Pada musim haji tahun ke 13 dari kenabian (tahun 621 M) Mus’ab bin Umair datang ke Makkah dengan membawa rombongan muslim Madinah menjumpai Rasulullah. Dalam kesempatan itu, mereka melakukan perjanjian untuk membela agama, sebagaimana diceritakan oleh Muhamad bin Ishaq, meriwayatkan dari Ka’ab bin Malik:
“Kemudian kami berjanji kepada Rasulullah untuk bertemu di Aqabah pada pertengahan hari Tasyri’. Setelah selesai pelaksanaan haji, kami tidur pada malam itu bersama rombongan kaum kami. Ketika larut malam, kami keluar dengan sembunyi-sembunyi untuk menemui Rasulullah di sebuah lembah di pinggir Aqabah. Kami waktu itu berjumlah 70 orang lelaki dan dua orang perempuan”.
Di tempat itu kami berkumpul menunggu Rasulullah sampai beliau datang bersama sepupunya Abbas bin Abdul Muthalib. Kemudian kami berkata: “Ya Rasulullah, ambillah dari kami apa saja yang kamu suka untuk dirimu dan Tuhanmu”.
Rasulullah kemudian berbicara dan membacakan ayat-ayat al-Quran mengajak mereka supaya beriman kepada Allah dan mengamalkan ajaran Islam. Kemudian beliau berkata: “Aku mengambil janji daripada kamu semua untuk membela aku sebagaimana kamu membela istri dan anak-anakmu”. Mendengar permintaan dari Rasulullah tersebut maka seorang yang tertua dan pemimpin kumpulan, Barra’ bin Ma’rur menjabat tangan Rasulullah seraya berkata: “Demi Allah yang telah mengutusmu sebagai nabi yang membawa kebenaran, kami berjanji akan membelamu sebagaimana kami membela diri kami sendiri. Ambillah janji tersebut dari kami ini semua ya Rasulullah. Demi Allah, kami ini semua adalah orang yang pandai dalam berperang dan senjata sejak turun temurun”.
Pada waktu Barra’ mengucapkan janji tersebut, tiba-tiba Abdul Haisham bin Taihan berkata: “Wahai rasulullah, kami selama ini telah terikat perjanjian dengan kaum yahudi, maka sekarang perjanjian itu kami telah putuskan. Ya rasulullah, jika seandainya Allah memenangkan engkau, apakah engkau akan kembali kepada kaummu dan meninggalkan kami?”. Mendengar kekhawatiran tersebut, nabi berkata: “Darahmu adalah darahku, negerimu adalah negeriku, aku daripada kamu, dan kamu daripada aku, aku berperang melawan siapa saja yang akan memerangimu, dan aku akan damai dengan siapa saja yang berdamai denganmu”.
Mendengar ucapan nabi tersebut, maka muslim Madinah ini segera melakukan janji dengan rasulullah. Salah seorang dari mereka Abbas bin Ubadah berkata kepada kaumnya: “Wahai kaum Kharaj, apakah kamu mengetahui makna dari perjanjian yang kamu berikan kepadanya. Kamu berjanji untuk memerangi orang yang berkulit merah dan orang yang berkulit hitam. Kalau seandainya kamu merasa bahwa jika harta kalian sudah habis ditarik orang, atau orang yang mulia diantara kalian sudah habis terbunuh, dan ketika itu baru kalian akan menyerahkan diri kepada beliau. Jika demikian, maka lebih baik tinggalkan beliau dari sekarang. Demi Allah, jika kalian melakukan perjanjian ini, dengan alasan seperti itu, maka itulah kehinaan dunia dan akhirat. Akan tetapi jika kalian yakin akan dapat melaksanakan perjanjian ini walaupun akan menghabiskan segala kekayaan, atau sampai terbunuh semua orang yang mulia dari kalangan kalian, maka terimalah perjanjian ini sebab demi Allah sesungguhnya itulah kebaikan dunia dan akhirat”.
Mendengar ucapan itu, semua rombongan berkata: “Kami terima perjanjian ini walaupun harta kekayaan kami akan habis dan orang-orang yang mulia akan terbunuh. Tetapi apakah yang akan kami dapat dari perjanjian itu ya Rasulullah?”. Dengan tenang Rasulullah menjawab: “Kamu akan mendapat Surga”. Mendengar itu mereka semua segera mengulurkan tangan, berjanji kepada Rasulullah saw.
Setelah selesai berjanji, maka Rasulullah memilih dua belas orang dari rombongan tersebut sebagai pemimpin. Rasul berkata: “Pilihlah oleh kamu dua belas orang sebagai ketua yang akan memelihara kamu dalam kaummu”. Setelah dua belas orang terpilih, maka Rasululah berkata kepada mereka: “Kamu semua ini adalah orang yang menjadi penanggung jawab atas kaum-kamu seperti tanggung jawab orang-orang Hawariyun kepada nabi Isa anak maryam dan saya bertanggung jawab atas seluruh kaum-kaum saya”.
Kemudian mereka juga berkata: “Ya Rasulullah, kami berjanji mendengar dan melaksanakan segala perintahmu baik pada waktu senang maupun pada waktu susah, baik pada waktu kami sedang rajin ataupun dalam waktu malas, dan kami mesti mengatakan yang benar dimana saja kami berada dengan tidak takut dihina karena Allah”.
Demikianlah perjanjian muslimin Madinah kepada Rasulullah, sebuah perjanjian iman, perjanjian saling membela sesama muslim, yang disaksikan oleh Abbas bin Abdul Muthalib. Dengan adanya jaminan pembelaan agama dari kaum anshar Madinah inilah yang memberikan jalan para sahabat untuk berhijrah ke Madinah. Sehingga kita melihat bahwa janji pembelaan agama di Aqabah inilah yang menjadi pemicu keberanian sahabat nabi untuk hijrah ke Madinah.
Mari Berjanji Agar Selalu Membela Agama Islam. Allah Maha Besar!!!
WAKAF PEMBANGUNAN PESANTREN ALAM BUMI AL-QUR’AN (KLIK DI SINI)