Adab Seorang Hamba (1)

Oleh: Ahmad Ghozali Fadli
Pimpinan Pesantren Alam Bumi Al-Qur’an

Sekarang bayangkan, Anda kaya raya. Dengan rumah megah dan beberapa pembantu. Sebut saja Inah. Saat anda pulang ke rumah, Inah sudah ada di depan pintu, menyapa dan menyambut Anda. Kemudian menawarkan minuman. Dengan cepat, Inah menyiapkan, hingga sebelum Anda ke meja makan, apa yang Anda pesan sudah siap. Begitupula saat Anda mendadak membutukan sesuatu, Inah selalu hadir tanpa kenal lelah.

Sopir Anda Parto biasa menemani di setiap perjalanan. Namun, kadang saat Anda selesai makan di restoran dan kembali ke mobil, Anda tidak menemukan Parto. Setelah Anda panggil, ternyata Parto sedang ngopi di warung sambil merokok. Bahkan, kadang juga tertidur di dalam mobil, hingga Anda susah payah mengetuk pintu mobil, membangunkannya.

Sekarang, waktu gajian, siapakan yang Anda beri bonus? Jika kedua pembantu itu sakit, siapa yang Anda rindukan dan mengobatkannya terlebih dahulu? Jika keduanya punya masalah ekonomi, siapa yang Anda tolong terlebih dahulu? Jika mereka terlihat gundah, sedih, bahkan menangis, siapa yang Anda Tanya dan bantu?

Secara akal sehat, semua sepakat, Inah-lah yang akan menjadi prioritas. Padahal kekayaan Anda terbatas. Sifat kasih pun terbatas. Kemampuan menolong Anda juga terbatas. Namun, Anda dapat memilih mana yang menjadi Prioritas.

Jika rumah megah itu adalah Bumi, maka Allah-lah Tuannya. Dan kita adalah penghuni-penghuninya. Ada juga yang disebut sebagai Keluarga Allah, mereka-lah Ahlu Qur’an. Seperti Hadist yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad “Sesungguhnya Allah mempunyai keluarga di antara manusia, para sahabat bertanya, “Siapakah mereka ya Rasulullah?” Rasul menjawab, “Para ahli Al Qur’an. Merekalah keluarga Allah dan hamba pilihanNya.” Sedangkan sisanya, adalah hambanya, seperti Inah dan Parto. Bukan 2 orang, namun 8 Milyar manusia dengan 1 Tuan. Siapakah yang akan menjadi prioritas?

Kekayaan Allah tidak terbatas. Kemurahan-Nya juga tak terhingga. Namun, Allah menentukan kadar rizki dan kasih pada setiap hambanya. Jika kita menyapa-Nya dan siap sedia akan perintah-Nya, apakah mungkin Allah akan berdiam diri saat kita dalam kesulitan? Tidak. Panggilan Allah sudah ditentukan. Lima (5) kali dalam sehari. Disitulah Allah akan memberi petunjuk-Nya untuk kita kerjakan. Saat itulah, Allah menerima laporan kegiatan dan keluh kesah kita. Pada saat itulah, Allah mendengarkan setiap ucapan kita. Iya, sesaat setelah panggilan-Nya (Adzan). Apakah rela kita membiarkan Allah menunggu? Atau bahkan hingga panggilan selanjutnya?

Mari kita buktikan, bahwa kita adalah hamba terbaik. Dengan siap sedia sebelum dipanggil. Siap Sholat Sebelum Adzan.

WAKAF PEMBANGUNAN PESANTREN ALAM BUMI AL-QUR’AN (KLIK DI SINI)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *