Allah Ta’ala berfirman:
“Dan sembahlah Allah serta jangan menyekutukan sesuatu denganNya. juga berbuat baiklah kepada kedua orangtua, kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang menjadi kerabat, tetangga yang bukan kerabat, teman seperjalanan, orang yang dalam perjalanan dan bambasahaya yang menjadi milik tangan kananmu.” (an-Nisa’: 36)
Allah Ta’ala berfirman pula:
“Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan namaNya engkau semua saling menuntut hak dan peliharalah kekeluargaan.” (an-Nisa’: 1)
“Orang-orang yang berakal ialah mereka yang memperhubungkan apa yang diperintahkan untuk diperhubungkan oleh Tuhan yakni shilatur rahmi.” (ar-Ra’ad: 21)
Allah Ta’ala berfirman lagi:
“Dan Kami Allah berwasiat kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orangtuanya.” (al-Ankabut: 8)
Allah Ta’ala berfirman pula:
“Dan Tuhanmu telah menentukan supaya engkau semua jangan menyembah melainkan Dia dan supaya engkau semua berbuat baik kepada kedua orangtua. Dan kalau salah seorang di antara keduanya atau keduanya ada di sisimu sampai usia tua, maka janganlah engkau berkata kepada keduanya dengan ucapan “cis”, dan jangan pula engkau menggertak keduanya, tetapi ucapkanlah kepada keduanya itu ucapan yang mulia penuh kehormatan.
“Dan turunkanlah sayap kerendahan maksudnya: Rendahkanlah dirimu terhadap kedua orangtuamu itu dengan kasih-sayang dan katakanlah: “Ya Tuhanku, kasihanilah kedua orang tuaku itu sebagaimana keduanya mengasihi aku di kala aku masih kecil.” (al-lsra’: 23-24)
Juga Allah Ta’ala berfirman:
“Dan Kami Allah berwasiat kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orangtuanya. Ibunya telah mengandungnya dengan menderita kelemahan di atas kelemahan yakni terus menerus dan ceraian susuannya dalam dua tahun. Hendaknya engkau bersyukur kepadaKu dan kepada kedua orangtuamu.” (Luqman: 14)
Dari Abu Abdirrahman yaitu Abdullah bin Mas’ud r.a., katanya: Saya bertanya kepada Nabi s.a.w.: “Manakah amalan yang lebih tercinta disisi Allah?” Beliau menjawab: “Yaitu shalat menurut waktunya.” Saya bertanya pula: “Kemudian apakah?” Beliau menjawab: “Berbakti kepada orang tua.” Saya bertanya pula: “Kemudian apakah?” Beliau menjawab: “Yaitu berjihad fisabilillah.” (Muttafaq ‘alaih)
Dari Abu Hurairah r.a. katanya: “Rasulullah s.a.w. bersabda:
“Tidak cukuplah seseorang anak terhadap orangtuanya sebagaimana imbangan jasa,kecuali apabila anak itu menemui orangtuanya sebagai hambasahaya, lalu membelinya kemudian memerdekakannya.” (Riwayat Muslim)
Dari Abu Hurairah r.a. pula bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah memuliakan tamunya. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah menghubungi mempereratkan kekeluargaannya dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik atau jikalau tidak dapat berdiam sajalah.” (Muttafaq ‘alaih)
Dari Abu Hurairah r.a. pula, katanya: “Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah Ta’ala menciptakan seluruh makhluk, kemudian setelah selesai dari semuanya itu lalu rahim kekeluargaan itu berdiri terus berkata: “Ini adalah tempat orang yang bermohon kepadaMu Tuhan daripada perpisahan.” Allah berfirman: “Ya, apakah engkau rela jikalau Aku perhubungkan orang yang menghubungimu kekeluargaan dan Aku memutuskan orang yang memutuskanmu?” Rahim menjawab: “Ya.” Allah berfirman lagi: “Jadi keadaan yang sedemikian itu tetap untukmu – yang meng hubungi atau yang memutuskan.”
Selanjutnya Rasulullah s.a.w. bersabda:
“Bacalah jikalau engkau semua menghendaki firman Allah yang artinya: “Apakah barangkali andaikata engkau semua berkuasa, engkau semua akan membuat kerusakan di bumi dan memutuskan ikatan kekeluargaan? Orang-orang yang sedemikian itulah yang dilaknat oleh Allah, kemudian ditulikan pendengarannya oleh Allah serta dibutakan penglihatannya.” Surah Muhammad: 22-23. (Muttafaq ‘alaih)
Dalam riwayat Imam Bukhari disebutkan demikian: “Kemudian Allah Ta’ala berfirman:
“Barangsiapa yang menghubungimu kekeluargaan maka Aku menghubungkannya dan barangsiapa memutuskan kamu, maka Aku juga memutuskannya.”
Dari Abu Hurairah r.a. lagi, katanya: “Ada seorang lelaki datang kepada Rasulullah s.a.w. lalu berkata: “Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak untuk saya persahabati dengan sebaik-baiknya yakni siapakah yang lebih utama untuk dihubungi secara sebaik-baiknya?” Beliau menjawab: “Ibumu.” Ia bertanya lagi: “Lalu siapakah?” Beliau menjawab: “Ibumu.” Orang itu sekali lagi bertanya: “Kemudian siapakah?” Beliau menjawab lagi: “Ibumu.” Orang tadi bertanya pula: “Kemudian siapa lagi.” Beliau menjawab: “Ayahmu.” (Muttafaq ‘alaih)
Dalam riwayat lain disebutkan:
“Ya Rasulullah. Siapakah orang yang lebih berhak untuk dipersahabati dihubungi secara sebaik-baiknya?” Beliau menjawab: “Ibumu, lalu ibumu, lalu ibumu, lalu ayahmu, lalu orang yang terdekat denganmu, yang terdekat sekali denganmu.”
Ashshahabah artinya persahabatannya. Sabdanya tsumma abaka, demikian ini dimanshubkan dengan fi’il yang dibuang, jelasnya birra abaka yakni berbaktilah kepada ayahmu. Dalam riwayat lain disebutkan tsumma abuka dan ini jelas artinya.
Dari Abu Hurairah r.a. pula dari Nabi s.a.w. sabdanya: “Melekat pada tanahlah hidungnya, melekat pada tanahlah hidungnya, sekali lagi melekat pada tanahlah hidungnya maksudnya memperoleh kehinaan besarlah orang yang sempat menemui kedua orangtuanya di kala usia tua, baik salah satu atau keduanya, tetapi orang tadi tidak dapat masuk syurga sebab tidak berbakti kepada orangtuanya.” (Riwayat Muslim)
Dari Abu Hurairah r.a. pula bahwasanya ada seorang lelaki berkata: “Ya Rasulullah, sesungguhnya saya itu mempunyai beberapa orang kerabat, mereka saya hubungi yakni saya pereratkan ikatan kekeluargaannya, tetapi mereka memutuskannya, saya berbuat baik kepada mereka itu, tetapi mereka berbuat buruk pada saya, saya bersikap sabar kepada mereka itu, tetapi mereka menganggap bodoh mengenai sikap saya itu.” Kemudian beliau s.a.w. bersabda: “Jikalau benar sebagaimana yang engkau katakan itu, maka seolah-olah mereka itu engkau beri makanan abu panas yakni mereka mendapat dosa yang besar sekali. Dan engkau senantiasa disertai penolong dari Allah dalam menghadapi mereka itu selama engkau benar dalam keadaan yang sedemikian itu.” (Riwayat Muslim)
Tusiffuhum dengan dhammahnya ta’ dan kasrahnya sin muhmalah serta syaddahnya fa’.
Almallu dengan fathahnya mim dan syaddahnya lam yaitu abu panas. Jadi maksudnya seolah-olah engkau memberi makanan abu panas kepada mereka itu. Ini adalah kata perumpamaan bahwa kaum kerabat yang bersikap seperti di atas itu tentu mendapatkan dosa sebagaimana seorang yang makan abu panas mendapatkan sakit karena makan itu. Terhadap orang yang berbuat baik ini tidak ada dosanya samasekali, tetapi orang-orang yang tidak membalas dengan sikap baik itulah yang mendapatkan dosa besar karena mereka melalaikan hak saudaranya dan memberikan kesakitan hati dan perasaan padanya. Wallahu a’lam.
Dari Anas r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: “Barangsiapa yang ingin supaya diluaskan rezekinya dan diakhirkan ajalnya, maka hendaklah mempereratkan ikatan kekeluargaannya.” (Muttafaq ‘alaih) Makna Yunsa-alahu fi atsarihi yaitu diakhirkan ajalnya yakni diperpanjangkan
Dari Anas r.a. pula, katanya: “Abu Thalhah adalah seorang dari golongan kaum Anshar di Madinah yang banyak hartanya, terdiri dari kebun kurma. Di antara harta- hartanya itu yang paling dicintai olehnya ialah kebun kurma Bairuha’. Kebun ini letaknya menghadap masjid Nabawi di Madinah. Rasulullah s.a.w. suka memasukinya dan minum dari airnya yang nyaman. Ketika ayat ini turun, yang artinya: “Engkau semua tidak akan memperoleh kebajikan sehingga engkau semua suka menafkahkan dari sesuatu yang engkau semua cintai,” maka Abu Thalhah berdiri menuju ke tempat Rasulullah s.a.w., lalu berkata: “Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman:
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ ۚ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ
عَلِيمٌ
(ali-lmran: 92)
artinya sebagaimana di atas. Padahal hartaku yang paling saya cintai ialah kebun kurma Bairuha’, maka sesungguhnya kebunku itu saya sedekahkan untuk kepentingan agama Allah Ta’ala. Saya mengharapkan kebajikan serta sebagai simpanan di akhirat di sisi Allah. Maka dari itu gunakanlah kebun itu ya Rasulullah, sebagaimana yang Allah memberitahukan kepada Tuan. Kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda: “Aduh, yang sedemikian itu adalah merupakan harta yang banyak keuntungannya berlipat ganda pahalanya bagi yang bersedekah, yang sedemikian itu adalah merupakan harta yang banyak keuntungannya.”Saya telah mendengar apa yang engkau ucapkan dan sesungguhnya saya berpendapat supaya kebun itu engkau berikan kepada kaum keluargamu sebagai sedekah.” Abu Thalhah berkata: “Saya akan melaksanakan itu, ya Rasulullah.” Selanjutnya Abu Thalhah membagi-bagikan kebun Bairuha’ itu kepada keluarga serta anak-anak pamannya.” (Muttafaq ‘alaih)
Dari Abdullah bin Amr bin al-‘Ash radhiallahu ‘anhuma, katanya: “Ada seorang lelaki menghadap Nabi s.a.w. lalu berkata: “Saya berbai’at kepada Tuan untuk ikut berhijrah serta berjihad yang saya tujukan untuk mencari pahala dari Allah Ta’ala.” Beliau bertanya: “Apakah salah seorang dari kedua orangtuamu itu masih ada yang hidup?” Orang itu menjawab: “Ya, bahkan keduanya masih hidup.” Beliau bersabda: “Apakah maksudmu hendak mencari pahala dari Allah Ta’ala?” Ia menjawab: “Ya.” Beliau bersabda: “Kalau begitu kembali sajalah ke tempat kedua orangtuamu, lalu berbuat baiklah dalam mengawani keduanya itu.”(Muttafaq ‘alaih)
Ini adalah lafaznya Imam Muslim. Dalam riwayat Imam-imam Bukhari dan Muslim lainnya disebutkan pula demikian:
“Ada seorang lelaki datang kepada Nabi s.a.w. lalu memohon izin kepada beliau untuk ikut berjihad, lalu beliau bersabda: “Adakah kedua orangtuamu masih hidup?” Ia menjawab: “Ya.” Lalu beliau s.a.w. bersabda: “Kalau begitu, berjihadlah dalam kedua orangtuamu itu dengan berbuat baik dan memuliakan keduanya itu.”
Dari Abdullah bin Amr bin al-‘Ash r.a. pula dari Nabi s.a.w., sabdanya: “Bukannya orang yang menghubungi mempererat kekeluargaan itu dengan orang yang mencukupi yakni yang sama-sama menghubunginya, tetapi orang yang menghubungi itu ialah orang yang apabila keluarganya itu memutuskan ikatan kekeluargaannya, lalu ia suka menghubunginya – menyambungnya kembali.” (Riwayat Bukhari)
Dari Aisyah radhiallahu ‘anha dari Nabi s.a.w., sabdanya: “Rahim kekeluargaan itu tergantung pada ‘Arasy sambil berkata: “Barangsiapa yang menghubungi aku – mempererat kekeluargaan, maka Allah menghubunginya dan barangsiapa memutuskan aku, maka Allah memutuskannya.” (Muttafaq ‘alaih)
Dari Ummul mu’minin iaitu Maimunah binti al-Harits radhiallahu ‘anha, bahawasanya dia memerdekakan seorang hamba sahayanya perempuan dan tidak meminta izin lebih dulu kepada Nabi s.a.w. Ketika datang hari gilirannya yang waktu itu beliau berputar untuknya, maka Maimunah berkata: “Adakah Tuan mengetahui, ya Rasulullah, bahwa saya telah memerdekakan hamba-sahayaku?” Beliau s.a.w. bersabda: “Adakah itu sudah engkau kerjakan.” Ia menjawab: “Ya, sudah.” Beliau bersabda: “Alangkah baiknya kalau hamba sahaya itu engkau berikan saja kepada pamanmu dari jurusan ibu, kerana yang sedemikian itu adalah lebih besar pahalanya untukmu.” (Muttafaq ‘alaih)
Dari Asma’ binti Abu Bakar as-Shiddiq radhiallahu ‘anhuma, katanya: “Ibuku datang ke tempatku sedang dia adalah seorang musyrik di zaman Rasulullah s.a.w. yaitu di saat berlangsungnya perjanjian Hudaibiyah antara Nabi s.a.w. dan kaum Kemudian saya meminta fatwa kepada Rasulullah s.a.w., saya berkata: “Ibuku datang padaku dan ia ingin meminta sesuatu, apakah boleh saya hubungi ibuku itu, padahal ia musyrik?” Beliau s.a.w. bersabda: “Ya, hubungilah ibumu.” (Muttafaq ‘alaih)
Ucapan Asma’: Raghibah ertinya ialah ingin sekali meminta sesuatu yang ada padaku. Ada yang mengatakan bahwa yang dating itu benar-benar ibunya sendiri dari nasabnya, tetapi ada puia yang mengatakan bahwa itu adalah ibunya dari susuan yakni yang pernah menyusuinya waktu kecil. Yang shahih ialah pendapat yang pertama yakni ibunya sendiri.
Dari Zainab as-Tsaqafiyah iaitu isteri Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu wa’anha, katanya: “Rasulullah s.a.w. bersabda: “Bersedekahlah engkau semua, hai kaum wanita dari perhiasan-perhiasanmu.” Zainab berkata: “Saya lalu kembali ke tempat Abdullah bin Mas’ud, lalu saya berkata: “Sesungguhnya engkau ini seorang lelaki yang ringan tangannya maksudnya dalam keadaan kurang harta, dan sesungguhnya Rasulullah s.a.w. telah memerintahkan kita untuk memberikan sedekah. Maka datanglah engkau kepada beliau dan tanyakanlah, jikalau sekiranya yang sedemikian itu mencukupi daripadaku, maka akan saya berikan saja padamu maksudnya ialah jikalau hartaku sendiri ini boleh diberikan kepada sesama keluarga, tentu lebih baik untuk kepentingan keluarga saja. Tetapi jikalau tidak mencukupi yang sedemikian itu yakni tidak boleh kepada keluarga sendiri, maka akan saya berikan kepada orang ”
Abdullah suaminya berkata: “Bahkan engkau saja yang datang pada beliau.”
Kemudian saya Zainab berangkat, tiba-tiba ada seorang wanita dari kaum Anshar yang sudah ada di pintu Rasulullah s.a.w., sedang keperluanku sama benar dengan keperluannya.
Rasulullah s.a.w. itu besar sekali kewibawaan yang ada padanya. Kemudian Bilal keluar menemui kita, lalu kita berkata: “Datanglah kepada Rasulullah s.a.w., kemudian beritahukanlah bahawasanya ada dua orang wanita sedang menanti di pintu untuk bertanya kepada Tuan: “Apakah sedekah itu mencukupi, jikalau diberikan saja kepada suami- suaminya serta anak-anak yatim yang ada dalam tanggungannya? Tetapi janganlah diberitahukan siapa kita yang datang ini!” Bilal lalu masuk kepada Rasulullah s.a.w., kemudian menanyakan soal di atas itu. Rasulullah s.a.w. bertanya: “Siapakah kedua orang itu?” Bilal menjawab: “Seorang wanita dari kaum Anshar dan yang seorang Zainab.” Rasulullah s.a.w. bertanya: “Zainab yang mana sebab nama Zainab banyak.” Bilal menjawab: “Zainab isteri Abdullah.” Kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda:
“Kedua wanita itu mendapatkan dua pahala jikalau diberikan kepada keluarganya sendiri, yaitu pahala karena kekeluargaan dan pahala sedekahnya.” (Muttafaq ‘alaih)
Dari Abu Sufyan yaitu Shakhr bin Harb r.a. dalam Hadisnya yang panjang perihal kisahnya Hercules, bahawasanya Hercules berkata kepada Abu Sufyan: “Dia menyuruh apakah kepadamu semua?” yang dimaksudkan ialah Nabi s.a.w. Abu Sufyan menjawab: Saya lalu berkata: “Nabi itu mengucapkan demikian: “Sembahlah Allah yang Maha Esa dan jangan menyekutukan sesuatu denganNya. Juga tinggalkanlah apa-apa yang diucapkan oleh nenek moyangmu – tentang i’tikad yang salah-salah.Dia menyuruh pula kepada kita supaya kita melakukan shalat, berkata benar, menahan diri dari menjalankan keharaman serta mempererat kekeluargaan.”(Muttafaq ‘alaih)
Dari Abu Zar r.a., katanya: “Rasulullah s.a.w. bersabda: “Engkau semua akan membebaskan suatu tanah yang di situ digunakan sebutan qirath untuk mata wangnya.” Dalam sebuah riwayat lagi disebutkan: “Engkau semua akan membebaskan Mesir, yaitu tanah yang di situ digunakanlah nama qirath, maka berwasiatlah kepada penduduk di situ dengan baik-baik, sebab sesungguhnya mereka itu mempunyai hak kehormatan serta kekeluargaan.”
Dalam riwayat lain disebutkan: “Jikalau engkau telah membebaskannya, maka berbuat baiklah kepada penduduknya, sebab sesungguhnya mereka itu mempunyai hak kehormatan dan kekeluargaan,” atau dalam riwayat lain disebutkan: “Mereka mempunyai hak kehormatan dan periparan dari kata ipar.” (Riwayat Muslim)
Para ulama berkata: “Rahim yang dimiliki oleh penduduk Mesir ialah karena Hajar, ibunya Nabi Ismail adalah dari bangsa mereka sedang “shihr” atau ipar ialah karena Mariah, ibunya Ibrahim, putera Rasulullah s.a.w. juga dari bangsa Mesir itu.
Dari Abu Hurairah r.a. katanya: “Ketika ayat ini turun iaitu yang ertinya: Dan berilah peringatan kepada kaum keluargamu yang dekat-dekat as-Syu’ara’ 214, lalu Rasulullah s.a.w. mengundang kaum Quraisy, kemudian merekapun berkumpullah, undangan itu ada yang secara umum dan ada lagi yang khusus, lalu beliau bersabda: “Hai Bani Ka’ab bin Luay, selamatkanlah dirimu semua dari neraka. Hai Bani Murrah bin Ka’ab, selamatkanlah dirimu semua dari neraka. Hai Bani Abdu Syams, selamatkanlah dirimu semua dari neraka. Hai Bani Abdu Manaf, selamatkanlah dirimu semua dari neraka.
Hai Bani Hasyim, selamatkanlah dirimu semua dari neraka. Hai Bani Abdul Muththalib, selamatkanlah dirimu semua dari neraka. Hai Fathimah puteri Rasulullah s.a.w., selamatkanlah dirimu dari neraka, karena sesungguhnya saya tidak dapat memiliki sesuatu untukmu semua dari Allah maksudnya saya tidak dapat menolak siksa yang akan diberikan oleh Allah padamu, jikalau engkau tidak berusaha menyelamatkan diri sendiri dari neraka. Hanya saja engkau semua itu mempunyai hubungan kekeluargaan belaka tetapi ini jangan diandal-andalkan untuk dapat selamat di akhirat. Saya akan membasahinya dengan airnya.” (Riwayat Muslim)
Sabdanya Rasulullah: Bibalaliha, itu dengan fathahnya ba’ kedua dan boleh pula dengan dikasrahkan. Albalal artinya air. Makna Hadis: Saya akan membasahinya dengan airnya ialah saya akan menghubungi kekeluargaan itu. Beliau s.a.w. menyerupakan terputusnya kekeluargaan itu sebagai sesuatu yang panas yang dapat dipadamkan dengan air dan yang panas ini dapat didinginkan dengan mempereratkan kekeluargaan itu.
Dari Abu Abdillah, iaitu ‘Amr bin al-‘Ash radhiallahu ‘anhuma, katanya: “Saya mendengar Nabi s.a.w. bersabda secara terang-terangan tidak dirahsiakan lagi, iaitu: “Sesungguhnya keluarga Abu Fulan itu bukannya kekasihku. Hanyasanya kekasihku ialah Allah dan kaum mu’minin yang shalih. Tetapi mereka itu ada hubungan kekeluargaan denganku yang saya akan membasahi dengan airnya – yakni saya pereratkan ikatan kekeluargaan dengan mereka.” Muttafaq ‘alaih, sedang lafaznya adalah dari Imam
Dari Abu Ayyub, iaitu Khalid bin Zaidal-Anshari r.a. bahawa ada seorang lelaki berkata: “Ya Rasulullah, beritahukanlah kepada saya suatu amalan yang dapat memasukkan saya ke dalam syurga.” Kemudian Nabi s.a.w. bersabda: “Engkau supaya menyembah kepada Allah dan janganlah engkau menyekutukan sesuatu denganNya, juga supaya engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mempererat ikatan kekeluargaan.” (Muttafaq ‘alaih)
Dari Salman bin ‘Amir r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya:
“Jikalau seseorang dari engkau semua itu berbuka, maka berbukalah atas kurma, sebab sesungguhnya kurma itu ada berkahnya, tetapi jikalau tidak menemukan kurma, maka hendaklah berbuka atas air, sebab sesungguhnya air itu suci.”
Selanjutnya beliau s.a.w. bersabda:
“Bersedekah kepada orang miskin adalah memperoleh satu pahala sedekah saja, tetapi kepada – orang miskin – yang masih ada hubungan kekeluargaan, maka memperoleh dua kali, iaitu pahala sedekah dan pahala mempereratkan kekeluargaan.” Hadis hasan yang diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan.
Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma, katanya: “Di bawah saya ada seorang wanita – maksudnya: Saya mempunyai seorang isteri dan saya mencintainya, sedangkan Umar ayahnya membencinya, lalu Umar berkata kepadaku: “Ceraikanlah isterimu itu!” sedang saya enggan melakukannya. Umar lalu mendatangi Nabi s.a.w. kemudian menyebutkan keadaan yang sedemikian itu, maka Nabi s.a.w. bersabda: “Ceraikanlah wanita itu.” Diriwayatkan oleh Imam-imam Abu Dawud dan Termidzi dan Imam Termidzi mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan
Dari Abuddarda’ r.a. bahwasanya ada seorang lelaki datang kepadanya: “Sesungguhnya saya mempunyai seorang isteri dan sesungguhnya ibuku menyuruh kepadaku supaya aku menceraikannya.” Kemudian Abuddarda’ berkata: “Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda:
“Orangtua adalah pintu yang paling tengah di antara pintu-pintu syurga.” Maka jikalau engkau suka, buanglah pintu itu tidak perlu mengikuti perintahnya atau tidak berbakti padanya, tetapi ini adalah dosa besar, atau jagalah pintu tadi dengan mengikuti perintah dan berbakti dan ini besar pahalanya.” Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahawa ini adalah Hadis shahih.
Dari Albara’ bin ‘Azib radhiallahu ‘anhuma dari Nabi s.a.w., sabdanya: “Bibi adalah sebagai gantinya “ Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis shahih.
Di antara Hadis-hadis itu yang terpenting ialah Hadisnya ‘Amr bin’Abasah r.a.,sebuah Hadis panjang yang mengandung beberapa huraian yang banyak sekali darihal kaedah- kaedah Islam dan adab-adabnya. Hadis itu akan saya uraikan dengan selengkapnya Insya Allah dalam bab Raja’ (Mengharapkan), Di dalam Hadis itu disebutkan di antaranya:
“Saya yakni ‘Amr bin ‘Abasah masuk kepada Nabi s.a.w. di Makkah yakni pada waktu permulaan nubuwat atau diangkatnya sebagai Nabi, lalu saya berkata padanya:
“Siapakah Tuan itu?” Beliau menjawab: “Nabi.” Saya bertanya: “Apakah Nabi itu?” Beliau menjawab: “Saya diutus oleh Allah.” Saya bertanya lagi: “Dengan apakah Tuan diutus oleh Allah?” Beliau menjawab: “Allah mengutus saya dengan perintah mempereratkan ikatan kekeluargaan, mematahkan semua berhala dan supaya Allah itu di Maha Esakan, iaitu tidak ada sesuatu apapun yang dipersekutukan denganNya,” dan ia menyebutkan kelengkapan Hadis itu selanjutnya. Wallahu Ta’ala a’lam.
Wa bihil’aunu walquwwah (Dengan Allah kita dapat memperoleh pertolongan dan kekuatan).