Apa-apa yang masuk kategori serah-terima

Imam Syafi’i berkata: Semua yang dianggap sebagai serah-terima dalam transaksi jual-beli juga dianggap sebagai serah-terima dalam transaksi gadai. Maka, diperbolehkan menggadaikan hewan, budak, dinar, dirham, tanah dan selain itu. Diperbolehkan pula menggadaikan sebagian tempat tinggal, budak, pedang, mutiara dan kain, sebagaimana semua ini diperbolehkan untuk dijual.

Adapun serah-terima diserahkan kepada penerima gadai tanpa ada penghalang dengannya, sebagaimana halnya serah-terima dalam jual-beli. Jika yang digadaikan hanya sebagian dari harta yang hendak diserahterimakan, sementara harta ini tidak dapat dipindahkan, maka cara serah-terimanya sama seperti jika barang itu digadaikan secara keseluruhan, yakni diserahkan tanpa ada penghalang antara pihak-pihak yang bertransaksi.

Adapun jika harta itu dapat dipindahkan (seperti pedang dan mutiara maupun yang serupa dengannya), maka caranya adalah dengan diserahkan kepada penerima gadai apa yang menjadi haknya dari harta itu, hingga penerima dan penggadai meletakkannya di tangan seorang yang adil, atau di tangan orang yang bersekutu dalam memiliki harta tersebut namun tidak terlibat dalam transaksi gadai, atau bisa juga di tangan si penerima gadai.

Apabila pada seseorang terdapat kain atau harta lainnya; baik sebagai titipan, pinjaman atau sewaan, lalu orang itu menggadaikannya seraya memberi izin kepada penerima gadai untuk mengambilnya sebelum serah- terima dilangsungkan dan harta yang dimaksud berada di tempat, maka hal ini dinamakan sebagai serah-terima yang sah. Adapun bila harta tersebut tidak ada di tempat, maka tidak dinamakan sebagai serah-terima hingga diperbarui.

Bila seseorang menggadaikan harta tersebut saat berada di pasar atau masjid, namun harta yang dimaksud berada di rumah, lalu penggadai mengizinkan si penerima untuk mengambilnya, maka hal ini tidak dinamakan dengan serah-terima. Adapun bila ia pergi ke rumahnya dan harta itu ada di sana, maka saat itulah dinamakan serah-terima.

Karena, ada kemungkinan harta yang hendak digadaikan saat itu tidak berada di rumah.
Serah-terima tidak sah kecuali harus dihadiri oleh penerima gadai tanpa ada penghalang antara dia dengan penggadai, atau apa yang dihadiri oJeh wakil yang ditunjuk oleh si penerima gadai.

Apabila seseorang menggadaikan harta, dimana antara penggadai dan penerima gadai sepakat menyimpan harta gadai kepada seseorang yang mereka yakini sebagai orang yang adil, lalu orang yang adil itu berkata, “Aku telah menerimanya untukmu”. Kemudian terjadi perbedaan antara penggadai dan penerima gadai; Penggadai mengatakan, “Orang yang adil itu belum menerimanya untukmu”, sedangkan penerima gadai mengatakan “la telah menerimanya untukku”, maka perkataan yang dijadikan pegangan dalam memutuskan hukum adalah perkataan penggadai. Penerima gadai harus memberikan bukti bahwa orang yang adil tersebut telah menerima untuknya, sebab orang yang adil itu menempati posisi wakil dalam masalah tersebut.

Apabila seseorang menggadaikan dua budak, atau satu budak dan makanan, atau budak dan tempat tinggal, atau dua tempat tinggal, lalu si penerima gadai menerima salah satunya dan belum menerima yang lainnya, maka apa yang telah diterima menjadi gadai (jaminan) untuk seluruh utang. Adapun yang belum diterima tidak menjadi gadai hingga penggadai bersedia menyerahkan kepadanya. Penerimaan terhadap salah satu dari dua harta yang digadaikan tidaklah merusak transaksi gadai. Dalam masalah ini terdapat perbedaan antara gadai dan jual-beli.

Demikian pula apabila penerima gadai telah menerima salah satu dari dua budak yang hendak digadaikan, lalu budak yang satunya meninggal dunia, atau ia menerima salah satunya dan yang satunya dilarang oleh penggadai untuk diambil, maka apa yang telah ia terima menjadi gadai (jaminan) bagi seluruh utang, sedangkan yang belum diterima keluar dari gadai (jaminan).

Apabila seseorang menggadaikan sesuatu dan pada harta yang digadaikan itu terdapat cacat (misalnya budak buta sebelah matanya, pincang atau cacat apapun), lalu harta itu diserahkan oleh penggadai kepada penerima gadai, maka harta tersebut dianggap sebagai gadai bagaimanapun keadaannya. Jika harta yang dimaksud berada dalam kekuasaan penerima gadai lalu ditimpa oleh cacat tadi, maka ia tetap dianggap sebagai gadai bagaimanapun keadaannya.

Demikian pula apabila harta yang digadaikan berupa tempat tinggal lalu roboh, atau kebun lalu pepohonannya tumbang serta sumber airnya mengering, maka tetap diangap sebagai gadai bagaimanapun keadaannya. Penerima gadai berhak melarang pemberi gadai menjual batang kurmanya atau menjual alat-alat bangunannya, karena semua itu masuk dalam kategori gadai. Kecuali jika harta yang digadaikan berupa tanah tanpa menyertakan bangunan dan pepohonan yang ada padanya, maka tidak boleh bagi penerima gadai melarang penggadai mengambil apa yang tidak masuk dalam kategori gadai.

Apabila harta yang digadaikan adalah tanah tempat tinggal namun tidak disebutkan bangunannya, atau kebun dan tidak disebutkan tanamannya, maka tanah dan kebun itu dianggap gadai, tidak termasuk bangunan dan tanamannya. Sesuatu tidak dianggap sebagai gadai kecuali bila disebutkan saat transaksi.

Apabila seseorang mengatakan, “Aku menggadaikan kepadamu tempat tinggal”, maka tempat tinggal itu menjadi gadai, tidak berikut tanahnya. Penerima gadai tidak memperoleh tanah dan bangunan hingga penggadai mengatakan, “Aku menggadaikan kepadamu tanah berikut bangunannya serta semua yang ada padanya”.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *