

Apabila seseorang memiliki hak (piutang) pada orang lain tanpa ada
gadai, kemudian si pengutang menggadaikan sesuatu, maka gadai ini sah,
baik utang tersebut telah jatuh tempo atau belum. Apabila utang telah jatuh
tempo atau belum, lalu penggadai berkata “Aku menggadaikan kepadamu
dengan syarat engkau memberi tempo lagi kepadaku”, lalu pemilik hak
(piutang) menyetujuinya, maka gadai ini dianggap batal. Utang yang telah
jatuh tempo tetap dianggap jatuh tempo, dan utang yang belum jatuh tempo
berlaku hingga waktu yang telah disepakati pertama kali. Adapun batas tempo yang kedua adalah batal.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *