Batang Buah-buahan yang Dijual

Imam Syafi’i berkata: Dari Ibnu Umar bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda. “Barangsiapa menjual batang kurma yang telah berbuah, maka buahnya menjadi hak penjual, kecuali jika pembeli metnang mensyaratkan (agar buah itu diberikan untuknya). ”

Imam Syafi’i berkata: Barangsiapa menjual sebatang atau beberapa batang pohon kurma jantan setelah batang kurma betinanya dibersihkan, maka pada hakikatnya buah kurmanya itu menjadi milik penjual, kecuali jika pembelinya mensyaratkan terlebih dahulu. Barangsiapa menjual batang kurma jantan sebelum batang kurma betinanya dibersihkan, maka pada hakikatnya buah kurmanya itu menjadi milik pembeli. Yang dimaksud dengan pembersihan adalah talqih (memindahkan serbuk jantan kepada serbuk betina), yaitu mengambil sesuatu dari mayang kurma jantan. Setelah itu, mayang tersebut dimasukkan di antara mayang betina pohon kurma. Kemudian atas izin Allah penyerbukan itu akan menjadi baik. Petunjuk dari Sunnah mengenai batang kurma sebelum dan setelah dibersihkan untuk diperjualbelikan adalah seperti petunjuk dengan berdasarkan kesepakatan ulama (ijma‘) mengenai janin, budak wanita, dan hewan-hewan ternak yang hamil. Jika seseorang menjual batang pohon kurma sedangkan selundang betina atau sesuatu bagian darinya sering pecah, kemudian pohon tersebut dibersihkan setelah dibersihkan oleh orang lain yang kondisinya sama seperti dirinya, maka pohon itu dihukumi dengan pohon yang telah dibersihkan. Hal itu disebabkan karena waktu pembersihan telah tiba dan buahnya telah nampak setelah tersembunyi dalam bungkusan selundang.

Apabila sesuatu dari pohon tersebut telah nampak pada saat pembersihan, maka pada hakikatnya semua buah-buahan kebun yang dijual itu menjadi hak milik penjual. Begitu pula halnya jika bakal buah pada suatu pohon telah terlihat merah atau kuning, maka halal hukumnya buah pohon tersebut apabila dijual, meskipun sebagian atau banyak bagiannya yang belum berwama merah atau kuning (belum mengkal).

Apabila sebuah kebun dijual dan sebagian dari batang kurmanya telah dibersihkan, maka pada umumnya buah kurmanya itu mempunyai satu hukum saja, sebagaimana halnya jika kebaikannya telah nampak dan belum dibersihkan.

Imam Syafi’i berkata: Apabila buah-buahan yang berada di tangan pembeli kebun itu terkena suatu penyakit, maka tidak diperbolehkan bagi pembeli untuk meminta ganti kepada penjual.

Apabila ada orang yang bertanya, “Mengapa tidak diperbolehkan bagi pembeli untuk meminta ganti buah-buahan itu, sementara buah-buahan tersebut adalah bagian dari harga pembelian?” Maka dapat dijawab; karena pada hakikatnya buah itu dapatmengikuti penjualan kebun. Apakah Anda tidak melihat bahwajika buah tersebut dijual secara tersendiri, maka ia tidak boleh dijual sebelum berwama merah (mengkal). Manakala buah itu mengikuti penjualan kebun, maka diperbolehkan untuk menjualnya dan hukumnya adalah hukum kebun itu sendiri. Sedangkan batang pohon kurma yang halal dijual, baik besar atau kecil batang pohon tersebut, maka buahnya pun diterima sebagaimana batangnya diterima, dan musibah yang menimpa buahnya juga berarti musibah pada batangnya Seorang pembeli yang mendapat musibah berapa adanya penyakit pada batang kurma yang dibelinya, setelah ia menerimanya, maka hal itu juga merupakan musibah pada dirinya.

Imam Syafi’i berkata: Semua buah pohon yang terkandung dalam makna buah kurma, jika kematangannya telah terlihat pada permulaan tumbuhnya, maka diperbolehkan untuk menjual yang selebihnya itu dan keduanya dihukumi sama-sama nampak. Akan tetapi, sebaliknya, tidak diperbolehkan menjual salah satu dari keduanya hingga terlihat matangnya buah itu pada permulaan tumbuhnya.

Imam Syafi’i berkata: Buah anggur dan buah-buahan lainnya sangat berbeda dengan buah kurma. Semua buah-buahan itu nampak terlihat di permulaan tumbuhnya sebagaimana iajuga terlihat pada penghabisannya. Lain halnya dengan buah kurma yang sedang berkembang, maka buah tersebut tidak akan terlihat. Apabila terlihat, maka ia baru akan nampak.

Apabila pohon yang berbuah itu dijual, maka pada hakikatnya buah tersebut menjadi hak milik penjual, kecuali jika telah disepakati. untuk diberikan kepada pembeli. Hal itu disebabkan karena buah itu telah terpisah dan tersimpan pada pohonnya.

Imam Syafi’i berkata: Jika yang dijual itu adalah pohon Tin atau pohon lainnya dimana buah-buahannya itu nampak, kemudian buah-buahan tersebut dikeluarkan sebelum buah yang keluar itu sampai kepada buah yang Lain dari jenis pohon itu, maka buah yang keluar dan yang telah dibeli itu dibiarkan hingga sampai batas waktunya. Jika buah itu tidak berbeda dari buah yang keluar setelahnya, maka penjualan itu dibatalkan, karena yang keluar setelah akadjual-beli dari buah yang tidak termasuk dalam jual-beli itu tidak berbeda dari buah yang masuk dalam akad jual-beli. Jual-beli itu tidak berlaku kecuali jual-beli yang diketahui.

Imam Syafi’i berkata: Barangsiapa menjual sebidang tanah yang di dalamnya ada tanaman dimana tanaman tersebut telah keluar dari tanah, maka tanaman tersebut menjadi hak milik penjual, kecuali jika telah disyaratkan untuk menjadi hak milik pembeli. Apabila tanaman tersebut dipotong, maka pemiliknya berhak untuk mengambil. Jika tanaman mempunyai akar yang dapat merusak tanah, maka pemilik tanaman tersebut harus mencabutnya atas izin pemilik tanah.

Imam Syafi’i berkata: Apabila seseorang menjual sebidang tanah yang di atasnya ada sebatang pohon tebu yang telah keluar dari tanah, maka pemilik tebu itu boleh mencabutnya sekali saja. Kemudian, tidak diperbolehkan baginya mencabut pohon tebu itu dari pangkalnya, karena pohon tebu itu sendiri adalah pangkalnya.

Imam Syafi’i berkata: Apabila sebidang tanah yang di atasnya ada tanaman pisang yang buahnya telah keluar dan dapat dijual, maka buah pisang yang telah keluar itu menjadi hak milik penuh si penjual sebelum dijual. Akan tetapi, si penjual tersebut tidak akan memperoleh hak kepemilikan buah untuk yang kedua kalinya dari pohon yang berada di sisi pohon pisang. Hal itu disebabkan karena menurut pendapat kami pohon pisang itu hanya berbuah sekali dan di sisinya tumbuh anaknya hingga empat tandan dan setelah itu dipotong. Akhirnya, akan tumbuh lagi beberapa buah di sekelilingnya.

Imam Syafi’i berkata: Setiap tanah yang dijual dengan batas-batasnya, maka pembeli tanah tersebut berhak memperoleh semua yang ada di pohon. Sedang pohon itu sendiri, sebagaimana telah saya terangkan sebelumnya, adalah setiap jenis tanaman yang memiliki buah. Kemudian setiap pohonan dan bangunan yang tetap serta setiap bangunan yang ringan, seperti bangunan yang terbuat dari kayu, tentunya berbeda dengan tumbuh-tumbuhan dan pelepah kurma, maka semua itu menjadi hak milik penjualnya, kecuali jika dimasukkan untuk pembeli pada saat akad jual-beli hingga menjadi miliknya dalam pembelian tersebut.

Imam Syafi’i berkata: Apabila seseorang membeli (sebatang pohon) dan da tahu buah apa yang akan keluar, maka pembeli tersebut tidak diperbolehkan berkhiyar. Apabila seseorang menjual sebidang tanah kepada orang lain, sementara di atas tanah itu terdapat benih biji-bijian yang telah ditaburkan sedangkan hal itu tidak diketahui oleh pembeli maka hukum benih tersebut adalah seperti tanaman yang telah keluar dari tanah yang tidak dapat dimiliki oleh pembeli. Hal itu disebabkan karena benih tersebut masih berada di bawah tanah. Sebagaimana kita pahami bahwa sesuatu yang tidak dapat dimiliki pembeli dengan jual-beli, maka menjadi milik penjual dan ia akan terus berkembang sebagaimana tanaman terus berkembang. Akan dikatakan kepada si pembeli; Anda dapat berkhiyar. Jika mau, Anda dapat mengundurkan jual-beli ini dan Anda biarkan biji-bijian tersebut (tumbuh) hingga tiba waktunya untuk ditunai, sebagaimana halnya Anda membiarkan tanaman. Jika mau, maka Anda dapat membatalkan jual-beli.

Apabila ada orang yang mengganggu tanah Anda, lalu orang tersebut masuk ke dalam tanah itu, (maka Anda dapat membatalkannya). Kecuali jika penjual menyerahkan tanaman itu kepada pembeli atau ia malah mencabutnya sementara pencabutan tanaman itu tidak merusak tanah. Jika penjual tanah menghendaki yang demikian, maka tidak diperbolehkan bagi pembeli untuk berkhiyar, karena ia telah diberi tambahan kebaikan.

Imam Syafi’i berkata: Pohon kayu yang berbuah berkali-kali, maka hal itu seperti pohon yang tetap, yang dimiliki karena adanya hak kepemilikan tanah. Apabila ia menjualnya, dimana buahnya sudah baik dan nampak, maka buahnya itu menjadi hakmilik penjual, kecuali jika telah disepakati bahwa buah itu menjadi milik pembeli sebagaimana halnya buah kurma yang telah dikawinkan.

Imam Syafi’i berkata: Jika seseorang menjual sebidang tanah atau sebuah rumah kepada orang lain, maka penjual mempunyai hak milik terhadap barang yang berada di dalam tanah itu seperti kayu atau batu-batuan yang dipendam dan yang tidak disertakan di dalam bangunan. Dengan demikian, penjual itu memiliki hak atas seluruh barang yang tidak dapat dimiliki oleh pembeli. Sementara itu, ada beberapa barang yang dapat dimiliki oleh pembeli; di antaranya adalah air, tanah, lumpur, dan beberapa barang yang tetap seperti tanaman dan bangunan. Maka, segala sesuatu yang tidak tetap atau tersimpan di tanah atau rumah tersebut menjadi hak milik penjual, dan penjual harus memindahkannya.

Imam Syafi’i berkata: Apabila ia telah memindahkan, maka iaharus meratakannya dengan tanah dan tidak meninggalkannya menjadi berlubang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *