Imam Syafi’i berkata: Perlombaan memanah di antara dua orang kemenangannya ditandai dengan didahuluinya salah seorang atas yang lain; dan yang berada di antara keduanya adalah muhallil, tugasnya sama seperti dalam perlombaan pacuan kuda. Masing-masing dari keduanya mempunyai hak seperti yang lain, dan apa yang ditolak oleh yang lainnya tidak diperbolehkan bagi yang lainnya. Jika salah seorang dari keduanya membuat lemparan yang baik, yaitu dengan membuat keping kertas yang disebut dengan khasiq atau hawami ‘, maka hal itu diperbolehkan apabila keduanya menyebutkan sasaran yang akan dilempamya.
Keduanya boleh membuat persyaratan yang demikian secara terperinci atau secara cepat. Jika keduanya membuat persyaratan secara terperinci, maka setiap kali salah seorang dari keduanya memperoleh suatu bilangan dan yang lainnya juga memperoleh bilangan itu juga, maka gugurlah masing-masing dari kedua bilangan itu, dan* keduanya mengulangi kembali bilangannya. Seperti keduanya memperoleh sepuluh angka dan yang lainnya memperoleh sepuluh angka, maka gugurlah sepuluh dengan sepuluh itu, atau masing-masing dari keduanya tidak mendapatkan sesuatu dari temannya.
Masing-masing tidak dihitung atas temannya selain dengan kelebihan dari apa yang diperoleh dari yang diperoleh temannya hingga selesainya perlombaan. Jika keduanya membuat persyaratan bahwa lemparan di antara keduanya itu adalah lemparan yang harus mengenai sasaran, maka lemparan yang mengenai sasaran (hawami) itu dihitung satu pukulan, dan yang mengenai keping kertas yang bertuliskan sesuatu {khasiq) itu dua pukulan. Keduanya mengukur apabila salah pada arah. Jika lemparan panah salah seorang dari keduanya itu lebih dekat dari temannya dengan satu panah atau lebih, maka dihitunglah seperti itu. Jika lemparan panahnya lebih dekat dengan satu panah, lalu yang lain lebih dekat dengan beberapa panah, maka batallah yang beberapa panahnya dengan satu panah yang lebih dekat itu. Tidak dihitung kedekatan yang satu dan yang lebih, dimana yang lain itu ada satu yang lebih dekat darinya.
Apabila seseorang berlomba dengan yang lain; yaitu melemparkan panah bersama orang itu, atau seseorang berlomba-lomba di antara dua orang, sesungguhnya saya melihat dari orang-orang yang melemparkan. Orang ada yang mengatakan, “Yang memiliki perlombaan ini lebih utama untuk memulai dan orang yang mengurus perlombaan ini dapat memulai dengan yang mana saja di antara keduanya yang ia kehendaki.” Tidak boleh mengqiyaskan selain bahwa keduanya membuat persyaratan mengenai siapa yang akan memulai. Jika keduanya tidak membuatnya, maka dapat diundi. Yang mengqiyaskan bahwa keduanya itu tidak melempar anak panah selain dengan persyaratan, mereka mensyaratkan; apabila dimulai oleh salah seorang dari satu pihak, maka dilanjutkan oleh yang satunya lagi dari pihak yang berikutnya, yang memulai melemparkan dengan sebuah anak panah, kemudian oleh yang lain dengan satu anak panah juga, sehingga anakpanah keduanya habis.
Apabila salah seorang sudah lelah dan berkeringat sehingga anak panah itu keluar dari tangannya dan tidak sampai pada sasaran yang dimaksud, ia boleh untuk mengulang lemparannya. Ia boleh melemparkan anak panahnya dari sisi kiri atau kanannya. Seperti itu juga jika tali panahnya putus atau busurnya patah sehingga anak panahnya tidak sampai ke sasaran, maka lemparannya boleh untuk diulang lagi. Begitu juga apabila ia melepaskan anak panah, lalu datang binatang atau manusia dan mengenai keduanya, maka boleh baginya untuk mengulangi lemparannya. Juga, apabila kedua tangannya goyang atau datang pada kedua tangannya sesuatu yang menyebabkan anak pernah tidak dapat dilepas, maka boleh untuk mengulangi lemparannya lagi.
Namun jika ia telah melempar dan salah sasaran seperti mengenai seseorang atau terlempar ke belakang, maka ini adalah lemparan yang jelek, tidak ada unsur kesalahan dan tidak boleh untuk mengulangi lemparannya lagi. Dua orang lelaki tidak boleh berlomba dengan syarat bahwa anak panah salah seorang dari keduanya lebih banyak dari yang lainnya, dan tidak dengan syarat bahwa jika anak panah salah seorang dari keduanya mengenai sasaran dihitung dua, dan seorang lagi dihitung satu. Tidak juga jika salah seorang dari keduanya melempar pada satu sisi dan yang lainnya melempar dengan jarak lebih dekat. Keduanya tidak boleh melempar kecuali dari tepi dan dengan bilangan anak panah yang sama. Tidak boieh salah seorang dari keduanya mensyaratkan yang lain untuk tidak melempar kecuali dengan anak panah tertentu. Jika berubah, maka tidak diulang lagi. Tidak jugajika ia sudah melakukan lemparan dengan sebuah anak panah tertentu yang tidak digantikannya. Tidak boleh ia melempar dengan sebuah anak panah tertentu yang tidak akan digantikannya.
Yang demikian itu terserah kepada pemanah, ia dapat mengganti apa saja yang dikehendaki dari mata panah dan busurnya, yang jumlah bilangan anak panak, sasaran dan lemparannya itu satu. Jika keduanya memanah, lalu anak panah salah seorang dari keduanya patah atau busurnya yang patah, maka ia dapat mengganti anak panah dan busurnya itu. Jika talinya putus, maka diganti dengan tali yang lain. Tidak ada kebaikanjika salah seorang mensyaratkan yang lainnya, atau masing-masing keduanya mensyaratkan tidak memakan daging hingga selesai perlombaan. Tidak patut juga dikatakan oleh dua orang yang berlomba dalam pacuan kuda, bahwa kuda itu tidak diberi makan hingga selesai perlomaan itu sehari atau dua hari, karena ini adalah syarat yang tidak dibolehkan dan mendatangkan mudharat pada yang disyaratkan. Itu bukan perlombaan memanah yang diperbolehkan.
Imam Syafi’i berkata: Apabila dua pelempar itu berselisih mengenai tempat berdiri, lalu keluarlah undian salah seorang dari keduanya untuk memulai, maka ia dapat berdiri dan memulai dari satu tepi di mana saja yang ia kehendaki, dan yang seorang lagi dapat berdiri dan memulai dari tepi yang lain di mana saja ia kehendaki.
Imam Syafi’i berkata: Mengenai shalat dalam keadaan terpaksa (memakai kulit binatang) dan juga anak-anak jari, apabila kedua kulit itu adalah kulit binatang yang disembelih dari binatang yang dagingnya dimakan, atau kulitnya disamak dari binatang yang tidak boleh dimakan dagingnya; seperti kulit anjing dan babi, dimana keduanya (anjing dan babi) tidak dapat bersih dengan disamak Allah Maha Tahu danjika seseorang shalat di kemah dengan sarung tangan, maka shalatnya diperbolehkan.