Dari Annawwas bin Sam’an r.a., katanya: “Rasulullah s.a.w. menyebutkan perihal Dajjal pada suatu pagi. Beliau s.a.w. menguraikan Dajjal itu kadang- kadang suaranya direndahkan dan kadang-kadang diperkeraskan dan Dajjal itu sendiri oleh beliau s.a.w. kadang-kadang dihinanya, tetapi kadang-kadang diperbesarkan hal ihwalnya sebab amat besarnya fitnah yang akan ditimbulkan olehnya itu, sehingga kita semua mengira seolah-olah Dajjal itu sudah ada di kelompok pohon kurma.
Setelah pada suatu ketika kita pergi ke tempatnya, beliau s.a.w. kiranya telah mengetahui apa yang ada di dalam perasaan kita, lalu bertanya: “Ada persoalan apakah engkau semua ini?” Kita menjawab: “Ya Rasulullah,Tuan menyebutkan Dajjal pada suatu pagi, Tuan merendahkan serta mengeraskan suara dan Dajjal itu Tuan hinakan, juga Tuan perbesarkan peristiwanya karena besarnya fitnah yang akan ditimbulkan olehnya, sehingga kita semua mengira bahwa ia sudah ada di kelompok pohon kurma.” Beliau s.a.w. lalu bersabda:
“Kecuali Dajjal, itulah yang paling saya takutkan kalau menimpa atas dirimu semua. Jikalau ia keluar dan saya masih ada di kalangan engkau semua, maka sayalah penantangnya untuk melindungi engkau semua. Tetapi jikalau ia keluar dan saya sudah tidak ada di kalangan engkau semua, maka setiap manusia adalah sebagai penantang guna melindungi dirinya sendiri dan Allah adalah penggantiku dalam melindungi setiap orang Muslim.
Sesungguhnya Dajjal adalah seorang pemuda yang rambutnya sangat keriting, matanya menonjol, seolah-olah saya menyamakannya dengan Abul ‘Uzza bin Qathan. Maka barangsiapa yang dapat bertemu dengannya, maka hendaklah membacakan atasnya ayat- ayat permulaan surat al-Kahfi.
Dajjal itu akan keluar di Khallah, suatu jalanan yang terletak antara Syam dan Irak, lalu membuat kerusakan di bagian sebelah kanannya dan juga membuat kerusakan di bagian sebelah kirinya. Maka itu hai hamba-hamba Allah, tetapkanlah keimananmu semua.”
Kita para sahabat bertanya: “Ya Rasulullah, berapa lama ia menetap di bumi?” Beliau s.a.w. menjawab: “Empatpuluh hari, yang sehari hari pertama itu lamanya sama dengan setahun, yang sehari lagi hari kedua lamanya seperti sebulan, yang sehari sesudah itu hari ketiga seperti sejum’at yakni seminggu, sedang hari-hari yang selain tiga hari itu adalah sebagaimana keadaan hari-hari pada masamu sekarang ini.” Kita bertanya lagi: “Ya Rasulullah, dalam sehari yang panjang waktunya sebagaimana setahun itu, apakah kita cukup
mengerjakan seperti shalat sehari saja yakni lima waktu?” Beliau s.a.w. menjawab: “Tidak cukup, maka itu perkirakanlah menurut kadar jaraknya masing-masing.” Jadi tetap lima kali dalam perkiraan sehari seperti sekarang. Kita bertanya pula: “Ya Rasulullah, bagaimanakah kecepatannya dalam menjelajah bumi?” Beliau s.a.w. bersabda: “Yaitu bagaikan hujan yang didorong oleh angin dari arah belakangnya. Dajjal itu datang kepada sesuatu kaum, lalu ia mengajak mereka, kemudian mereka itu beriman padanya dan mengikuti apa yang dikehendaki olehnya. la menyuruh langit supaya menurunkan hujan, lalu turunlah hujan, ia menyuruh bumi supaya menumbuhkan tanaman, lalu tumbuhlah tanamannya.
Selanjutnya kembalilah ternak-ternak mereka tergembala di situ dalam keadaan bergumbul atau berpunuk sepanjang atau sebesar yang pernah ada, juga mempunyai tetek sekenyang yang pernah ada yakni penuh air susu dan terpanjang pantatnya sebab semuanya kenyang. Seterusnya datanglah Dajjal itu pada sesuatu kaum, lalu mereka ini diajaknya mengikuti kehendaknya, tetapi mereka menolak, kemudian kembalilah Dajjal itu meninggalkan Kaum yang menolak ini karena ketetapan keimanannya pada keesokan harinya telah menjadi kering daerahnya seolah-olah telah lama tidak kehujanan dan kosong samasekali dari rumput dan tanaman Iain-Iain, juga tidak lagi mereka memiliki hartabenda sedikitpun. Dajjal itu lalu berjalan melalui puing-puing bekas istana yang rusak- rusak, kemudian ia berkata: “Keluarkanlah harta-harta simpananmu,” tiba-tiba harta-harta di situ dapat diambil dan meng-ikuti perjalanan Dajjal itu sebagaimana lebah-lebah mengikuti rajanya.
Setelah itu Dajjal memanggil seorang pemuda yang penuh jiwa kepemudaannya menurut riwayat yang dimaksudkan ialah Al-Hidhr, lalu ia memukul pemuda ini dengan pedang, sehingga terpotonglah tubuhnya menjadi dua bagian dengan kecepatan bagaikan lemparan anak panah pada sasarannya. Tetapi Dajjal lalu memanggil pemuda yang sudah mati itu, lalu ia hidup kembali dan menghadapnya, sedang wajahnya berseri-seri sambil tertawa.
Dalam keadaan sebagaimana di atas itu, tiba-tiba Allah Ta’ala mengutus Isa al-Masih putera Maryam. la turun di menara atau rumah tinggi putih warnanya, yang terletak di sebelah selatan Damsyik, yaitu mengenakan dua lembar pakaian yang bersumba, dengan meletakkan kedua tapak tangannya atas sayap dua malaikat. Jikalau ia menundukkan kepalanya, maka mencucurlah air dari kepalanya itu, sedang apabila ia mengangkatnya, maka berjatuhan-lah daripadanya permata-permata besar bagaikan mutiara. Maka tiada seorang kafirpun yang berdiam di sesuatu tempat yang dapat mencium bau tubuhnya itu, melainkan ia pasti mati dan jiwanya itu terhenti sejauh terhentinya pandangan matanya.
Selanjutnya al-Masih mencari Dajjal itu sehingga dapat menemukannya di pintu gerbang negeri Luddin, kemudian ia membunuhnya. Seterusnya Isa a.s. mendatangi kaum yang telah dilindungi oleh Allah dari kejahatan Dajjal itu, lalu ia mengusap wajah-wajah mereka maksudnya melapangkan kesukaran-kesukaran yang mereka alami selama kekuasaan Dajjal tersebut dan ia memberitahukan kepada mereka bahwa mereka akan memperoleh derajat yang tinggi dalam syurga.
Dalam keadaan yang sedemikian itu lalu Allah memberikan wahyu kepada Isa a.s. bahwasanya Aku Allah telah mengeluarkan beberapa orang hambaKu yang tiada kekuasaan bagi siapapun untuk menentang serta berlawanan perang dengan mereka itu. Maka itu kumpulkanlah hamba-hambaKu yang menjadi kaum mu’minin itu ke gunung Thur.
Orang-orang yang dikeluarkan oleh Allah itu ialah bangsa Ya’juj dan Ma’juj. Mereka itu mengalir secara cepat sekali dari setiap tempat yang tinggi. Kemudian berjalanlah barisan pertama dari mereka itu di danau Thabariyah, lalu minum airnya, selanjutnya berjalanlah barisan terakhir dari mereka lalu mereka ini berkata: “Danau ini tentunya tadi masih ada airnya dan kini sudah habis.” Nabiullah Isa a.s. serta sekalian sahabat -sahabatnya dikurung yakni dikepung dari segala jurusan sehingga tidak dapat keluar, sampai-sampai nilai sebuah kepala lembu bagi seseorang di antara mereka itu adalah lebih berharga dari seratus wang dinar emas bagi seseorang di antara engkau semua pada hari ini. Nabiullah Isa a.s. dan sahabat-sahabatnya radhiallahu ‘annum semuanya merendahkan diri kepada Allah Ta’ala memohonkan agar kesukaran itu segera dilenyapkan.
Allah Ta’ala lalu menurunkan ulat atas bangsa Ya’juj dan Ma’juj tadi di leher-leher mereka, kemudian menjadilah mereka itu sebagai korban yang mati seluruhnya dalam waktu sekaligus, seperti kematian seseorang manusia. Nabiullah Isa a.s. serta sahabat-sahabatnya radhiallahu ‘annum lalu turun ke bumi. Mereka tidak menemukan sejengkal tanahpun di bumi itu melainkan terpenuhi oleh bau busuk dan bau bacin mayat-mayat bangsa-bangsa Ya’juj dan Ma’juj tadi. Selanjutnya Nabiullah Isa a.s. dan sahabat-sahabatnya radhiallahu ‘annum sama merendahkan diri lagi kepada Allah Ta’ala sambil memohonkan agar mayat-mayat mereka dilenyapkan. Allah Ta’ala menurunkan burung sebesar batang-batang leher unta dan burung inilah yang membawa mereka lalu meletakkan mereka itu di sesuatu tempat yang telah dikehendaki oleh Allah. Seterusnya Allah ‘Azza wajalla lalu menurunkan hujan yang tidak tertutup daripadanya tempat yang bertanah keras ataupun yang lunak yakni semuanya pasti terkena siraman hujan itu, kemudian hujan itu membasuh merata di bumi sehingga menyebabkan bumi itu bersih bagaikan kaca. Kepada bumi itu lalu dikatakan: “Tumbuhkanlah buah-buahanmu dan luapkanlah keberkahanmu.” Maka pada saat itu sekelompok manusia cukup makan dari sebiji buah delima saja karena amat besarnya. Merekapun dapat bernaung di bawah kulit tempurung delima tadi dan dikaruniakanlah keberkahan dalam air susu, sehingga sesungguhnya seekor unta yang mengandung air susu niscayalah dapat mencukupi segolongan besar dari para manusia, seekor lembu yang mengandung air susu dapat men-cukupi sekabilah manusia, sedang seekor kambing yang mengandung susu dapat mencukupi sedesa manusia.
Seterusnya di waktu mereka dalam keadaan yang sedemikian itu, tiba-tiba Allah Ta’ala mengirimkan angin yang sejuk nyaman, lalu angin itu mengambil nyawa kaum
mu’minin itu dari bawah ketiaknya. Jadi angin itulah yang mencabut jiwa setiap orang mu’min dan setiap orang Muslim. Kini yang tertinggal adalah golongan manusia yang jahat- jahat yang saling bercampur-baur antara lelaki dan perempuan sebagaimana bercampur – baurnya sekelompok keledai. Maka di atas mereka inilah menjelang tibanya hari kiamat.” (Riwayat Muslim)
Sabdanya: Khallatan bainas syami wal ‘iraqi, artinya jalanan yang terletak antara kedua negeri itu. Sabdanya: ‘Aatsa dengan ‘ain muhmalah dan tsa’ bertitik tiga dan juga Al’aitsu ialah sangatnya kerusakan.
Adzdzura, punggung-punggung unta yakni gumbul. Alya’asib ialah lebah-lebah lelaki. Jazlataini artinya dua potong dan Algharadh ialah sasaran yang kepadanya dilemparkanlah anak panah, yakni ia melemparkannya sebagai lemparannya anak panah kepada sasaran. Almahrudah dengan dal muhmalah atau mu’jamah, yaitu pakaian yang disumba.
Sabdanya: La yadani yaitu tidak mempunyai kedua tangan yakni tidak mempunyai kekuatan atau kekuasaan. Annaghafu ialah ulat. Farsa jamaknya faris yaitu orang yang terbunuh. Azzalaqatu dengan fathahnya zai, lam dan qaf dan ada yang mengatakan Azzulfatu, dengan dhammahnya zai, sukunnya /am dan dengan fa’ ialah kaca atau cermin. Al’ishabah yakni jama’ah.
Arrislu artinya air susu. Allaqhatu artinya binatang yang me-ngandung air susu. Alfi- aam dengan kasrahnya fa’ dan sesudah itu ada hamzah yaitu segolongan manusia dan Alfakhdzu ialah yang di bawah kabilah dari para manusia.
Dari Rib’iy bin Hirasy, katanya: “Saya berangkat dengan Abu Mas’ud al-Anshari ke tempat Hudzaifah al-Yaman radhiallahu ‘anhum, lalu Abu Mas’ud berkata kepadanya: “Beritahukanlah kepadaku apa yang pernah engkau dengar dari Rasulullah s.a.w. perihal Dajjal.” Hudzaifah lalu berkata: “Nabi s.a.w. bersabda:
“Sesungguhnya Dajjal itu keluar dan sesungguhnya beserta Dajjal itu ada air dan api. Adapun yang dilihat oleh para manusia sebagai air, maka sebenarnya itu adalah api yang membakar, sedang apa yang dilihat oleh para manusia sebagai api, maka sebenarnya itu adalah air yang dingin dan tawar. Maka barangsiapa yang menemui Dajjal di antara engkau semua, hendaklah masuk dalam benda yang dilihatnya sebagai api, karena sesungguhnya ini adalah air tawar dan nyaman sekali.”Setelah itu Abu Mas’ud berkata: “Sayapun benar-benar pernah mendengar yang seperti itu.” (Muttafaq ‘alaih)
Dari Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash radhiallahu ‘anhuma, katanya: “Rasulullah s.a.w. bersabda:
“Dajjal itu akan keluar kepada ummatku kemudian menetap sealam empatpuluh lamanya; tetapi saya tidak mengerti apakah itu empatpuluh hari atau empatpuluh bulan atau empatpuluh tahun. Kemudian Allah mengutus Isa putera Maryam a.s. lalu ia mencari Dajjal kemudian merusakkannya yakni membunuhnya. Kemudian para manusia itu menetap selama tujuh tahun di saat itu tidak ada permusuhan samasekali antara dua orang manusiapun.
Selanjutnya Allah ‘Azzawajalla mengutus angin yang dingin dari arah Syam (Palestina). Maka tidak ada seorangpun yang menetap di atas permukaan bumi yang dalam hati orang itu ada timbangan seberat semut kecil dari kebaikan atau keimanan, melainkan pasti akan dicabut nyawanya sehingga andaikata salah seorang dari engkau semua ada yang masuk di dalam perut gunung, juga pasti akan dimasuki oleh angin tadi, sampai dapat tercabut nyawanya. Akhirnya yang ketinggalan adalah manusia-manusia yang buruk kelakuannya yang suka cepat-cepat melakukan keburukan dan kezaliman sampai dapat diumpamakan sebagai keringanan burung yang sedang terbang atau angan-angan binatang buas yang hendak memangsa. Orang-orang tersebut tidak mengerti apa-apa yang baik dan tidak mengingkari apa-apa yang buruk yakni kemungkaran dibiarkan belaka.
Seterusnya lalu muncullah syaitan yang menjelma sebagai manusia lalu berkata: “Alangkah baiknya kalau engkau semua suka mengikuti perintahku?” Orang-orang sama berkata: “Apakah yang engkau perintahkan kepada kita?” Kemudian syaitan tersebut mengajak mereka menyembah berhala-berhala. Keadaan para manusia di saat itu adalah sangat luas rezekinya, senang hidupnya. Selanjutnya ditiupkanlah dalam sangkakala, maka tiada seorangpun yang mendengarnya melainkan ia menurunkan lehernya yang sebelah dan mengangkat yang sebelah lainnya. Pertama-tama orang yang mendengarnya itu ialah seseorang yang sedang memperbaiki pelur kolam untanya, lalu ia tidak sadarkan diri dan semua manusia di sekitarnyapun tidak sadarkan diri terus mati.
Kemudian Allah mengirimkan atau sabdanya: Menurunkan hujan bagaikan rintik-rintik atau bagaikan bayangan, lalu dari air itu tumbuhlah seluruh tubuh para manusia, terus ditiupkanlah pula sekali lagi sangkakala tersebut tiba-tiba orang-orang itu sama berdiri bangun sambil memperhatikan keadaan di waktu itu, kemudian ada yang mengucapkan: “Hai sekalian manusia, marilah sama mendekat di hadapan Tuhanmu semua,” dan kepada semua malaikat diperintahkan: “Hentikan dulu orang-orang itu, sebab sesungguhnya mereka akan ditanya lebih dulu.” Kemudian dikatakan pula: “Keluarkan olehmu semua orang-orang itu perlu dikirim ke neraka.” Selanjutnya ditanyakan: “Dari berapa?” Lalu dijawab: “Dari setiap-tiap seribu sebanyak sembilan ratus sembilan puluh sembilan orang.” Sabdanya: “Itulah hari yang dapat membuat anak-anak kecil menjadi beruban dan itulah hari dibukanya betis manusia, karena amat kebingungan sekali.” (Riwayat Muslim)
Alliitu ialah batang leher, artinya ialah merendahkan lehernya yang sebelah dan mengangkat sebelah yang lainnya.
Dari Anas r.a., katanya: “Rasulullah s.a.w. bersabda: “Tiada suatu negeripun melainkan akan diinjak oleh Dajjal, kecuali hanya Makkah dan Madinah yang tidak. Tiada suatu lorongpun dari lorong-lorong Makkah dan Madinah itu, melainkan di situ ada para malaikat yang berbaris rapat untuk melindunginya. Kemudian Dajjal itu turunlah di suatu tanah yang berpasir di luar Madinah lalu kota Madinah bergoncanglah sebanyak tiga goncangan dan dari goncangan-goncangan itu Allah akan mengeluarkan akan setiap orang kafir dan munafik.” (Riwayat Muslim)
Dari Anas r.a. pula bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: “Yang mengikuti Dajjal dari golongan kaum Yahudi Ashbihan itu ada sebanyak tujuhpuluh ribu orang. Mereka itu mengenakan pakaian kependetaan.” (Riwayat Muslim)
Dari Ummu Syarik radhiallahu ‘anha bahwasanya ia mendengar Nabi s.a.w. bersabda: “Niscayalah sekalian manusia itu sama melarikan diri dari gangguan Dajjal yaitu ke gunung-gunung.” (Riwayat Muslim)
Dari Imran bin Hushain radhiallahu ‘anhuma, katanya: “Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: “Tiada suatu peristiwapun antara jarak waktu semenjak Allah menciptakan Adam sampai datangnya hari kiamat nanti, yang lebih besar daripada perkara Dajjal.” (Riwayat Muslim)
Dari Abu Said al-Khudri r.a. dari Nabi s.a.w. sabdanya:
“Dajjal keluar lalu ada seseorang dari golongan kaum mu’minin, ia ditemui oleh beberapa orang penyelidik yakni para penyelidik dari Dajjal. Mereka berkata kepada orang itu: “Ke mana engkau bersengaja pergi?” la menjawab: “Saya sengaja akan pergi ke tempat orang yang keluar yakni yang baru muncul dan yang dimaksudkan ialah Dajjal.” Mereka berkata: “Adakah engkau tidak beriman dengan Tuhan kita.” la menjawab: “Tuhan kita tidak samar-samar lagi sifat-sifat keagungannya sedangkan Dajjal itu tampaknya saja menunjukkan kedustaannya.” Orang-orang itu sama berkata: “Bunuhlah ia.” Sebagian orang berkata kepada yang lainnya: “Bukankah engkau semua telah dilarang oleh Tuhanmu kalau membunuh seseorang tanpa memperoleh persetujuannya.” Merekapun pergilah dengan membawa orang itu ke Dajjal.
Setelah Dajjal dilihat oleh orang mu’min itu, lalu orang mu’min tadi berkata: “Hai sekalian manusia, sesungguhnya inilah Dajjal yang disebut-sebutkan oleh Rasulullah s.a.w. Dajjal memerintah pengikut-pengikutnya menangkap orang mu’min itu lalu ia ditelentangkan pada perutnya. Dajjal berkata: “Ambillah ia lalu lukailah kepala dan mukanya.” Seterusnya ia diberi pukulan bertubi-tubi pada punggung serta perutnya. Dajjal berkata: “Adakah engkau tidak suka beriman kepadaku?” Orang mu’min itu berkata: “Engkau adalah al-Masih maha pendusta.” la diperintah menghadap kemu-dian digergajilah ia dengan gergaji dari pertengahan tubuhnya, yaitu antara kedua kakinya maksudnya dibelah dua. Dajjal lalu berjalan antara dua potongan tubuh itu, kemudian berkata: “Berdirilah.” Orang mu’min tadi terus berdiri lurus-lurus, kemudian Dajjal berkata padanya. “Adakah engkau tidak suka beriman ke-padaku.” la berkata: “Saya tidak bertambah melainkan kewas-padaan dalam menilai siapa sebenarnya engkau itu.” Selanjutnya orang mu’min itu berkata: “Hai sekalian manusia, janganlah ia sampai dapat berbuat sedemikian tadi kepada seseorangpun dari para manusia, setelah saya sendiri mengalaminya.” la diambil lagi oleh Dajjal untuk disembelih. Kemudian Allah membuat tabir tembaga yang terletak antara leher sampai ke tengkuknya, maka tidak ada jalan bagi Dajjal untuk dapat membunuhnya. Seterusnya Dajjal lalu mengambil orang tadi, yaitu kedua tangan serta kedua kakinya, lalu melemparkannya. Orang-orang sama mengira bahwa hanyasanya orang itu dilemparkan olehnya ke neraka, tetapi sebenarnya ia dimasukkan dalam syurga.”
Setelah itu Rasulullah s.a.w. bersabda: “Orang itulah sebesar-besar para manusia dalam hal kesyahidannya yakni kematian syahidnya di sisi Allah yang menguasai semesta alam ini.” Diriwayatkan oleh Imam Muslim. Imam Bukhari juga meriwayatkan sebagiannya dengan uraian yang semakna dengan di atas itu.
Almasalihu yaitu para pengintai atau penyelidik.
Dari al-Mughirah bin Syu’bah r.a., katanya: “Tiada seorangpun yang lebih banyak pertanyaannya mengenai hal Dajjal daripada saya sendiri. Sesungguhnya Dajjal itu tidak akan membahayakan dirimu.” Saya berkata: “Orang-orang sama berkata bahwa Dajjal itu mempunyai segunung tumpukan roti dan sungai air.” Beliau s.a.w. bersabda: “Hal itu adalah lebih mudah bagi Allah daripada yang dapat dilakukan oleh Dajjal.” (Muttafaq ‘alaih)
Dari Anas r.a., katanya: “Rasulullah s.a.w. bersabda: “Tiada seorang Nabipun yang diutus oleh Allah, melainkan ia benar-benar memberikan peringatan kepada ummatnya tentang makhluk yang buta sebelah matanya serta maha pendusta. Ingatlah sesungguhnya Dajjal itu buta sebelah matanya dan sesungguhnya Tuhanmu ‘Azzawajalla semua itu tidaklah buta sebelah mata seperti Dajjal. Di antara kedua matanya itu tertulislah huruf-huruf kaf, fa’, ra’ yakni kafir.” (Muttafaq ‘alaih)
Dari Buraidah r.a., katanya: “Rasulullah s.a.w. bersabda: “Tidakkah engkau semua suka saya beritahu perihal Dajjal,yaitu yang belum pernah diberitahukan oleh seseorang Nabipun kepada kaumnya. Sesungguhnya Dajjal itu buta sebelah matanya dan sesungguhnya ia datang dengan sesuatu sebagai perumpamaan syurga dan neraka. Maka yang ia katakan bahwa itu adalah syurga, sebenarnya adalah neraka.” (Muttafaq ‘alaih)
Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma bahwasanya Rasulullah s.a.w. menyebut-nyebutkan Dajjal di hadapan orang banyak, lalu berkata: “Sesungguhnya Allah itu tidak buta sebelah matanya. Ingatlah bahwa sesungguhnya al-Masih Dajjal itu buta sebelah matanya yang sebagian kanan, seolah-olah matanya itu adalah sebuah biji anggur yang menonjol.” (Muttafaq ‘alaih)
Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:
“Tidaklah akan terjadi hari kiamat, sehingga kaum Muslimin sama memerangi kaum Yahudi dan sehingga kaum Yahudi itu bersembunyi di balik batu dan pohon, lalu batu dan pohon itu berkata: “Hai orang Islam, inilah orang Yahudi ada di belakang saya. Ke marilah, lalu bunuhlah ia,” kecuali pohon gharqad semacam pohon yang berduri dan tumbuh di Baitul-Maqdis, karena sesungguhnya pohon ini adalah dari pohon kaum Yahudi dan oleh sebab itu suka melindunginya.” (Muttafaq’alaih)
Dari Abu Hurairah r.a., katanya: “Rasulullah s.a.w. bersabda:
“Demi Zat yang jiwaku ada di dalam genggaman kekuasaanNya, dunia ini tidak akan lenyap – yakni timbul hari kiamat, sehingga seseorang lelaki berjalan melalui makam, lalu ia mondar-mandir di situ, kemudian berkata: “Aduhai diriku, alangkah baiknya kalau saya yang menempati kubur ini.” la mengharap sedemikian itu bukan karena tertekan oleh urusan agamanya. Tidak ada lain yang menyebabkan ia berkata sedemikian tadi, kecuali karena adanya bencana duniawiyah yang menimpa dirinya.” (Muttafaq ‘alaih)
Dari Abu Hurairah r.a. pula, katanya: “Rasulullah s.a.w. bersabda: “Tidak akan terjadi hari kiamat, sehingga sungai Furat itu terbuka, tampak tumpukan gunung emas – karena airnya telah kering yang diperebutkan sehingga terjadi peperangan, kemudian terbunuhlah dalam berebutan itu dari setiap seratus tentera ada sembilanpuluh sembilan orang, sehingga setiap orang yang mengikuti pertempuran itu berkata: “Barangkali saja, semogalah saya yang selamat yakni termasuk satu dari seratus tadi.” Dalam riwayat lain disebutkan: “Hampir sekali sungai Furat itu terbuka lalu menampakkan simpanan gudang emasnya, maka barangsiapa yang hadhir di situ, janganlah sampai mengambil sesuatupun dari harta itu.” (Muttafaq ‘alaih)
Dari Abu Hurairah r.a., katanya: “Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: “Orang-orang sama meninggalkan Madinah dalam sebaik-baiknya keadaan yang pernah ada dan tidak ada yang mendiami itu melainkan binatang ‘Awafi (yang dimaksudkan dengan binatang ‘Awafi yakni burung dari golongan binatang buas serta burung).
Adapun manusia yang terakhir sekali dikumpulkan ialah dua orang penggembala dari suku Mizainah yang keduanya itu hendak menuju ke Madinah. Keduanya berteriak-teriak dengan menggembala kambing. Tiba-tiba Madinah ditemukannya penuh binatang buas belaka sebab penghuninya sudah habis samasekali. Setelah keduanya sampai di Tsaniyyatul Wada’ lalu tersungkurlah padamukanya.” (Muttafaq ‘alaih)
Dari Abu Said al-Khudri r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda:
“Ada seorang khalifah dari beberapa khalifah yang memerintah engkau semua pada akhir zaman nanti, ia menyebar-nyebarkan harta dan samasekali tidak menghitung-hitung berapa banyaknya.” (Riwayat Muslim)
Dari Abu Musa r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: “Niscayalah akan datang pada sekalian manusia suatu zaman yang seseorang itu berkeliling dengan membawa harta yang akan disedekahkan berupa emas, tetapi ia tidak menemukan seseorangpun yang suka mengambil sedekah itu daripadanya. Juga akan datanglah suatu zaman yang di situ seorang lelaki dapat dilihat oleh orang banyak, ia diikuti oleh empatpuluh orang perempuan yang semua ini menggantungkan nasibnya pada lelaki tersebut. lni disebabkan karena sedikitnya kaum lelaki dan banyaknya kaum wanita. (Riwayat Muslim)
Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: “Ada seorang lelaki membeli sebidang tanah dari lelaki lain, kemudian orang yang membeli sebidang tanah tadi menemukan sebuah kendil yang di dalamnya terdapat emas dalam tanah itu. Orang yang membeli tanah itu berkata kepada penjualnya: “Ambillah emasmu, sebab hanyasanya yang saya beli daripadamu itu adalah tanahnya saja dan saya tidak merasa membeli emasnya.” Tetapi orang yang mempunyai tanah yakni penjualnya berkata: “Hanyasanya yang saya jual kepadamu itu adalah tanah beserta apa yang ada di dalamnya jadi termasuk emas itu pula.” Keduanya berselisih lalu meminta hukum kepada seseorang lain. Kemudian orang yang dimintai pertimbangan hukum ini berkata: “Apakah salah seorang dari engkau berdua ini ada yang mempunyai anak lelaki?” Seorang di antara keduanya berkata: “Saya mempunyai seorang anak lelaki. Yang seorang lagi berkata: “Saya mempunyai seorang anak perempuan.” Orang tadi lalu berkata: “Kawinkan sajalah anak lelaki dengan anak perempuan itu dan belanjakanlah untuk kepentingan kedua anak itu dari emas ini dan bersedekahlah engkau berdua dengan harta itu.” (Muttafaq ‘alaih)
Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya ia mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: “Ada dua orang wanita yang disertai oleh anaknya masing-masing. Lalu datanglah seekor serigala, kemudian serigala ini pergi membawa anak salah seorang dari keduanya itu. Yang seorang berkata kepada kawannya: “Hanyasanya serigala tadi pergi dengan membawa anakmu,” sedang lainnya berkata: “Hanyasanya yang dibawa pergi olehnya tadi adalah anakmu.” Keduanya meminta keputusan hukum kepada Nabi Dawud a.s., lalu memutuskan untuk diberikan kepada yang tertua di antara kedua wanita tadi. Keduanya keluar untuk meminta keputusan hukum kepada Nabi Sulaiman bin Dawud a.s., lalu keduanya memberitahukan hal ihwalnya. Sulaiman berkata: “Bawalah ke mari pisau itu, agar saya dapat membelahnya untuk dibagikan kepada keduanya.” Tiba-tiba yang kecil yakni yang muda di antara kedua wanita itu berkata: “Jangan anda kerjakan itu, semoga Allah memberikan kerahmatan kepada anda. Memang itu adalah anak sahabatku ini.” Tetapi Sulaiman a.s. lalu memutuskan bahwa anak itu adalah milik yang muda.” (Muttafaq ‘alaih)
Dari Mirdas al-Aslami r.a., katanya: “Nabi s.a.w. bersabda: “Orang-orang yang shalih itu pergi yakni habis karena meninggal dunia, seangkatan demi seangkatan dan akhirnya tertinggallah sisa-sisa yang buruk dari ummat manusia itu bagaikan ampas buah sya’ir atau seperti sisa-sisa kurma yakni tinggal yang jelek-jelek setelah dipilih-pilih waktu memakannya. Allah tidak menghargai sedikitpun nilai mereka ini.” (Riwayat Bukhari)
Dari Rifa’ah bin Rafi’ az-Zuraqiy r.a., katanya: “Jibril datang kepada Nabi s.a.w., lalu berkata: “Anda masukkan golongan apakah para ahli Badar yakni orang-orang yang mengikuti peperangan Badar di kalangan anda sekalian yakni kaum Muslimin?” Beliau s.a.w. bersabda: “Mereka termasuk golongan seutama kaum Muslimin.” Atau semakna dengan itulah yang disabdakan oleh Nabi s.a.w. itu. Kemudian Jibril berkata: “Begitu pulalah yang menyaksikan perang Badar dari golongan malaikat.” (Riwayat Bukhari)
Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma, katanya: ”Rasulullah s.a.w. bersabda: “Jikalau Allah Ta’ala menurunkan siksa kepada sesuatu kaum, maka siksa itu mengenai semua orang yang termasuk dalam kalangan kaum itu, kemudian mereka dibangkitkan diba’ats pada hari kiamat menurut masing-masing keniatannya.” (Muttafaq ‘alaih)
Dari Jabir r.a., katanya: “Ada sesuatu batang pohon kurma yang digunakan oleh Nabi s.a.w. untuk berdiri (yakni di waktu berkhutbah). Setelah mimbar sudah diletakkan sebagai ganti batang pohon tersebut dan batang itu tidak digunakan lagi, kita semua mendengar dari arah batang tadi seperti suara unta yang sakit karena akan mengeluarkan kandungannya, sehingga Nabi s.a.w. turun lalu meletakkan tangannya di atas batang tersebut, kemudian berdiamlah ia.”
Dalam riwayat lain disebutkan:
“Ketika datang hari Jum’at, Nabi s.a.w. duduk di atas mimbar lalu berteriaklah batang pohon yang biasa digunakan oleh Nabi s.a.w. untuk berdiri waktu berkhutbah, sehingga hampir-hampir ia belah.”
Dalam riwayat lain lagi disebutkan:
“Batang pohon kurma itu lalu menjerit bagaikan jeritan anak kecil, lalu Nabi s.a.w. turun sehingga dapat memegangnya kemudian memeluknya. la merintih bagaikan rintihan anak kecil yang perlu didiamkan, sehingga akhirnya tenanglah ia.” Nabi s.a.w. lalu bersabda: la menangis karena mendengar peringatan dalam khutbah itu.” (Riwayat Bukhari)
Dari Abu Tsa’labah al-Khusyani yaitu Jurtsum bin Nasyir r.a. dari Rasulullah s.a.w., sabdanya:
“Sesungguhnya Allah Ta’ala itu mewajibkan kepadamu semua akan beberapa kewajiban, maka janganlah engkau semua menyia-nyiakannya dan memberikan batas akan beberapa ketentuan batas, maka janganlah engkau semua melampauinya, juga mengharamkan beberapa hal, maka janganlah engkau semua melanggarnya dan mendiamkan – yakni tidak menyebutkan akan halal atau haramnya, beberapa hal karena belas kasihan padamu, bukannya yang sedemikian itu karena kelupaan, maka dari itu janganlah engkau semua mempertajam pembahasannya mengenai hal-hal itu.” Hadis hasan yang diriwayatkan oleh Imam Daraquthni dan lain-lainnya.
Dari Abdullah bin Abu Aufa radhiallahu ‘anhuma, kata-nya: “Kita semua berperang bersama Rasulullah s.a.w. sebanyak tujuh kali peperangan dan kita makan belalang.” Dalam riwayat lain disebutkan: “Kita semua bersama Nabi s.a.w. juga, sama makan belalang.” (Muttafaq ‘alaih)
Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: “Janganlah seseorang mu’min itu disengat dari lobang satu sampai dua kali.” Maksudnya janganlah tertipu dari satu orang sampai dua kali. (Muttafaq ‘alaih)
Dari Abu Hurairah r.a. pula, katanya: “Rasulullah s.a.w. bersabda:
“Ada tiga macam orang yang tidak diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat dengan pembicaraan yang menunjukkan keridhaan, tidak pula mereka itu dilihat olehNya dengan pandangan kerahmatan dan mereka akan memperoleh siksa yang pedih sekali, yaitu: Seseorang yang mempunyai kelebihan air di suatu padang tandus, lalu ia menolak memberikannya itu kepada ibnus sabil yakni orang yang sedang mengadakan perjalanan. Juga seseorang yang menjual kepada seseorang dengan sesuatu benda dagangan sesudah shalat Ashar, lalu ia bersumpah dengan menyebutkan nama Allah bahwa ia niscayalah mengambil dagangan
Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: “Jarak waktu antara dua tiupan sangkakala itu adalah selama empatpuluh.” Orang-orang sama bertanya kepada Abu Hurairah: “Apakah empatpuluh hari?” Abu Hurairah menjawab: “Saya tidak dapat menentukan.” Mereka bertanya lagi: “Apakah empatpuluh tahun?” la menjawab: “Saya tidak dapat menentukan.” Mereka sekali lagi bertanya: “Apakah empatpuluh bulan?” la menjawab: “Saya tidak dapat menentukan.”
Selanjutnya Nabi s.a.w. bersabda:
“Semua anggota tubuh manusia itu rusak binasa, kecuali tulang punggung yang terbawah sekali atau ‘ajbadz dzanab. Di situlah nanti tumbuhnya kejadian manusia setelah diba’ats dari kubur. Kemudian Allah menurunkan air dari langit, lalu tumbuhlah para manusia itu bagaikan tumbuhnya sayur-mayur.” (Muttafaq ‘alaih)
Dari Abu Hurairah r.a., katanya: “Pada suatu ketika Nabi s.a.w. dalam sesuatu majlis, sedang memberikan pembicaraan kepada kaum yakni orang banyak, lalu datanglah seorang A’rab -yaitu penduduk negeri Arab bagian pedalaman, kemudian orang ini bertanya: “Kapankah tibanya hari kiamat.” Rasulullah s.a.w. terus saja dalam berbicara itu, sehingga sementara kaum ada yang berkata: “Beliau s.a.w. sebenarnya mendengar ucapan orang itu, tetapi beliau benci kepada isi pembicaraannya.” Sementara kaum lagi berkata: “Ah, beliau s.a.w. tidak mendengarnya.” Selanjutnya setelah beliau s.a.w. selesai pembicaraannya lalu bertanya: “Manakah orang yang menanyakan perihal hari kiamat tadi?” Orang itu berkata: “Ya, sayalah itu ya Rasulullah.” Beliau s.a.w. laiu bersabda: “Yaitu apabila amanat sudah disia-siakan, maka nantikan sajalah tibanya hari kiamat.” Orang itu bertanya lagi: “Bagaimanakah cara menyia-nyiakan amanat itu?” Beliau s.a.w. menjawab: “Jikalau sesuatu perkara sudah diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka nantikanlah tibanya hari kiamat itu ada yang menafsiri: Maka nantikanlah saat kehancurannya sesuatu perkara yang diserahkan tadi.” (Riwayat Bukhari)
Dari Abu Hurairah r.a. pula, bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:
“Para imam yakni pemimpin-pemimpin itu bersembahyang sebagai imammu semua. Maka jikalau amalan mereka itu benar, maka pahalanya adalah untukmu dan untuk mereka pula, tetapi jikalau amalan mereka itu salah, maka pahalanya adalah untukmu semua dan dosanya atas mereka sendiri.” (Riwayat Bukhari)
Dari Abu Hurairah r.a. dalam menafsiri ayat yang artinya: “Adalah engkau semua itu sebaik-baik ummat yang dikeluarkan untuk para manusia,” ia berkata: “Sebaik- baik para manusia untuk ummat manusia ialah mereka yang datang membawa para manusia itu dalam keadaan tertawan, dengan diikatkan rantai-rantai pada leher mereka, sehingga orang-orang yang tertawan itu dengan senang hati masuk dalam Agama Islam.”
Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya:
“Allah ‘Azzawajalla merasa heran dari sesuatu kaum yang sama masuk syurga dalam keadaan mereka itu terbelenggu dengan rantai-rantai.” Kedua Hadis di atas diriwayatkan oleh Imam Bukhari.
Maknanya ialah bahwa mereka itu asalnya menjadi tawanan dalam peperangan, lalu diikat, tetapi kemudian mereka masuk Agama Islam dan akhirnya masuk syurga sebab sampai matinya tetap sebagai seorang Muslim.
Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: “Yang paling dicintai oleh Allah di antara segala sesuatu yang ada dalam negeri-negeri itu ialah masjid-masjidnya, sedang yang paling dibenci di antara segala sesuatu yang ada dalam negeri itu ialah pasar- pasarnya.” (Riwayat Muslim)
Dari Salman al-Farisi r.a., dari salah satu ucapannya, ia berkata: “Janganlah engkau sekali-kali menjadi orang yang paling pertama kali masuk pasar, jikalau engkau dapat, juga janganlah menjadi orang yang paling akhir keluar daripadanya, sebab sesungguhnya pasar itu adalah tempat pergulatan syaitan maksudnya tempat keburukan seperti menipu, mengicuh, sumpah palsu dan Iain-Iain dan di pasar itu pulalah syaitan itu menegakkan benderanya.” Diriwayatkan oleh Imam Muslim sedemikian.
Imam al-Barqani meriwayatkan dalam kitab shahihnya dari Salman, katanya: “Rasulullah s.a.w. bersabda: “Janganlah engkau menjadi orang yang pertama kali masuk pasar dan jangan pula menjadi orang yang akhir sekali keluar dari pasar itu. Di pasar itulah syaitan bertelur dan menetaskan anaknya,” ini adalah sebagai kiasan bahwa pasar itulah tempat berbagai kemaksiatan dilakukan.
Dari Ashim al-Ahwal dari Abdullah bin Sarjis r.a., katanya: “Saya berkata kepada Rasulullah s.a.w.: “Ya Rasulullah, semoga Allah memberikan pengampunan kepada Tuan.” Beliau s.a.w. lalu bersabda: “Juga kepadamu semoga Allah memberikan pengampunan.”
Ashim berkata: “Saya berkata kepada Abdullah bin Sarjis: “Apakah Rasulullah s.a.w. memohonkan pengampunan untukmu?” la menjawab: “Ya dan juga untukmu.” Kemudian ia membacakan ayat ini – yang artinya: “Dan mohonlah pengampunan kepada Allah untuk melebur dosamu dan juga untuk sekalian orang-orang mu’min, baik lelaki ataupun perempuan.” (Riwayat Muslim)
Dari Abu Mas’ud al-Anshari r.a., katanya: “Nabi s.a.w. bersabda: “Sesungguhnya sebagian dari apa-apa yang ditemukan oleh para manusia dari ucapan kenubuwatan yang pertama ialah: “Jikalau engkau tidak mempunyai rasa malu untuk mengerjakan keburukan, maka berbuatlah menurut kehendakmu.” (Riwayat Bukhari)
Dari Ibnu Mas’ud r.a., katanya: “Nabi s.a.w. bersabda: “Pertama-tama persoalan yang diputuskan di antara sekalian manusia pada hari kiamat ialah dalam soal darah yakni bunuh membunuh.” (Muttafaq ‘alaih)
Dari Aisyah radhiallahu ‘anha, katanya: “Rasulullah s.a.w. bersabda: “Malaikat itu diciptakan dari nur – yakni cahaya dan jin diciptakan dari api yang menyala-nyala, sedang Adam diciptakandari apa yang sudah diterangkan kepadamu semua yakni dari tanah.”(Riwayat Muslim)
Dari Aisyah radhiallahu ‘anha pula, katanya: “Budipekerti Nabi s.a.w. itu adalah sesuai dengan ajaran al-Quran.”Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam serangkaian Hadis yang panjang.
Dari Aisyah radhiallahu ‘anha, katanya: “Rasulullah s.a.w. bersabda: “Barangsiapa yang ingin bertemu Allah, maka Allah juga ingin bertemu dengannya dan barangsiapa yang tidak senang untuk bertemu dengan Allah, maka Allah juga tidak senang untuk bertemu dengannya.”
Saya lalu berkata: “Ya Rasulullah, apakah artinya tidak senang untuk bertemu dengan Allah itu ialah benci kepada kematian. Kalau begitu kita semuapun benci akan kematian itu?” Beliau s.a.w. lalu bersabda: “Bukan demikian yang dimaksudkan. Tetapi seseorang mu’min itu apabila diberi kegembiraan dengan kerahmatan Allah serta keridhaanNya, juga syurgaNya, maka ia ingin sekali bertemu dengan Allah, maka itu Allah juga ingin bertemu dengannya, sedang sesungguhnya orang kafir itu apabila diberi ancaman perihal siksanya Allah dan kemurkaanNya, maka ia tidak senang untuk bertemu dengan Allah itu dan oleh sebab itu Allah juga tidak senang untuk bertemu dengannya.” (Riwayat Muslim)
Dari Ummul mu’minin Shafiyah binti Huyay radhiallahu ‘anha, katanya: “Nabi s.a.w. pada suatu saat beri’tikaf, lalu saya datang untuk menengoknya di waktu malam, lalu saya berbicara dengannya, kemudian saya berdiri untuk kembali ke rumah. Tiba- tiba beliau s.a.w. juga berdiri beserta saya untuk mengantarkan saya pulang. Selanjutnya ada dua orang lelaki dari kaum Anshar radhiallahu ‘anhuma berjalan melalui tempat itu. Setelah keduanya melihat Nabi s.a.w. lalu keduanyapun bercepat-cepat menyingkir. Nabi s.a.w. lalu bersabda: “Perlahan-lahanlah berjalan, hai saudara berdua. Ini adalah Shafiyah binti Huyay.” Keduanya lalu berkata:”Subhanallah, ya Rasulullah.” Beliau s.a.w. lalu bersabda: “Sesungguhnya syaitan itu berjalan dalam tubuh anak Adam yakni manusia sebagaimana aliran darah. Sesungguhnya saya takut kalau dalam hatimu berdua itu timbul sesuatu yang jahat atau mengatakan sesuatu yang tidak baik.” (Muttafaq ‘alaih)
Dari Abul Fadhl yaitu al-Abbas bin Abdul Muththalib r.a., katanya: “Saya menyaksikan pada hari peperangan Hunain bersama Rasulullah s.a.w. Saya dan Abu Sufyan bin al-Harits bin Abdul Muththalib senantiasa tetap mengawani Rasulullah s.a.w. itu. Jadi kita tidak pernah berpisah dengannya. Rasulullah s.a.w. menaiki seekor baghal sebangsa keledai, miliknya sendiri yang putih warnanya. Setelah kaum Muslimin dan kaum musyrikin bertemu, lalu kaum Muslimin sama menyingkir ke belakang mengundurkan diri. Mulailah Rasulullah s.a.w. melarikan baghalnya menuju ke muka orang-orang kafir, sedang saya memegang kendali baghalnya, RasuluIlah s.a.w., yang saya tahan-tahanlah kendalinya itu agar tidak terlampau cepat larinya. Abu Sufyan memegang sanggurdi Rasulullah s.a.w. Kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda: “Hai Abbas, panggillah orang-orang yang mengikut Bai’atur Ridhwan di Samurah dulu.” Al-Abbas berkata dan ia adalah seorang lelaki yang keras sekali suaranya: “Saya berseru dengan sekeras-keras suara saya: “Mana orang-orang yang ikut berbai’at di Samurah dulu.” Maka demi Allah, seolah-olah penerimaan mereka ketika mendengar suara saya itu adalah bagaikan lembu yang menerima dengan senang hati akan anak-anaknya. Mereka berkata: “Ya labbaik, ya labbaik artinya: Kita akan datang.” Seterusnya mereka itu lalu berperang berhadap-hadapan dengan orang-orang kafir. Adapun undangan yang disampaikan kepada kaum Anshar ialah mereka berkata: “Hai seluruh kaum Anshar, hai seluruh kaum Anshar.” Seterusnya terbataslah undangan itu kepada keluarga al-Harits bin al-Khazraj.
Rasulullah s.a.w. yang di waktu itu sedang menaiki baghalnya melihat kepada jalannya peperangan itu sebagai seorang yang merasa terlampau lama saatnya pertempuran tadi. Kemudian beliau s.a.w. bersabda: “Inilah saatnya berkecamuknya peperangan yang sedahsyat-dahsyatnya.” Seterusnya Rasulullah s.a.w. lalu mengambil beberapa batu kerikil kemudian melemparkannya pada muka-muka kaum kafirin itu, terus berkata: “Hancur leburlah mereka semua demi Tuhannya Muhammad.” Saya mulai memperhatikan suasananya tiba-tiba peperangan itu berlangsung terus sebagaimana keadaannya yang saya saksikan itu. Tetapi demi Allah, tiada lain hanyalah lemparan Rasulullah s.a.w. dengan kerikil- kerikil itu yang menyebabkan suasana berubah samasekali. Akhirnya sedikit demi sedikit, tidak henti-hentinya saya melihat bahwa kekuatan mereka menjadi lemah dan perkara merekapun membelakang yakni bahwa mereka kalah dalam keadaan yang hina-dina.” (Riwayat Muslim)
Alwathis, arti asalnya ialah dapur api. Maknanya ialah bahwa peperangan itu berkecamuk dengan dahsyat sekali. Ucapannya: haddahum, dengan ha’ muhmalah, artinya ialah kekuatan mereka.
Dari Abu Hurairah r.a., katanya: “Rasulullah s.a.w. bersabda:
“Hai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu adalah Maha Baik, maka Allah tidak menerima kecuali yang baik-baik saja. Sesungguhnya Allah menyuruh kaum mu’minin sebagaimana yang diperintahkan kepada para Rasul. Allah Ta’ala berfirman: “Hai sekalian para Rasul, makanlah engkau semua dari apa-apa yang baik yakni halal bendanya dan halal pula cara mengusahakannya serta beramal shalihlah engkau semua.” (al-Mu’minun: 51). Allah Ta’ala juga berfirman: “Hai sekalian orang yang beriman, makanlah engkau semua akan yang baik-baik yakni halal bendanya dan halal pula cara mengusahakannya dari apa- apa yang Kami rezekikan kepadamu semua.”
Selanjutnya Rasulullah s.a.w. menyebutkan seseorang lelaki yang lama sekali menempuh perjalanan, keadaannya kusut masai, penuh debu. la mengangkatkan kedua tangannya ke langit sambil memohon: “Ya Tuhanku, ya Tuhanku,” tetapi yang dimakannya haram, yang diminumnya haram, juga dulunya diberi makanan yang haram – oleh kedua orang tuanya, maka bagaimanakah orang sedemikian itu dapat dikabulkan doanya.” (Riwayat Muslim)
Dari Abu Hurairah r.a. pula, katanya: “Rasulullah s.a.w. bersabda: “Ada tiga macam orang yang tidak diajak berbicara oleh Allah -dengan pembicaraan yang menunjukkan keridhaan, tidak pula disucikan yakni diampuni dosanya serta tidak dilihat olehNya dengan pandangan kerahmatan besok pada hari kiamat dan mereka akan memperoleh siksa yang pedih sekali, yaitu orang tua yang berzina, raja atau kepala negara yang pendusta serta orang miskin yang berlagak sombong.” (Riwayat Muslim) Al’ail yaitu orang
Dari Abu Hurairah r.a. pula, katanya: “Rasulullah s.a.w. bersabda: “Saihan, Jaihan, Furat dan Nil, semuanya itu adalah nama-nama sungai di syurga.” (Riwayat Muslim)
Dari Abu Hurairah r.a., katanya: “Rasulullah s.a.w. mengambil tangan saya, lalu bersabda: “Allah menciptakan tanah yakni bumi itu pada hari Sabtu, di situ Allah menciptakan gunung-gunung pada hari Ahad, menciptakan pohon-pohon pada hari Senin, menciptakan apa-apa yang tidak disenangi seperti fitnah dan Iain-Iain pada hari Selasa, menciptakan cahaya pada hari Rabu dan Allah menyebarkan binatang-binatang di bumi itu pada hari Kemis. Allah menciptakan Adam a.s. sesudah Ashar pada hari Jum’at, yaitu pada akhir penciptaanNya pada semua makhluk, pada akhir saat dari waktu siang yakni antara waktu Ashar sampai malam.” (Riwayat Muslim)
Dari Abu Sulaiman yaitu Khalid bin al-Walid r.a., katanya: “Sungguh-sungguh telah putuslah di tanganku pada hari peperangan Mu’tah sebanyak sembilan buah pedang, maka yang masih tertinggal di tanganku tidak ada lain kecuali pedang bentuk buatan Yamani.” (Riwayat Bukhari)
Dari ‘Amr bin al-‘Ash r.a. bahwasanya ia mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: “Apabila seseorang hakim memberikan hukum yakni keputusan lalu ia
berijtihad, kemudian benar sesuai dengan kehendak agama Allah, maka ia memperoleh dua pahala, sedang apabila ia memberikan hukum dan berijtihad lalu salah, maka ia memperoleh satu pahala.” (Muttafaq ‘alaih)
Dari Aisyah radhiallahu ‘anha bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda:
“Sesungguhnya penyakit panas itu berasal dari sebaran wap neraka Jahannam, maka dari itu dinginkanlah ia dengan menggunakan air.” (Muttafaq ‘alaih)
Dari Aisyah radhiallahu ‘anha dari Nabi s.a.w., katanya: “Barangsiapa yang meninggal dunia dan ia mempunyai tanggungan hutang puasa, maka bolehlah walinya berpuasa untuk menutupi hutangnya itu.” (Muttafaq ‘alaih)Menurut pendapat yang terpilih ialah bolehnya berpuasa untuk melunasi hutang puasa yang meninggal dunia karena berdasarkan Hadis ini. Adapun yang dimaksud dengan perkataan wali yang boleh memuasainya itu ialah keluarga yang berkedudukan sebagai ahli waris dari orang yang meninggal dunia tadi, ataupun yang bukan ahli warisnya.
Dari Auf bin Malik bin at-Thufail bahwasanya Aisyah radhiallahu ‘anha diberitahu bahwasanya Abdullah bin az-Zubair radhiallahu ‘anhuma berkata dalam suatu pembelian atau suatu pemberian yang diberikan oleh Aisyah radhiallahu ‘anha: “Demi Allah, niscayalah Aisyah harus suka menghentikan ini atau kalau tidak suka, maka niscayalah saya akan meninggalkan berbicara padanya yakni tidak menyapanya.” Aisyah berkata: “Benarkah Abdullah bin az-Zubair berkata demikian.” Orang-orang berkata: “Ya.” Aisyah lalu berkata: “Saya bernazar karena Allah terhadap dirinya yaitu saya tidak akan berbicara dengan anak az-Zubair itu selama-lamanya.”
Abdullah bin az-Zubair meminta pertolongan untuk dapat bercakap-cakap lagi dengan Aisyah itu ketika keadaan tidak saling menyapa tadi sudah berjalan lama. Tetapi Aisyah tetap berkata:
“Tidak, demi Allah, saya tidak akan menerima permintaan tolongnya itu dan saya tidak akan melanggar sumpah dalam nazar saya ini.”
Ketika peristiwa itu sudah dirasa amat lama sekali bagi Abdullah bin az-Zubair, lalu ia berbicara kepada al-Miswar bin Makhramah dan Abdur Rahman bin al-Aswad bin Abdu Yaghuts dan berkata kepada kedua orang itu: “Saya meminta kepada saudara berdua, supaya engkau berdua dapat memasukkan saya di tempat Aisyah radhiallahu ‘anha, sebab sesungguhnya ia tidak halal hukumnya untuk bernazar terus memutuskan hubungan kekeluargaan dengan saya.” Al-Miswar dan Abdur Rahman menerima permintaannya itu, sehingga pada suatu ketika keduanya meminta izin pada Aisyah -dan Abdullah bin az-Zubair ikut serta. Keduanya berkata: Assalamu ‘alaiki wa rahmatullahi wa barakatuh, apakah kita semua boleh masuk?” Aisyah berkata: “Masuklah semua.” Mereka berkata: “Kita semuakah boleh masuk itu?” la menjawab: “Ya, masuklah engkau semua.” Aisyah radhiallahu ‘anha tidak mengerti bahwa Abdullah bin az-Zubair menyertai kedua orang tersebut. Setelah semuanya masuk, lalu Abdullah bin az-Zubair langsung masuk ke dalam tabir sebab Aisyah radhiallahu ‘anha ada di balik tabir kalau menemui lelaki dan Abdullah bin az-Zubair itu adalah kemanakannya sendiri yakni anak Asma’, saudarinya. Abdullah segera merangkul Aisyah -bibinya – radhiallahu ‘anha dan mulailah meminta-minta agar dimaafkan kesalahannya sambil menangis. Al-Miswar dan Abdur Rahman juga meminta-minta supaya dimaafkan, kemudian suka bercakap-cakap lagi dengannya dan menerima permintaan maafnya itu.
Keduanya berkata bahwasanya Nabi s.a.w. melarang apa yang dilakukan dalam hal tidak suka menyapanya itu. Juga bahwasanya seseorang Muslim itu tidak halal untuk meninggalkan saudaranya yaitu tidak menyapa lebih dari tiga hari.” Setelah orang-orang itu semuanya banyak-banyak dalam memberikan peringatan dan perihal remehnya soal yang menyebabkan tidak menyapa tadi, lalu Aisyah radhiallahu ‘anha mulai memberitahukan kepada keduanya itu perihal nazarnya, kemudian ia menangis dan berkata: “Sesung-guhnya saya telah bernazar dan nazar itu adalah berat tanggungan-nya.” Keduanya tidak henti-hentinya memberikan peringatan dan akhirnya Aisyah radhiallahu ‘anha suka berbicara lagi dengan Abdullah bin az-Zubair. Untuk menebus denda sumpah nazarnya yang dilanggar itu Aisyah radhiallahu ‘anha memerdekakan empatpuluh orang hamba sahaya sebenarnya yang wajib hanyalah memerdekakan seorang hambasahaya saja, tetapi oleh sebab sangat taqwanya kepada Allah, lalu ia berbuat demikian. Aisyah selalu ingat saja akan nazarnya dulu setelah peristiwa kembali baik, kemudian menangis, sampai-sampai kerudungnya itu menjadi basah oleh airmatanya.” (Riwayat Bukhari)
Dari Uqbah bin Amir r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. pergi keluar ke tempat orang-orang yang terbunuh dalam peperangan Uhud, lalu beliau s.a.w. mendoakan mereka setelah terkubur selama delapan tahun, sebagai seorang yang hendak mohon diri untuk orang-orang yang masih hidup dan yang telah mati. Kemudian beliau s.a.w. naik ke mimbar lalu bersabda: “Sesungguhnya saya sekarang ini di hadapan engkau semua sebagai orang yang mendahului dan saya menyaksikan atasmu semua. Sesungguhnya tempat perjanjian kita bertemu lagi ialah di Haudh sebuah danau di syurga. Sebenarnya saya niscayalah dapat melihat Haudh itu dari tempatku ini. Tidak ada yang benar-benar saya takuti untuk menimpa engkau semua kalau engkau semua akan menjadi orang musyrik sebab tentulah jauh dari kemusyrikan itu, tetapi yang saya takutkan menimpa engkau semua ialah kalau engkau semua sama berlomba-lomba dalam mengejar keduniaan.” Uqbah berkata: “Itulah yang merupakan pandangan saya yang terakhir yang saya dapat melihat kepada Rasulullah s.a.w.” (Muttafaq ‘alaih)
Dalam riwayat lain disebutkan:
Nabi s.a.w. bersabda: “Tetapi yang saya takutkan menimpa engkau semua ialah kalau engkau semua sama berlomba-lomba mengejar keduniaan dan engkau semua lalu saling perang me-merangi, sehingga menyebabkan engkau semua rusak binasa sebagaimana rusak binasanya orang yang sebelummu semua dahulu.”
Uqbah berkata: “Itulah yang terakhir sekali saya melihat Rasulullah s.a.w. berdiri di atas mimbar.”
Dalam riwayat lain lagi disebutkan:
Nabi s.a.w. bersabda: “Sesungguhnya sayalah yang dahulu sekali meninggalkan engkau semua dan saya menyaksikan atasmu semua. Sesungguhnya saya dapat melihat pada Haudhku itu sekarang. Sesungguhnya saya juga dikaruniai segala kunci perbendaharaan bumi serta kunci-kunci kekayaan bumi. Demi Allah, tidak ada yang saya takutkan untuk menimpa engkau semua kalau engkau semua akan berlaku musyrik sepeninggalku nanti, tetapi saya takut kalau engkau semua sama berlomba-lomba mengejar keduniaan.” Yang dimaksudkan dengan shalat kepada orang-orang yang mati dalam peperangan Uhud itu ialah berdoa, jadi bukan shalat sebagaimana yang dimaklumi itu.
Dari Abu Zaid yaitu ‘Amr bin Akhthab al-Anshari r.a., katanya:
“Rasulullah s.a.w. bersembahyang dengan kita semua yaitu shalat Subuh, lalu beliau naik mimbar, kemudian berkhutbah di hadapan kita, sehingga datanglah waktu Zuhur, terus turun dan bersembahyang. Selanjutnya beliau s.a.w. naik mimbar lagi terus berkhutbah sehingga datanglah waktunya shalat Asar, lalu turun dan bersembahyang. Sehabis itu beliau s.a.w. naik mimbar lagi sehingga terbenamlah matahari. Beliau s.a.w. memberitahukan kepada kita apa yang telah terjadi dan apa-apa yang bakal terjadi. Maka orang yang terpandai di antara kita – dengan ayat-ayat Allah, itu pulalah yang paling banyak hafalannya.” (Riwayat Muslim)
Dari Aisyah radhiallahu ‘anha, katanya: “Nabi s.a.w. bersabda:
“Barangsiapa yang bernazar akan taat kepada Allah, maka wajiblah ia taat kepadaNya dan barangsiapa yang bernazar hendak bermaksiat kepada Allah, maka wajiblah ia tidak bermaksiat padaNya.” (Riwayat Bukhari)
Dari Ummu Syarik radhiallahu ‘anha bahwasanya Rasulullah s.a.w. memerintahnya supaya membunuh wazagh dan beliau s.a.w. bersabda: “Wazagh itu dahulu pernah meniup-niup api pada Ibrahim – supaya lebih menyala.” (Muttafaq ‘alaih)
Dari Abu Hurairah r.a., katanya: “Rasulullah s.a.w. bersabda:
“Barangsiapa membunuh wazagh dalam pukulan pertama, maka ia memperoleh kebaikan sekian, sekian dan barangsiapa yang membunuhnya dalam pukulan kedua, maka ia memperoleh kebaikan sekian, sekian, tetapi di bawah yang pertama. Kemudian kalau ia dapat membunuhnya dalam pukulan ketiga kalinya, maka ia memperoleh kebaikan sekian, sekian.” Dalam riwayat lain disebutkan:
“Barangsiapa yang membunuh wazagh dalam pukulan pertama, maka dicatatlah untuknya seratus kebaikan dan dalam pukulan kedua di bawahnya itu dan dalam pukulan ketiga di bawahnya itu pula.” (Riwayat Muslim)
Ahli lughah berkata: Arti wazagh ialah sejenis toke yang besar-besar. Jadi bukan cicak yang lazim ada di rumah itu.
Dari Abu Hurairah r.a., bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:
“Ada seorang lelaki berkata: “Niscayalah saya akan bersedekah dengan sesuatu sedekah.” lapun keluarlah dengan membawa sedekahnya, lalu diletakkannya di tangan seorang pencuri. Pagi-pagi orang-orang sama bercakap-cakap: “Tadi malam itu disedekahkan kepada seorang pencuri.” Orang itu lalu berkata: “Ya Allah, bagiMulah segenap puji- pujian, niscayalah saya akan bersedekah lagi dengan sesuatu sedekah.” lapun keluarlah dengan membawa sedekahnya lalu meletakkannya di tangan seorang wanita penzina – pelacur. Pagi-pagi orang-orang sama bercakap-cakap: “Tadi malam itu disedekahkan kepada seorang wanita penzina.” Orang tadi berkata: “Ya Allah, segenap puji-pujian adalah bagiMu atas se-seorang wanita penzina. Tetapi niscayalah saya akan bersedekah lagi dengan sesuatu sedekah.” lapun keluarlah dengan membawa sedekahnya lalu meletakkannya di tangan seorang kaya. Pagi-pagi orang-orang bercakap-cakap lagi: “Tadi malam itu disedekahkan kepada orang kaya.” Orang itu lalu berkata: “Ya Allah, bagiMulah, segenap puji-pujian atas seorang pencuri, seorang pelacur dan seorang kaya.” Kemudian didatangkanlah suatu impian padanya dan dikatakan kepadanya: “Adapun sedekahmu kepada pencuri itu, barangkali ia akan menahan dirinya dari pencurian, adapun yang kepada wanita pelacur, maka barangkali ia menahan diri dari perzinaannya, sedang yang kepada orang kaya, maka barangkali ia dapat mengambil cermin teladan dengan perbuatanmu itu, lalu ia suka menafkahkan sebagian dari apa-apa yang dikaruniakan oleh Allah padanya.” Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dengan lafaznya dan juga diriwayatkan oleh Imam Muslim dengan uraian yang semakna dengan di atas itu
Dari Abu Hurairah r.a., katanya: “Kita semua berada bersama Rasulullah s.a.w., lalu dihidangkanlah untuk beliau s.a.w. sebuah hasta dan ini memang sangat menyukakannya. Beliau s.a.w. menggigitnya sekali gigitan kemudian bersabda:
“Saya adalah penghulu sekalian manusia besok pada hari kiamat, apakah engkau semua mengerti, apakah sebabnya demikian itu?”
Allah akan mengumpulkan seluruh manusia yang dahulu-dahulu dan yang belakangan di suatu tanah, kemudian dilihat oleh orang yang melihat dan dapat memperdengarkan kepada orang-orang itu orang yang mengundang. Matahari dekat sekali dengan mereka itu. Sekalian manusia mendapatkan kesusahan dan keseng-saraan,sehingga dirasakannya tidak kuat lagi menahannya dan tidak tahan lagi terhadap penderitaan itu.
Para manusia itu lalu berkata: “Adakah engkau semua tidak mengetahui, hingga bagaimanakah keadaan yang sama-sama engkau semua alami ini? Apakah engkau semua tidak memikirkan kepada siapakah yang kiranya dapat memberikan syafaat untukmu semua kepada Tuhanmu?” Setengah manusia ada yang berkata kepada yang lainnya: Abukum Adam yakni ayo menuju ke bapakmu semua yaitu Nabi Adam.
Para manusia lalu mendatangi Nabi Adam, kemudian berkata: “Wahai Nabi Adam, anda itu adalah bapak dari seluruh manusia. Allah telah menciptakan bapak dengan tangan kekuasaanNya. Allah telah meniupkan dalam tubuh bapak dengan ruhNya. Allah juga memerintah kepada para malaikat untuk menghormat kepada bapak, mereka lalu bersujud menghormat – bapak dan memberikan tempat syurga kepada bapak. Sudilah kiranya bapak memberikan syafaat untuk kita semua kepada Adakah bapak tidak mengetahui keadaan yang sedang kita alami ini dan hingga bagai-manakah kesengsaraan kita semua ini?” Nabi Adam lalu menjawab: “Sesungguhnya Tuhanku amat murka sekali pada hari ini, belum pernah murka sebagaimana sekarang ini sebelum hari ini dan juga tidak akan murka sebagaimana sekarang ini sesudah hari ini. Allah sudah melarang kepadaku akan suatu pohon, tetapi kulanggarlah larangan itu. Diriku, diriku, diriku sendiri – belum tentu selamat. Silakan pergi saja kepada orang selain aku. Pergilah kepada Nabi Nuh.
Para manusia kemudian mendatangi Nabi Nuh, lalu berkata: “Wahai Nabi Nuh, anda adalah pertama-tama Rasul yang ada di atas permukaan bumi. Allah telah memberikan nama kepada anda dengan sebutan “Hamba yang sangat banyak bersyukurnya.” Adakah anda tidak mengetahui keadaan yang sedang kita alami ini? Adakah anda tidak mengetahui hingga bagaimana kesengsaraan kita ini? Sudilah kiranya anda memberikan pertolongan untuk kita semua dari Tuhan anda.” Nabi Nuh lalu menjawab: “Sesungguhnya Tuhanku amat murka sekali pada hari ini, belum pernah murka sebagaimana sekarang ini sebelum hari ini dan juga tidak akan murka sebagaimana sekarang ini sesudah hari ini. Sebenarnya saja aku ini memiliki suatu doa mustajab, kemudian kupakai untuk mendoakan kerusakan bagi kaumku yakni dengan adanya siksa berupa banjir Diriku, diriku, diriku sendiri belum tentu selamat. Pergilah kepada orang selain aku. Pergilah kepada Nabi Ibrahim.
Para manusia lalu mendatangi Nabi Ibrahim, kemudian berkata: “Wahai Nabi Ibrahim, anda itu adalah Nabinya Allah, juga sebagai kekasihnya dari golongan penghuni bumi. Sudilah kiranya anda memberikan syafaat untuk kita semua kepada Tuhan anda. Adakah anda tidak mengetahui keadaan yang sedang kita alami sekarang ini.” Nabi Ibrahim menjawab: “Sesungguhnya Tuhanku amat murka sekali pada hari ini, belum pernah murka sebagaimana sekarang ini sebelum hari ini dan juga tidak akan murka sebagaimana sekarang ini sesudah hari ini. Sebenarnya saya ini sudah pernah berdusta sampai tiga kali banyaknya. Diriku, diriku, diriku sendiri belum tentu selamat. Pergilah kepada orang selain aku, pergilah kepada Nabi Musa.”
Para manusia lalu mendatangi Nabi Musa, kemudian berkata: “Wahai Nabi Musa, anda itu adalah utusan Allah. Allah telah mengaruniakan keutamaan kepada anda dengan risalat dan firmanNya melebihi orang-orang lain. Sudilah kiranya anda memberikan syafaat untuk kita semua kepada Tuhan anda. Adakah anda tidak mengetahui keadaan yang sedang kita alami ini?” Nabi Musa menjawab: “Sesungguhnya Tuhanku amat murka sekali pada hari ini, belum pernah murka sebagaimana sekarang ini sebelum hari ini dan juga tidak akan murka sebagaimana sekarang ini sesudah hari ini. Sebenarnya saya ini pernah membunuh seorang manusia yang saya tidak diperintah untuk membunuhnya. Diriku, diriku, diriku sendiri belum tentu selamat. Pergilah kepada orang selain aku. Pergilah kepada Nabi Isa.”
Para manusia kemudian mendatangi Nabi Isa, lalu berkata: “Wahai Nabi Isa, anda itu adalah utusan Allah dan kalimatnya disampaikan kepada Maryam dan anda itupun ruh dari Allah. Anda telah memberikan sabda kepada orang banyak ketika masih dalam buaian. Sudilah kiranya anda memberikan syafaat untuk kita semua kepada Tuhan anda. Apakah anda tidak mengetahui keadaan yang sedang kita alami ini?” Nabi Isa lalu menjawab: “Sesungguhnya Tuhanku amat murka sekali pada hari ini dan belum pernah murka sebagaimana sekarang ini sebelum hari ini dan juga tidak akan
murka sebagaimana sekarang ini sesudah hari ini.” Nabi Isa tidak menyebutkan sesuatu dosa yang pernah dibuatnya. Diriku, diriku, diriku sendiri belum tentu selamat. Pergilah engkau semua kepada orang selain aku. Pergilah kepada Nabi Muhammad. Para manusia terus pergi mendatangi Muhammad s.a.w. di dalam riwayat lain diterangkan: Para manusia lalu mendatangi aku, kemudian berkata: “Wahai Nabi Muhammad, anda itu adalah pesuruh Allah dan penutup sekalian Nabi. Allah sungguh-sungguh telah mengaruniakan pengampunan kepada dosa-dosa anda yang sudah-sudah dan yang akan datang. Sudilah kiranya anda memberikan syafaat untuk kita kepada Tuhan anda. Adakah anda belum mengetahui keadaan yang sedang kita alami sekarang ini?”
Sayapun lalu berangkat sampai datang di bawah ‘arasy, selanjut-nya sayapun bersujudlah kepada Tuhanku. Di kala itu Allah mem-bukakan padaku dari puji-pujianNya serta keindahan penghargaan pujian terhadap hadhiratNya. Yang sedemikian ini adalah suatu keadaan yang belum pernah dibukakan oleh Allah kepada siapapun sebelum ini. Selanjutnya lalu dikatakan: “Hai Muhammad, angkatlah kepalamu. Ajukanlah permohonan dan pasti akan dikabulkan permohonanmu itu. Mintalah untuk dapat memberikan syafaat dan pasti engkau akan diberi izin untuk memberi syafaat itu.” Selanjut-nya saya lalu mengangkat kepalaku, kemudian memohonkan: “Ummat hamba, ya Tuhan; ummat hamba, ya Tuhan; ummat hamba, ya Tuhan.” Setelah itu lalu diucapkan: “Hai Muhammad, masukkanlah orang-orang yang tidak diperlukan untuk dihisab lagi dari ummatmu itu dari pintu sebelah kanan. Orang-orang itupun juga sebagai kawan-kawan para manusia yang akan masuk dari pintu selain pintu kanan.”
Nabi s.a.w. meneruskan sabdanya: “Demi Zat yang jiwaku dalam tanganNya kekuasaanNya, sesungguhnya jauh jaraknya antara dua lipatan pintu dari semua lipatan-lipatan pintu-pintu syurga itu adalah sama jauhnya dengan jarak antara Makkah dan Hajar, atau seperti jarak antara Makkah dan Bushra.” (Muttafaq ‘alaih)
Perihal dustanya Nabiullah Ibrahim a.s. sebagaimana yang dikatakannya sendiri ada tiga kali banyaknya itu, ceriteranya adalah sebagai berikut:
- Nabi Ibrahim a.s. pernah berkata kepada ayahnya: Inni saqim Saya ini sakit, padahal sebenarnya tidak, tetapi ini terpaksa harus beliau s. katakan, karena beliau a.s. itu diajak menyembah sesuatu yang selain Allah Ta’ala yakni berhala, bersama- sama dengan Raja Namrudz.
- Nabi Ibrahim a.s. merusak dan memukuli berhala-berhala yang dipuja serta disembah oleh Raja Namrudz yang musyrik itu,sampai rusak binasa seluruhnya dan ditinggalkan sebuah saja, yakni yang terbesar Ketika masyarakat menjadi ramai dan memperkatakan bahwa beliau a.s. yang berbuat pengrusakan itu, lalu beliau a.s. ditanya oleh Raja Namrudz, benarkah beliau a.s. yang merusak. Beliau a.s. menjawab: Bal fa’alahu kabiruhum hadza yang membuat kerusakan ialah berhala yang besar sendiri itu, padahal sebenarnya memang beliau a.s. itulah yang mengerjakan pengrusakan tadi.
- Pada suatu hari Nabiullah Ibrahim s. sedang bepergian dengan isterinya yang bernama Sarah, sehingga akhirnya datanglah di suatu negeri yang rajanya itu amat suka sekali kepada golongan kaum wanita yang cantik secara berlebih-lebihan. Hampir setiap melihat wanita elok, pasti dipinang untuk dijadikan isterinya dan wanita itupun wajib suka dan tunduk kepada kehendaknya.
Demi beliau a.s. bertemu dengan raja itu, lalu ditanya, siapakah wanita yang menyertainya itu. Sudah pastilah beliau a.s. akan disiksa atau mungkin juga akan dibunuh, sekiranya mengatakan yang sebenarnya yakni bahwa Sarah itu betul-betul isterinya. Oleh sebab itu beliau a.s. berkata, demi untuk melindungi diri dan keselamatan jiwanya: Ukhti saudariku. Padahal sebenarnya adalah isterinya dan bukan saudarinya. Ceritera mengenai bab ini masih panjang lanjutannya, tetapi oleh sebab buku ini disusun bukan untuk maksud ini, sebaiknya diringkaskan sampai di sini saja.
Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, katanya:
“Ibrahim a.s. datang di Makkah yang dulu disebut Faran -dengan membawa ibunya Ismail yakni Hajar serta anaknya lelaki yakni Ismail. Ibunya itu menyusui anaknya, sehingga Ibrahim a.s. menempatkan isterinya itu di dekat Baitullah, di sisi sebuah pohon besar yang ada di sebelah atas Zamzam yaitu di Masjidul Haram yang sebelah atas sendiri.
Di Makkah pada saat itu belum ada seorangpun dan di situ tidak pula ada airnya. Di situlah Ibrahim a.s. menempatkan isteri dan puteranya. Di sisi kedua orang ini olehnya diletakkanlah suatu wadah dari kulit berisi kurma dan sebuah tempat air yang berisi air. Ibrahim a.s. lalu membelakang yakni meninggalkan Hajar dan Ismail terus berangkat. Ibu Ismail mengikuti suaminya, lalu berkata: “Ke manakah anda hendak pergi dan mengapa anda meninggalkan kita di lembah ini, tanpa ada seseorangpun sebagai kawan dan tidak ada sesuatu apapun?” Hajar berkata demikian itu berulang kali, tetapi Ibrahim a.s. samasekali tidak menoleh kepadanya. Kemudian Hajar berkata: “Adakah Allah yang memerintahkan anda berbuat semacam ini?” Ibrahim a.s. menjawab: “Ya.” Hajar berkata: “Kalau demikian, pastilah Allah tidak akan menyia-nyiakan nasib kita.” Ibu Ismail lalu kembali ke tempatnya semula.
Ibrahim a.s. berangkatlah, sehingga sewaktu beliau itu datang di Tsaniyah di daerah Hajun, di sesuatu tempat yang tidak dilihat oleh mereka – yakni Hajar dan anaknya, kemudian menghadap kiblat dengan wajahnya yakni ke Baitullah, terus berdoa dengan doa- doa yang tersebut di bawah ini. Beliau a.s. mengangkatkan kedua tangannya, lalu mengucapkan, sebagaimana yang tersebut dalam al-Quran, yang artinya: “Ya Tuhanku, sesungguhnya saya menempatkan keturunanku di suatu lembah yang tiada berpohon yakni tandus,” sampai pada: “semoga mereka itu bersyukur.”
Ibu Ismail menyusui Ismail dan minum dari air yang ditinggalkan itu, sehingga setelah habislah air yang ada di tempat air dan iapun haus, juga anaknyapun haus pula. Ibu itu melihat anaknya ber-gulung-gulung di tanah, atau katanya: bergulat dengan tanah sambil memukul-mukulkan dirinya di atas tanah itu, lalu ibunya itu ber-angkat karena tidak tahan melihat keadaan anaknya semacam itu. Hajar melihat sekelilingnya dan tampaklah olehnya bahwa Shafa adalah sedekat-dekat gunung di bumi yang ada di samping dirinya, iapun lalu menuju ke puncak gunung ini dan berdiri di atasnya, kemudian ia menghadap ke lembah, melihat di situ, kalau-kalau dapat melihat seseorang manusia, tetapi tidak ada. Selanjutnya ia turun dari Shafa, sehingga setelah ia sampai di lembah lagi, iapun mengangkat gamisnya, terus berjalan lagi bagaikan jalannya seseorang yang sedang dalam kesukaran – yakni berlari-lari, sehingga lembah itu dilampauinya, kemudian mendatangi Marwah, berdiri di atas puncak Marwah ini, menengok ke lembah, kalau-kalau ada seseorang manusia yang dapat dilihat olehnya. Tetapi tidak ada, sehingga Hajar mengerjakan sedemikian itu sebanyak tujuh kali yakni pergi bolak-balik antara Shafa dan Marwah.”
Ibnu Abbas berkata: “Nabi s.a.w. bersabda: “Oleh sebab itu para manusia dalam mengerjakan ibadat haji meneladan kelakuan Hajar tersebut, bersa’i yakni berlari-lari kecil antara Shafa dan Marwah.” Keduanya ini bukan gunung yang sebenarnya, tetapi hanyalah tanah yang agak meninggi.Ibnu Abbas melanjutkan keterangannya:
“Setelah ia berada di atas Marwah yakni tujuh perjalanan yang terakhir, lalu ia mendengar suatu suara. Kemudian ia berkata: “Diamlah” yang dimaksudkan ialah kepada dirinya sendiri yang disuruh diam untuk memperhatikan suara apa itu. Selanjutnya didengarlah dengan penuh perhatian, lalu sekali lagi dapat didengarnya suara tersebut. Iapun terus berkata: “Anda telah memperdengarkan suara kepada saya, maka segerakanlah memberikan pertolongan kepada kita, jikalau memang sengaja akan memberikan pertolongan.”
Tiba-tiba di situ tampaklah oleh Hajar ada seorang malaikat di dekat tempat sumur zamzam yang di waktu itu belum keluar airnya. Malaikat itu meneliti dengan kakinya,atau katanya: Dengan sayapnya, sehingga keluarlah airnya. Hajar mulai bekerja membuat tempat air itu bagaikan bentuk danau – yang dibulatkan – dan dengan tangannya ia mengerjakan itu sedang mulutnya mengucapkan: “Ah, beginilah yang saya harapkan.” Hajar menciduk air itu dan meletakkannya dalam tempat airnya. Air zamzam itu terus menyumber dengan derasnya setelah diciduk olehnya.”
Dalam riwayat lain disebutkan: “Dengan sekedar cidukan yang dilakukan oleh Hajar.” Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata: “Nabi s.a.w. bersabda: “Semoga Allah memberikan kerahmatanNya kepada ibu Ismail, andaikata ia meninggalkan zamzam itu yakni tidak diciduk-nya, niscaya akan meluap airnya ke seluruh bumi.”
Atau sabdanya: “Andaikata ibu Ismail itu tidak menciduk air zamzam tadi, niscayalah zamzam itu akan merupakan mata air yang dapat mengalir hebat -yakni dapat memenuhi seluruh permukaan bumi.”
Ibnu Abbas melanjutkan: “Ibu Ismail lalu minum dan dapat lagi menyusui anaknya.”
Malaikat berkata kepadanya: “Janganlah anda takut akan binasa di sini, sebab di sini nanti akan didirikanlah sebuah Rumah Allah -yakni Baitullah yaitu Ka’bah. Yang mendirikan ialah anak ini beserta ayahnya. Sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakan orang-orang yang berbakti kepada Allah yang tentu menginginkan berziarah ke Baitullah ini.”
Tempat Baitullah itu meninggi di atas bumi, bagaikan tanah tinggi, yang akan didatangi oleh beberapa banjir, lalu merusak sebagian kanan dan sebagian kirinya.
Demikianlah keadaan Hajar dengan anaknya, sehingga pada suatu ketika berlalulah di tempat mereka itu sekelompok kawanan yang sedang mengadakan perjalanan dari golongan suku Jurhum. Atau yang datang itu adalah sekeluarga dari golongan suku Jurhum yang menuju ke suatu tempat dari jalan Kada’. Mereka turun -yakni berhenti – di bagian bawah kota Makkah. Mereka melihat ada burung sedang terbang seolah-olah mengelilingi air. Kata mereka: “Burung ini pastilah terbang mengelilingi suatu mata air. Niscayalah tempat keamanan kita adalah di lembah ini, sebab ada air di tempat itu. Selanjutnya dikirimkanlah seseorang atau dua orang utusan yang dapat berlari cepat menuju lembah tersebut dan mereka benar-benar dapat menemukan tempat air. Utusan-utusan itu kembali terus memberitahukan kepada orang-orang Jurhum. Mereka semua datang mendekati dan di waktu itu ibu Ismail sedang ada di tempat air tersebut. Mereka berkata: “Apakah anda suka mengizinkan kita kalau berdiam saja di sisi anda di sini?” la menjawab: “Baiklah, tetapi samasekali engkau semua tidak ada hak atas air ini.” Mereka berkata: “Baiklah.”
Kedatangan orang-orang Jurhum itu berkenan sekali dalam hati ibu Ismail, karena sebenarnya ia senang untuk berkawan. Orang-orang Jurhum itu menyuruh semua keluarganya supaya datang di situ dan akhirnya semuanyapun berdiam di situ, bersama- sama. Di antara orang-orang Jurhum itu banyak yang ahli dalam ilmu persyairan yakni puisi dan kesusasteraan bahasa Arab. Anak Hajar yakni Ismail makin hari makin besar dan belajar bahasa Arab dari mereka. Anak ini menimbulkan kegembiraan serta membuat mereka menjadi takjub setelah ia tumbuh sebagai seorang pemuda. Setelah Ismail cukup dewasa, mereka mengawinkannya dengan seseorang wanita dari suku Jurhum itu. Sementara itu ibu Ismail yakni Hajar wafatlah.” Ibnu Abbas berkata: “Nabi s.a.w. bersabda:
“Ibrahim a.s. datang di Makkah setelah Ismail sudah kawin. la mengamat-amati apa-apa yang terjadi dalam rumah setelah ditinggal pergi oleh Ismail, karena Ibrahim tidak dapat berjumpa dengan anaknya itu. Ibrahim bertanya kepada isterinya, ke mana perginya, lalu dijawab: “la keluar mencari sesuatu untuk kami.”
Dalam riwayat lain disebutkan: “Keluar untuk berburu guna kepentingan kami.” Kemudian Ibrahim menanyakan kepada isteri-nya perihal kehidupan mereka serumahtangga dan keadaan sehari-harinya. Isterinya menjawab: “Nasib kita buruk sekali, yakni dalam keadaan serba sukar dan penuh kesengsaraan.” Wanita itu me-ngadukan halnya kepada mertuanya tadi. Ibrahim lalu berkata: “Nanti jikalau suamimu telah datang, maka sampaikanlah ucapan salam daripadaku dan katakanlah padanya, supaya ia mengubah bandul pintunya – ini adalah kiasan daripada seseorang isteri.
Setelah Ismail datang, ia merasa seolah-olah ada sesuatu yang mengganggu fikirannya, lalu ia berkata: “Apakah ada seseorang yang tadi datang di tempat ini?” Isterinya menjawab: “Ya. Kita didatangi oleh seorang tua yang sifatnya demikian, demikian, iapun bertanya kepada kami perihal diri anda, lalu saya beritahukan yang sebenarnya. Selanjutnya ia bertanya lagi kepada saya, bagaimanakah perihal kehidupan kita. Saya memberitahukan padanya bahwasanya kita hidup dalam keadaan penuh kesengsaraan dan kesukaran. Ismail bertanya: “Apakah orang tua itu tidak memesankan sesuatu padamu?” Isterinya menjawab: “Ya, orang tua itu menyuruh saya supaya saya sampaikan ucapan salamnya kepada anda dan berkata -dalam pesannya: “Ubahlah bandul pintumu.” Ismail berkata: “Orang tua itu adalah ayahku dan beliau telah memerintahkan kepada saya supaya saya menceraikan engkau. Maka itu temui kembalilah keluargamu.” Ismail menceraikan isterinya itu, kemu-dian kawin lagi dengan seorang perempuan lain.
Ibrahim tetap meninggalkan mereka itu dalam waktu yang di kehendaki oleh Allah, kemudian mendatangi mereka lagi sesudah itu, tetapi kali inipun ia tidak menemukan anaknya. la masuk rumahnya dan ditemui oleh isterinya, lalu menanyakan kepada isterinya itu perihal Ismail, la berkata: “la sedang keluar untuk mencari rezeki guna kita semua.” Ibrahim bertanya: “Bagaimana-kah keadaan penghidupanmu semua.” la menanyakan perihal kehidupan serta keadaan sehari-hari yang mereka alami. Isterinya menjawab: “Kita semua dalam keadaan baik dan rezeki yang cukup luas.” Wanita inipun banyak memuji kepada Allah atas segala kenikmatan yang diberikan olehNya. Ibrahim bertanya: “Apakah yang engkau semua makan.” Isterinya menjawab: “Daging.” Tanya-nya lagi: “Apakah yang engkau semua minum?” la menjawab: “air.” Ibrahim berdoa: “Ya Allah, berilah keberkahan kepada mereka ini dalam makanan dagingnya dan minuman airnya.”
Seterusnya Nabi s.a.w. bersabda:
“Di kalangan mereka penduduk Makkah di waktu itu tidak ada biji-bijian, andaikata ini ada, tentulah Ibrahim juga mendoakan keberkahan biji-bijian itu untuk mereka.”
Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata: “Maka tidak se-orangpun yang tidak mencampurkan daging dan air itu dalam makanannya untuk selain di Makkah, melainkan keduanya itu tidak akan mencocokinya.”
Dalam riwayat lain disebutkan:
“Ibrahim datang, lalu berkata: “Manakah Ismail?” Isterinya menjawab: “la pergi untuk berburu.” Isterinya berkata: “Tidakkah bapak suka singgah dulu di sini untuk makan dan minum?” Ibrahim bertanya: “Apakah makananmu dan apakah minumanmu?” la menjawab: “Makanan kita adalah daging dan minuman kita adalah air.” Ibrahim lalu berdoa: “Ya Allah, berikanlah keberkahan kepada mereka akan makanan serta minuman mereka.”
Ibnu Abbas berkata: “Abul Qasim – yaitu Nabi Muhammad s.a.w. bersabda: “Itulah dengan sebab berkah doanya Ibrahim a.s.”
Ibrahim berkata: “Jikalau suamimu datang maka sampaikanlah ucapan salamku padanya dan perintahkanlah padanya supaya di-tetapkan saja bandul pintunya.” Setelah Ismail datang, ia berkata: “Apakah ada seseorang yang datang di tempatmu ini?” Isterinya menjawab: “Ya, ada seorang tua yang baik sekali keadaan pakaian- nya.” Wanita itu banyak mengeluarkan pujian pada orang tua tersebut. Selanjutnya ia berkata: “la bertanya kepadaku tentang hal-ihwal diri anda. Kemudian saya beritahukan hal itu kepadanya. Lalu bertanya: “Bagaimanakah keadaan hidup kita, lalu saya mem-beritahukan bahwasanya kita dalam keadaan baik-baik saja.” Ismail bertanya: “Apakah orang tua tadi memesan sesuatu padamu?” la menjawab: “Ya, ia menyampaikan ucapan salam pada anda dan memerintahkan kepada anda supaya anda menetapkan bandul rumahnya.” Ismail berkata: “Orang tua itu adalah ayahku dan yang dimaksudkan bandul pintu adalah engkau. Jadi ia menyuruh kepada saya supaya tetap memegangmu sebagai isteri.”
Ibrahim berdiam meninggalkan mereka selama waktu yang dikehendaki oleh Allah Ta’ala, kemudian datang pulalah sesudah itu. Di waktu kedatangan Ibrahim itu, Ismail sedang meraut sebuah anak panah yang sedang dibuatnya, yaitu di bawah sebuah pohon besar di dekat sumur zamzam. Setelah dilihatnya, iapun berdirilah menyongsongnya, kemudian keduanya berbuat sebagaimana se-orang ayah terhadap anaknya dan sebagai anak terhadap ayahnya. Sehabis itu Ibrahim berkata: “Hai Ismail, sesungguhnya Allah menyuruh kepadaku akan sesuatu perkara.” Ismail berkata: “Kalau begitu, lakukanlah sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah kepada bapak itu!” Ibrahim berkata: “Apakah engkau akan mem-berikan pertolongan padaku untuk itu?” la menjawab: “Ya, saya akan menolong bapak.” Ibrahim berkata lagi: “Sesungguhnya Allah memerintahkan kepadaku, supaya saya mendirikan sebuah rumah -yakni bait-di sana itu.” Ibrahim menunjuk pada suatu bidang tanah yang tinggi. Di atas sekitar tanah itulah rumah itu didirikan. Pada waktu itu ia meninggikan pundamen bait tersebut. Jadi Ismail yang datang dengan membawakan batunya, sedang Ibrahim yang men-dirikannya. Sehingga setelah bangunan itu telah tinggi, datanglah beliau dengan membawa batu ini yakni almaqam, lalu batu itu diletakkan. Ibrahim berdiri di atasnya dan beliau sedang mendirikan bait dan Ismail memberikan batunya, keduanya sambil mengucapkan: Rabbana taqabbal minna innaka antas sami’ul ‘alim artinya: Ya Allah, terimalah amalan kita ini, sesungguhnya Engkau adalah Maha Mendengar lagi Mengetahui.
Dalam riwayat lain disebutkan:
“Sesungguhnya Ibrahim keluar dengan membawa Ismail dan ibu Ismail yakni Hajar. Beserta mereka adalah sebuah tempat untuk isi air. Ibu Ismail minum dari wadah air itu lalu meluaplah air susunya untuk diberikan kepada bayinya itu, sehingga datanglah di Makkah. Ibrahim meletakkan isterinya di bawah sebuah pohon besar. Selanjutnya Ibrahim pun pulanglah kembali ke tempat keluarganya di Syam. la diikuti oleh ibu Ismail, sehingga setelah mereka sampai di tanah Kada’, isterinya memanggilnya dari belakang: “Hai Ibrahim, kepada siapakah kita ini anda serahkan, kalau anda meninggalkan kita.” Ibrahim menjawab: “Kepada Allah.” Isterinya berkata: “Kalau begitu saya ridha dengan Allah, sebagai Zat yang diserahi.” la lalu kembali dan masih terus dapat minum air dari wadah air yang di bawahnya tadi dan air susunyapun tetap meluap untuk diberikan kepada bayinya. Kemudian setelah air itu habis, ia berkata: “Andaikata saya pergi ke situ, lalu saya melihat-lihat ke sana ke mari, barangkali ada seseorang yang dapat saya temukan.”
Ibnu Abbas berkata: “Hajar lalu pergi menaiki bukit Shafa, ia melihat ke sana ke mari dan terus memperhatikan, barangkali ia dapat menemukan seseorang, tetapi tidak seorangpun yang di temuinya. Setelah ia sampai di lembah dan berlari kecil serta mendatangi bukit Marwah, kemudian mengerjakan sedemikian itu pergi balik sampai tiga kali, kemudian ia berkata: “Baiklah saya pergi menengok apa yang dilakukan oleh anak bayiku.” Iapun pergilah, lalu dilihatnya anak itu sedang dalam keadaannya yang amat berat seolah-olah ia merintih-rintih dengan suara keras lalu perlahan. Hatinya tidak tenang, kemudian berkata: “Sebaiknya saya pergi lagi sekali, saya akan melihat ke sana ke mari, barangkali saya menemukan seseorang.” la pergi lagi, kemudian naik bukit Shafa, terus melihat dan memperhatikan sekelilingnya, tetapi tidak seorangpun yang dijumpai olehnya, sehingga lari kecilnya antara Shafa dan Marwah itu lengkaptujuh kali pergi-balik. la berkata pula: “Cobalah saya melihat apa yang dilakukan bayi itu.” Tiba-tiba ia mendengar suatu suara, lalu ia berkata: “Tolonglah, jikalau anda mempunyai sesuatu kebaikan.” Sekonyong-konyong Jibril a.s. tampak di situ, lalu ia berbuat sesuatu dengan kakinya dan berkata: “Nah, beginilah.” Jibril a.s. memasukkan kakinya di bumi lalu memancarlah airnya. Ibu Ismail amat keheranan menyaksikan itu, sehingga iapun memenuhi kedua tapak tangannya dengan air dan dimasukkan dalam wadah airnya.”
Selanjutnya diuraikanlah Hadis ini selengkapnya yang panjang. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dengan riwayat-riwayat ini seluruhnya.
Addawhah ialah pohon besar. Ucapannya: qaffa artinya meninggalkan dan membelakangi. Aljariyyu yaitu utusan, sedang alfa ialah menemukan. Ucapannya yansyaghu, yaitu merintih dengan suara keras dan perlahan.
Dari Said bin Zaid r.a., katanya: “Saya mendengar Rasulullah s.a.w.:
Kamah tanaman sebangsa manisan getahnya cair semacam madu, sedang airnya dapat digunakan sebagai obat penyakit mata.” (Muttafaq ‘alaih)
Almannu dapat diartikan madu, yaitu sebangsa madu yang diberikan oleh Tuhan kepada kaum bani Israil, ketika mereka sedang kebingungan dalam padang pasir Tiih dulu. Tetapi dapat pula diartikan karunia atau kenikmatan Tuhan. Jadi menurut arti kedua ini, maka makna Hadis di atas ialah: Kam-ah itu termasuk kenikmatan yang dikaruniakan oleh Allah pada para hambaNya dan airnya dapat digunakan sebagai obat penyakit mata.” Wallahu a’lam