Imam Syafi’i berkata: Setiap qiradh yang pangkalnya adalah rusak (batal), maka muqaridh berhak memiliki upah yang pantas, dan pemilik harta mendapatkan harta dan keuntungannya. Sebab, jika kami membatalkan qiradh itu,maka tidak boleh menjadikannya sebagai penyewaan (perongkosan) qiradh. qiradh yang tidak diketahui (tidak jelas sistem pembagian atau kontraknya) adalah tidak boleh. Nabi shalallahu alaihi wasallam (juga) melarang penyewaan kecuali dengan perkara yang jelas diketahui.