Imam Syafi’i berkata: Binatang buruan yang tidak dimakan itu ada dua macam: Pertama, binatang yang menjadi musuh manusia dan bisa membahayakan. Binatang seperti ini tidak dimakan dan boleh dibunuh oleh orang yang sedang ihram, seperti: singa, serigala, harimau, gagak, tikus, dan anjing buas. Orang yang sedang ihram boleh langsung membunuh hewan-hewan ini yang kecil maupun yang besar, walaupun saat itu binatang tersebut tidak menyerangnya. Kedua, binatang yang tidak dimakan dan tidak membahayakan, seperti: kutu anjing, rakhmah (burung yang badannya besar), luhaka (binatang sebesar jari yang biasanya berada di dalam pasir), qatha (burung sebesar merpati), khanafis (binatang kecil sebesar kumbang yang baunya busuk), danja ’lan (binatang tanah yang senang dengan kotoran).
Apabila binatang-binatang ini dibunuh oleh orang yang sedang ihram, maka tidak ada fidyah baginya, karena binatang-binatang tersebut bukan termasuk binatang buruan. Orang yang sedang ihram juga boleh membunuh qirdan dan hamnan (sejenis kutu), halam (semacam ulat pemakan kulit), kutu anjing, dan kutu b’usuk. Tapi apabila kutu tersebut berada di kepala, maka menurut saya lebih baik jangan dibuang, karena hal itu berarti membuang adza (sakit). Hal itu saya pandang sebagai sesuatu yang makruh (membunuh kutu yang ada di kepala) dan hendaklah ia bershadaqah sebagai fidyah dari kutu tersebut. Tapi apabila kutu tersebut berada di kulitnya, maka ia boleh membuangnya dan membunuhnya. Perbuatan ini termasuk perbuatan halal (tidak terkena fidyah).